http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=565



Daulat Rakyat atau Daulat Partai?


Oleh Mochamad Isnaeni Ramdhan



Syarat 20 persen kursi di DPR dan 25 persen suara sah nasional yang dianggap 
sebagai penghalang majunya beberapa orang sebagai calon presiden dan wakil 
presiden mulai diangkat sebagai isu uji materiil UU Pilpres, karena dianggap 
bertentangan dengan konstitusi. Padahal, sesuai derajat perundang-undangan, 
konstitusi tidak mungkin mengatur hal yang rinci. Konstitusi hanya menyatakan 
bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik 
atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum (Pasal 6A Ayat (2) 
Perubahan UUD 1945).

Dilema tersebut bermuara pada ketidakjelasan konstitusi yang mengatur pemegang 
kedaulatan di Indonesia, karena pada Pasal 1 Ayat (2) Perubahan UUD 1945 
dirumuskan, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut 
undang-undang dasar. 

Siapa subjek pelaku kedaulatan tersebut dan bagaimana mekanisme kedaulatan 
diselenggarakan tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945, meskipun banyak norma 
dalam UUD 1945 akhirnya ditindaklanjuti dalam bentuk undang-undang. Hal ini 
berbeda dari rumusan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945, "Kedaulatan adalah di tangan 
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat." Dengan 
demikian, ada kejelasan pelaku dan mekanisme kedaulatan diselenggarakan.

Mengacu pada rezim kedaulatan rakyat, sesungguhnya rakyat yang menentukan 
penyelenggaraan kedaulatan secara langsung, melalui pemilihan umum, sehingga 
ketentuan pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau 
gabungan partai politik menjadi tidak relevan. Namun, mengacu pada mekanisme 
perumusan makna pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam konstitusi diatur dalam 
atau dengan undang-undang membuktikan bahwa pelaku kedaulatan tersebut berada 
pada pihak pembentuk undang- undang.

Pembentuk undang-undang di Indonesia terdiri atas DPR dan presiden, serta DPD 
sebagai "pemandu sorak". Dengan demikian, menurut konstruksi 
perundang-undangan, kedua lembaga yang disebut pertama yang memiliki peran 
signifikan dalam penyelenggaraan kedaulatan di Indonesia, sedang DPD hanya 
memberikan usul rancangan undang-undang, pertimbangan, dan ikut dalam 
pembahasan tingkat pertama dalam proses perumusan undang-undang di DPR. 


Daulat Rakyat

Daulat rakyat, sebagaimana dituntut oleh sebagian besar masyarakat di 
Indonesia, merupakan gerak mundur pendulum demokrasi di Indonesia yang muncul 
pada saat segenap kepentingan rakyat dikooptasi oleh sebagian orang yang 
dianggap wakil rakyat pada saat konstitusi belum diubah. Ketidakpercayaan 
rakyat pada wakilnya dimulai dari proses rekrutmen pengisian wakil rakyat 
sampai dengan putusan lembaga perwakilan yang tidak berpihak pada rakyat.

Pengisian anggota wakil rakyat, yang diwarnai dengan suasana kroni kekeluargaan 
dan koncoisme, kembali terulang pada pencalonan anggota legislatif dari 
sebagian partai politik, sekarang ini. 

Tuntutan pengembalian kedaulatan rakyat, semula menginginkan pencalonan 
presiden dan wakil presiden, pencalonan anggota legislatif, sampai proses 
pengambilan putusan yang melibatkan rakyat, sehingga tuntutan demokrasi 
langsung dapat diwujudkan secara konkret. Namun, tuntutan tersebut sama dengan 
gerak mundur pendulum demokrasi, karena demokrasi langsung merupakan cara 
pengambilan putusan publik dengan melibatkan sebanyak mungkin rakyat yang 
diterapkan pada negara-negara kota, pada zaman Yunani kuno kerap mendapat 
kecaman mulai dari Plato, Polybios, bahkan Aristoteles. 

Ketiganya menyatakan, demokrasi langsung hanya menguntungkan satu pihak, karena 
penyelenggaraannya didominasi oleh para orator yang dibayar oleh para pembayar 
pajak. 

Plato menyatakan, demokrasi langsung sama-dengan mobokrasi (the rule of the 
mob), karena setiap orang bergerombol dan memutuskan putusan publik tanpa 
didasarkan pada pengetahuan yang memadai bagi kemaslahatan publik. Bahkan, 
Polybios menyatakan dalam teori klasiknya The Cycle of Polybios yang dikutip 
Aristoteles, bentuk pemerintahan demokrasi merupakan bentuk pemerintahan oleh 
orang banyak yang paling buruk (the bad form of government by many), karena 
setiap orang memerintah, sehingga tidak jelas siapa yang diperintah.

Demokrasi perwakilan merupakan bentuk penyempurnaan demokrasi langsung. Cara 
pengambilan keputusan publik hanya melibatkan orang-orang yang memiliki 
kompetensi dan kepedulian bagi kepentingan publik. Kompetensi dan kepedulian 
tersebut merupakan kredibiltas para calon wakil rakyat yang dipertaruhkan pada 
saat kampanye pemilihan umum. Para wakil rakyat inilah yang kemudian 
menyelenggarakan kedaulatan rakyat yang didasarkan pada kehendak rakyat yang 
diwujudkan dalam pemilihan umum.


Daulat Partai

Demokrasi perwakilan tersebut diserahkan pada partai-partai politik, sehingga 
secara konkret kedaulatan rakyat dari rakyat diserahkan kepada partai politik. 
Konsekuensi inilah yang mendasari pencalonan presiden dan wakil presiden 
diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan 
umum. Beberapa partai politik kemudian secara leluasa menentukan kriteria calon 
presiden dan wakil presiden dari partainya dengan beragam pendekatan dan sesuai 
kepentingan dewan pimpinan partai politik. 

Dari satu partai politik dapat muncul delapan calon presiden, sedangkan dari 
partai politik yang lain muncul dua-tiga calon ber- beda. Ada juga partai 
politik yang mengusung satu calon atau jika tidak diajukan partai politik 
tempatnya berkiprah, seorang calon dapat "menyewa" partai politik lain. Bahkan, 
jika tidak diajukan partai politik tempatnya berkiprah, silakan membuat partai 
politik baru.

Fenomena tersebut secara kasatmata membuktikan partai politik belum sepenuhnya 
dapat menyelenggarakan kedaulatan rakyat, sebagaimana dirumuskan pada saat 
perubahan konstitusi, sehingga tuntutan kejelasan pelaku dan mekanisme 
penyelenggaraan kedaulatan rakyat mampu menghindari beragamnya penafsiran 
terhadap kedaulatan rakyat. 


Penulis adalah Dosen HTN Fakultas Hukum Universitas Pancasila




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke