http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2009/05/14/brk,20090514-176153,id.html

Demokrasi Indonesia Masih Bayi

Kamis, 14 Mei 2009 | 01:30 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta: Reformasi yang telah berjalan menuju 11 tahun, 
menurut budayawan Goenawan Muhammad, masih bayi untuk menjadi Demokrasi dan 
bukan oligarki. "Dibandingkan Perancis, kita masih bayi," ungkap Goenawan 
Mohammad dalam peluncuran Buku Demokrasi dan Kekecewaan di Komunitas Salihara, 
Jakarta, Rabu Malam(13/5) 

Berbicara demokrasi, katanya, tanpa melibatkan minoritas tertindas sama saja 
tak memeliharanya. "Demokrasi harus sensitif melihat yang lain," urai Goenawan. 
Ia memisalkan partai Islam yang mengusung demokrasi tapi melibaskan aliran 
sempalan, bisa dianggap tak layak menyandang demokrasi sebagai ideologinya. 
Komitmen dalam demokrasi, Goenawan melanjutkan, adalah perjuangan tanpa merusak 
yang sudah ada.

Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara A. Setyo Wibowo mengingatkan 
demokrasi di Indonesia kini tak lebih dari oligarki (beberapa orang yang 
berkuasa). Reformasi yang berjalan, lanjutnya adalah oligarki semisal dinasti 
Gus Dur, Dinasti SBY, bahkan sekelompok orang pemilik badan-badan survei. 

"Kaum ini selalu "mengajari" kita mengenai demokrasi," jelas Setyo Wibowo, "dan 
persis itu yang harus dilawan."  Perlawanan ini dengan dalih kesetaraan semua 
orang. Semua orang, wajib mengkritisi kebijakan yang dibuat, ujar Wibowo.

Arianto A. Patunru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas 
Ekonomi Universitas Indonesia menyarankan untuk percaya saja demokrasi yang 
masih bayi ini. "Biarkan demokrasi bergerak," harapnya. Asalkan pergerakannya 
tidak terlalu liar.

Tapi sayangnya,kata Arianto, masih jarang masyarakat yang percaya pada 
demokrasi tanpa menjadi fanatik. Ia mengingatkan, akibat kepercayaan yang 
berlebihan, maka kalau gagal, akan timbul kekecewaan besar.


DIANING SARI 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke