http://www.indomedia.com/bpost/082005/20/opini/opini1.htm
Berapa Jam Kerja Seorang Guru SMA Satu Minggu Oleh: Sufian Noor Banyaknya siswa tidak lulus dalam Ujian Nasional (Unas), diindi kasikan orang sebagai rendahnya mutu pendidikan. Sedangkan mutu pendidikan sering dikaitkan dengan faktor guru. Sebenarnya mutu pendidikan tergantung banyak faktor. Guru hanya salah satunya, tapi justru yang paling banyak mendapat sorotan. Isu utamanya adalah: rendahnya mutu guru; ketidaklayakan guru; kurang penguasaan terhadap materi yang diajarkan, metode, kurang persiapan, dan terakhir rendahnya kesejahteraan. Substansi permasalahan yang sebenarnya adalah kurang adilnya perlakuan terhadap guru. Selama ini guru diperlakukan secara tidak adil baik dari kesejahteraannya maupun penghargaan terhadap profesi mereka. Di satu pihak guru dituntut meningkatkan mutu pendidikan dan keterampilan profesionalnya, tetapi di lain pihak kesejahteraannya masih di bawah standar. Sedangkan penghargaan terhadap profesi guru masih minim. Apa pun alasannya, pemerintah belum menghargai profesi guru sebagai profesi keilmuan dan keahlian yang peranannya menentukan, melainkan masih sebagai faktor produksi (tenaga kerja) dalam industri pendidikan kita. Masyarakat dan orangtua murid pun masih banyak yang memandang guru tidak lebih dari sekadar tukang getek yang menyeberangkan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Tidak heran jika banyak di antara orangtua lebih mengenal montir yang menangani kendaraan pribadi mereka, daripada guru yang menangani dan membina anak mereka. Karena itu, banyak orangtua yang tidak peduli andai kata penghasilan guru itu hanya setingkat tukang getek atau montir. Guru pernah bangkit menentang ketidakadilan itu. Terjadi unjuk rasa menuntut perbaikan nasib. Namun gerakan itu tidak mudah. Perhatian pemerintah masih jauh dari harapan. Dukungan pihak lain pun masih belum seberapa. Bahkan banyak yang keberatan kalau penghasilan guru lebih tinggi. Banyak yang belum mengerti seberapa berat tugas guru. Dikira pekerjaan guru itu hanya mengajar di depan kelas, banyak libur, sering menyuruh murid mencatat di papan tulis dan sebagainya. Padahal (orangtua itu) menghadapi satu dua orang anak saja di rumah kewalahan, apalagi menghadapi sekian ratus murid. Salah satu ketidakadilan yang sangat terasa antara tugas guru dengan pegawai kantor adalah banyaknya jam kerja yang dibebankan kepada guru. Memang, sebagai pegawai negeri jam kerja guru dan pegawai kantor sama. Tapi kenyataannya, guru harus kerja ekstra di luar jam kerja resmi tanpa imbalan apa-apa. Jika tidak demikian, tugas sebanyak itu tidak mungkin terselesaikan. Bagi guru, membawa pekerjaan ke rumah dan mengerjakannya sampai larut malam adalah hal biasa. Sebagai gambaran, penulis menghitung jam kerja seorang guru SMA satu minggu. Hitungan ini berdasarkan pengalaman penulis selaku guru SMA dan instruktur PKG (Pemantapan Kerja Guru). Seorang guru dibebani tugas mengajar minimal 18 jam pelajaran seminggu. Alokasi waktu untuk tiap mata pelajaran berkisar antara dua sampai delapan jam pelajaran. Dua jam pelajaran, misalnya PPKn dan Pendidikan Agama. Enam jam pelajaran, misalnya Biologi, Fisika, Ekonomi. Delapan jam pelajaran untuk Matematika. Setiap jam pelajaran selama 45 menit. Guru yang mengajar PPKn harus mengajar pada sembilan kelas dengan satu kali tatap muka per kelas (sekali tatap muka dua jam pelajaran). Sedangkan guru yang mengajar Biologi harus mengajar di tiga kelas dengan tiga kali tatap muka per kelas. Demikian seterusnya. Kegiatan guru dimulai pada awal tahun pelajaran. Guru biasanya berkumpul untuk membuat sejumlah perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama satu tahun. Tugas guru yang pertama adalah mempelajari Buku Kurikulum untuk mata pelajaran masing-masing. Dengan mengacu pada kurikulum, guru menyusun materi pelajaran berdasarkan topik dan subtopiknya dalam suatu format yang disebut Analisis Materi Pelajaran (AMP). Dari AMP ini dibuat Program Tahunan (Prota) yang diperinci dalam format lain yang disebut Program Catur Wulan (Proca) atau Program Semester (Prosem). Jadi, sebelum memasuki tahun pelajaran baru guru harus memiliki minimal empat perangkat pembelajaran yaitu Buku Kurikulum, AMP, Prota, dan Proca/Prosem. Sebelum masuk kelas, guru harus menyiapkan beberapa perangkat tambahan. Untuk setiap topik materi pelajaran, guru harus membuat Program Satuan Pelajaran (PSP), dan setiap tatap muka guru harus menyiapkan Rencana Pembelajaran (RP), Lembaran Tugas Rumah (PR) dan soal tes. Semua perangkat ini wajib dibuat dan dimiliki oleh setiap guru. Apabila pengawas berkunjung ke sekolah, semua perangkat ini yang pertama ditanyakan. Dalam pelaksanaan tugas mengajar, pada setiap kali tatap muka guru harus memberikan tugas rumah (PR) dan tes. Hasil tes harus dikoreksi dan dianalisis untuk mengukur daya serap dan ketuntasan belajar siswa. Setiap akhir bulan, guru harus memberikan ulangan bulanan untuk menilai hasil belajar siswa. Setiap akhir cawu atau semester, guru harus memberikan soal ulangan umum. Setiap minggu guru harus mengikuti pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan sekali seminggu atau dua minggu guru bertugas piket. Selain itu, guru harus bertugas sebagai walikelas, pengelola laboratorium dan sebagainya. Dari sejumlah tugas itu penulis menghitung waktu yang diperlukan guru untuk menyelesaikannya. Penulis mengambil dua contoh, yaitu guru yang mengajar di sembilan kelas dengan satu kali tatap muka per kelas dan yang mengajar di tiga kelas dengan tiga kali tatap muka per kelas. Guru yang mengajar di sembilan kelas: Tatap muka 9 x 2 jam pelajaran x 45 menit = 810 menit; Membuat RP, Tugas PR dan soal tes 1 x 30 menit = 30 menit; Mengolah hasil tes meliputi koreksi jawaban siswa, menghitung skor, mengolah nilai, dan analisis nilai 9 kelas x 40 siswa x 5 menit = 1.800 menit; Koreksi PR 9 kelas x 40 siswa x 3 menit = 1.080 menit; Pertemuan MGMP 4 x 60 menit = 240 menit; Tugas Piket, misalnya sekali 2 minggu 1/2 x 8 jampel x 45 menit = 180 menit. Jumlah 4.140 menit = 69 jam. Guru yang mengajar di tiga kelas: Tatap muka 3 x 3 x 2 jam pelajaran = 810 menit; Membuat RP, Tugas PR dan soal tes 3 x 30 menit = 90 menit; Mengolah hasil tes meliputi koreksi jawaban siswa, menghitung skor, mengolah nilai, dan analisis nilai 3 x 3 kelas x 40 siswa x 5 menit = 1.800 menit; Koreksi PR 3 kelas x 3 x 40 siswa x 3 menit = 1.080 menit; Pertemuan MGMP 4 x 60 menit = 240 menit; Tugas Piket 1/2 x 8 jam pelajaran x 45 menit = 180 menit. Jumlah 4.200 menit = 70 jam. Penghitungan ini penulis lakukan secara umum. Tentunya ada lebih kurangnya. Misalnya pada tiga kali tatap muka dalam satu minggu, guru mungkin hanya memberikan satu kali tes atau PR. Waktu yang diperlukan untuk mengoreksi hasil tes atau PR mungkin kurang dari lima menit atau bisa juga lebih. Yang belum diperhitungkan antara lain waktu untuk membuat PSP. Kegiatan ini biasanya dilakukan dalam pertemuan MGMP. Demikian pula waktu yang diperlukan untuk membuat AMP, Prota, Proca/Prosem yang biasanya menggunakan waktu libur. Juga belum diperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan tugas sebagai walikelas, menangani permasalahan siswa, konsultasi dengan orangtua murid, menyiapkan soal ulangan bulanan/ulangan umum, menyiapkan alat dan bahan laboratorium untuk praktik, dan sebagainya. Dari penghitungan ini terlihat perbedaan yang cukup besar antara jam kerja guru dengan jam kerja kantor. Untuk guru yang mengajar lebih dari 18 jam, perbedaan ini lebih besar lagi. Ini dengan asumsi, baik guru maupun pegawai kantor betul-betul melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan. Kalau ada penyimpangan tentu perbedaan itu lain lagi. Misalnya korupsi waktu. Guru korupsi waktu paling-paling lima menit sebelum masuk kelas, atau 5-10 menit sebelum jam pelajaran berakhir. Ini pun hanya terjadi pada sekolah yang tidak tertib. Sedangkan bagi pegawai kantor, kemungkinan itu mungkin lebih banyak. Misalnya datang pukul 08.00 mengisi absen, sekitar pukul 09.00 keluar. Toh, mesin tik dengan pesawat telepon tidak akan berkelahi, kertas dan pulpen tidak akan saling mengganggu, surat-surat tidak akan berpacaran. Tapi ini hanya kemungkinan dan tidak bisa diukur. Banyak juga pegawai kantor yang bekerja tekun dan disiplin waktu. Kalau ada pegawai kantor dengan seragam tertentu berkeliaran di pasar pada saat jam kerja, mungkin sedang dalam tugas. Misalnya membeli suatu barang untuk keperluan kantor. Namun dengan anggapan, baik guru maupun pegawai kantor bekerja sesuai ketentuan, sekali lagi jam kerja guru (SMA) lebih banyak daripada jam kerja kantor. Oleh karena itu wajar guru menuntut penghasilan yang lebih tinggi. Belum lagi kalau guru dipandang sebagai tenaga profesional seperti dokter, hakim, dan sebagainya. Tetapi dari pengalaman masa lalu, bila gaji guru lebih besar maka timbul kecemburuan. Akibatnya kenaikan pangkat dipersulit, rapel disunat, segala macam usul dipungli. Guru selalu dicurigai. Kalau berani melakukan pungli seribu rupiah saja ributnya bukan main, sementara di kantor uang seribu rupiah itu tidak ada artinya. Hal ini, sekali lagi karena tugas guru itu dianggap paling ringan, banyak libur, hanya menyuruh murid mencatat dan sebagainya. Padahal kenyataannya tidak demikian. Yang libur itu sebenarnya hanya murid, sedangkan guru tidak pernah libur dalam arti sebenarnya (terutama guru SMP dan SMA). Di waktu libur sekolah guru biasanya mengadakan kegiatan antara lain: menyiapkan perangkat pembelajaran seperti disebutkan di atas, menulis laporan, membenahi laboratorium, workshop dan sebagainya. Guru berlibur ke kampung biasanya lembur menyelesaikan semua tugas itu, sebelumnya atau setelah liburan berakhir. Menyuruh murid mencatat, bukan zamannya lagi. Sekarang buku banyak dijual di pasar. Mesin fotokopi ada di mana-mana. Tidak ada lagi murid yang mau disuruh mencatat. Penulis mengimbau semua pihak, agar tidak terlalu mengecilkan fungsi dan peranan guru dalam menyiapkan generasi penerus bangsa ini. Hanya dengan pendidikan yang baik kehidupan bangsa di masa depan akan menjadi lebih baik. Tanpa penghargaan terhadap guru maka ilmu akan kehilangan makna dan berkahnya, sehingga tidak akan bermanfaat baik untuk pribadi, keluarga, maupun bangsa. Jika sekolah hanya dijadikan sebagai ajang untuk mencari ijazah dan titel supaya bisa bekerja, dapat jabatan dan naik gaji tanpa prestasi yang dapat diandalkan, maka SDM Indonesia akan lebih rendah mutunya dibanding bangsa lain. Kapan lagi menyadari kekeliruan ini? Pengamat masalah pendidikan, tinggal di Banjarmasin [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/