**  >   Btw. Saya mau mempersingkat tulisan saya dengan
> mengkomentari satu topik saja :  AGAMA.
>   2003 lalu, dalam khotbah idul fitri, tokoh Muhammadiyah,
> Syafii Ma'arif mengangkat  tema yang menarik. Dia mengatakan
> bahwa agama telah gagal ! Agama gagal  menjawab
> realitas sosial ekonomi  dan politik masyarakat.
>   Ya sebab agama gagap dalam menjawab persoalan bangsa.
> Agama tidak mampu memberikan  jalan bagi 'perdamaian,
> ' malah memberikan jalan bagi kekerasan dan konflik,
>  yang  terus berlangsung. Agama malah memicu
> ketegangan-ketegangan di antara masyarakat beragama.

**  > Mestinya para representator membangun cara pikir lain untuk
> menunjukkan kehadiran agama. Saya menunggu para kyai, nyai,
> ustadz, pendeta, pastor,..dll. membuat tindakan mendorong
> Negara keluar dari rejim ekonomi global yang menindas.
> Mari atasi pemiskinan sama-sama. Mari bicara bagaimana
> perut rakyat tidak lagi lapar. Mari bicara bagaimana tanah,
> tambang, hutan, air, yang  sesungguhnya punya rakyat miskin itu
> bisa memberi makan dan kesejahteraan,  serta kemanusiaan pada rakyat.
> Bagaimana keadilan itu diberikan sebagai hak rakyat. Dengan demikian
> agama memenuhi ruang dinamika umat.


Tanggapan :
Pada dasarnya persoalan yang diutarakan oleh mbak " poetry_timoer " mengenai
agama, seperti yang dikutip diatas, juga yang menjadi sebab kegelisahan kaum
rokhaniawan yang dekat dengan akar rumput, yang kemudian membidani lahirnnya
paham "Teologi Pembebasan" di Amerika Latin.
Salah seorang tokoh puncaknya adalah Leonardo Boff. Sebagai seorang Kristen,
Boff menganjurkan kepada sesama umatnya untuk mempelajari secara ilmiah
tentang seluk beluk problem sosial, tentang sebab-sebab adanya kemiskinan,
ketidak adilan dan berbagai problem sosial yang ada dalam masyarakat saat
ini.
Bertolak dari jalan pikiran seperti itu, Boff sampai pada kesimpulan, bahwa
umat
Kristen untuk bisa tanggap dalam menghadapi problem sosial yang ada, perlu
mempelajari tulisan Karl Marx, perlu belajar teori Marxisme, yang dianggap
satu-satunya ilmu yang kompeten dalam hal ini. Dengan menggunakan ilmu
sosial yang canggih maka dengan alat itu umat Kristen bisa lebih tanggap
terhadap problem sosial yang dihadapi oleh kaum akar rumput.

Kalau di Amerika Latin ada Leonardo Boff, maka di Indonesia pernah ada tokoh
Islam dari gerakan Serikat Islam (SI), yaitu Haji Misbach. Dalam
perjuangannya melawan penjajahan kolonial Belanda,
Haji Misbach menganjurkan kerjasama antara para penganut Islam dengan
penganut
paham Komunisme di Indonesia, karena menurut Misbach antara Islam dan
Komunisme itu ada kedekatan dalam ajarannya, yaitu dalam hal membela
kaum yang lemah, memerangi yang bathil, yang tidak adil, demi membangun
kerukunan dan kesejahteraan sesama umat.
Karena kegigihannya dalam perjuangan melawan pemerintah kolonial Belanda,
akhirnya oleh pemerintah kolonial Belanda Misbach ditangkap dan dibuang
ke Digul bersama para pejuang kemerdekaan lainnya.

Belajar dari sejarah bangsa kita dan dari bangsa lain, maka sudah semestinya
kita bisa menyadari tentang prioritas sasaran perjuangan kita untuk
membangun konsolidasi seluruh kekuatan yang bisa mendorong maju proses
demokratisasi di Indonesia. Jangan sampai kekuatan pro Demokrasi diadu domba
satu sama lain dengan isu yang kontra produktif terhadap sasaran pokok
perjuangan untuk menegakkan HAM, Demokrasi, Keadilaan Sosial dan KLH.


Salam,

Arif  Harsana


----- Original Message ----- 
From: "poetry timoer" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, March 14, 2006 9:23 AM
Subject: [mediacare] Perdebatan RUU Porno di milis MEDIACARE


>     Saya mengamati aktif perbincangan mengenai RUU APP di milis  ini.
Awalnya gak nggeh, lalu mengikuti dan terbawa arusnya. Lama-lama saya  capek
sekali mengamati perdebatan kawan-kawan semua. Walau begitu saya simpan
juga perbedatan itu di folder tersendiri. Mungkin kalau lagi bengong saya
sempat buka-buka posting kawan-kawan.
>
>   Perbedatan ini sungguhpun melelahkan memberikan gambaran mengenai
'pertarungan  sosial kita.' Ada polemik  etnisitas, ada polemik agama dan
keyakinan, ada polemik mengenai eksistensi  perempuan. Yang jelas pasti
sulit upaya 'menunggalkan' etnisitas yang beragam  menjadi 'seragam.'
Keseragaman menjadi bagian dari kekerasan sosial atas tata  budaya yang
dibangun oleh pengetahuan manusia/ entitas kolektif dalam waktu
bertahun-tahun malah mungkin berabad-abad. Memaksanya seragam adalah
pematian  (kalau bilang pembunuhan nanti terkesan sadis) pengetahuan
kolektif manusia.
>
>   Pun sulit membangun tafsir tunggal agama dan keyakinan di samping adanya
perbedaan agama-agama maupun perbedaan tafsir dalam satu agama yang sama.
Ibarat kotak, kalau dipandang dari sudut yang berbeda akan berbeda juga
bentuknya. Begitupun wahyu. Konteks realitas ruang dan waktu akan membuat
agama  penuh dengan tafsir. Dan semuanya sesungguhnya bagian dari 'rizki'
yang  disyukuri sebab dengan perbedaan itu dialektika akan terjadi dan ilmu
pengetahuan dapat berkembang. Maka dari itu 'pemaksaa tunggal' tafsir atas
wahyu adalah bentuk anarkhi atas kelangsungan pengetahuan manusia (akal)
dalam menafsirkan wahyu.
>
>   Dalam wacana perempuan, mengklarifikasi 'simplifikasi' atas kelompok
yang  menolak RUU APP sebagai tidak taat, saya mesti menambahkan identitas
saya.  Catatan saya juga berjilbab, oh ya saya berjilbab sejak rejim tidak
memperbolehkan jilbab di sekolah, dan sempat juga ikut demo supaya jilbab
boleh  dipakai. Menurut saya itu bagian dari pilihan ekspresi beragama
seseorang, jadi  mengapa negara harus membatasi ? Pertanyaan yang sama yang
saya ajukan saat  ini. Kenapa  'kelompok dengan identitas politik' juga
memaksakan pandangan  mereka  pada ekspresi beragama yang berbeda caranya.
Saya protes soal  'kekerasan pada ahmadiyah, pada kaum konghucu, saya juga
protes pada RUU APP  yang gak sensitif pada  pemaknaan  keberagamaan dalam
konteks  keindonesiaan.
>   Saya tidak tahu kenapa tiba-tiba dalam persepsi saya ketika mendengar
para  pendukung RUU APP itu berargumen, tiba-tiba tubuh saya seperti
terlihat  menjijikkan. Saya kesal dan sangat kesal sebab sepertinya saya
tidak lagi  memiliki tubuh saya sendiri. Bagaimana memuliakan perempuan
kalau tidak menghargai  'kemerdekaan' perempuan atas tubuh dan pikirannya?
Anarkhis sekali.
>
>   -------
>   Btw. Saya mau mempersingkat tulisan saya dengan mengkomentari satu topik
saja :  AGAMA.
>   2003 lalu, dalam khotbah idul fitri, tokoh Muhammadiyah, Syafii Ma'arif
mengangkat  tema yang menarik. Dia mengatakan bahwa agama telah gagal !
Agama gagal  menjawab realitas sosial ekonomi dan politik masyarakat.
>
>   Ya sebab agama gagap dalam menjawab persoalan bangsa. Agama tidak mampu
memberikan  jalan bagi 'perdamaian,' malah memberikan jalan bagi kekerasan
dan konflik yang  terus berlangsung. Agama malah memicu
ketegangan-ketegangan di antara masyarakat beragama.
>
>
>       Lebih penting lagi, agama tidak memberikan jawab bagi  persoalan
objektif rakyat yaitu pemiskinan dan penindasan, serta keadilan.  Agama
gagap menjawab kelaparan yang dialami rakyat. Representator agama hanya
sanggup berceramah lalu melakukan kegiatan karitatif tetapi lupa untuk
membongkar akar kemiskinan. Kata kesabaran dan ikhlas tidak cukup mengganjal
perut rakyat/umat yang kelaparan. Adakalanya lebih ironis lagi representator
agama malah membangun pembenaran penindasan  ekonomi politik atas dasar
agama.
>
>       Padahal kelahiran/kehadiran setiap Nabi-nabi di hadapan umat,
sebagian besar karena persoalan ketimpangan ekonomi politik dan penindasan
kemanusiaan (dehumanisasi). Nabi hadir untuk membebaskan manusia dan membawa
pulang kemanusiaan manusia. Bukankah demikian waktu Musa datang membebaskan
Yahudi dari perbudakan Fir'aun. Bukankah demikian pula Isa  waktu
membebaskan kemanusiaan 'nasrani' dari  invasi, hegemoni dan penindasan
Romawi. Bukankah demikian pula dengan Muhammad.  Muhammad mengajarkan
perlawanan terhadap hegemoni ekonomi politik para  bangsawan dan saudagar
Mekkah. Khalifahnya mengajarkan perlawanan pada rejim  imperium Persia  dan
Romawi.
>
>       Sayang sekali agama tidak ditafsir dalam konteks ruang dan  waktu
yang dinamik. Agama juga tidak ditafsir dalam konteks realitas pemiskinan
yang kini hadir. Dengan demikian agama menjadi 'mati' dari hati kemanusiaan.
>           Kegagalan agama menjawab segala konteks tersebut hendak
ditutupi oleh para 'interpretator atau saya menyebutnya representator'
(mereka  yang menganggap dirinya representasi identitas agama) dengan
upaya-upaya  membangun 'pengakuan' baru atas agama melalui tema 'moralitas'
yang  diformalkan. Moralitas yang diformalkan diwujudkan dalam bentuk  model
pakaian, dan symbol-simbol lain. RUU APP juga menjadi bagian dari moralitas
formalis tersebut.
>
>       Kesimpulan saya : tindakan membangun moralitas formalis adalah
symbol dari buntunya jalan pikir representator agama menjawab realitas
objektif dan  upaya mereka membangun pengakuan atas kehadiran agama di ruang
umat maupun Negara.
>
>       Sedikit catatan : Gerakan  islam dengan yang memilih jalan moralitas
formalis ini, menurut catatan saya  lahir di akhir 80-an masuk 90-an. Dimana
saat itu booming minyak menghasilkan  masyarakat baru Indonesia yang 'lebih'
sejahtera dibanding orla. Analogi dengan  sejarah islam di era kejayaan
islam (sering diwakili Irak dengan cerita-cerita  Nashrudin, seribu satu
malam,.dll). Gerakan moral, ibadah vertical banyak  memenuhi ruang diskusi
islam saat kejayaan itu.
>       Sayangnya kalau di  Indonesia, gerakan itu tidak mampu
mentransformasikan dirinya ketika situasi  ekonomi politik berubah
arah..meloncat dari ruang sejahtera menjadi miskin.miskin.  Dan gagaplah
mereka.
>
>       Mestinya para representator membangun cara pikir lain untuk
menunjukkan kehadiran agama. Saya menunggu para kyai, nyai, ustadz, pendeta,
pastor,..dll. membuat tindakan mendorong Negara keluar dari rejim ekonomi
global yang menindas. Mari atasi pemiskinan sama-sama. Mari bicara bagaimana
perut rakyat tidak lagi lapar. Mari bicara bagaimana tanah, tambang, hutan,
air.yang  sesungguhnya punya rakyat miskin itu bisa memberi makan dan
kesejahteraan,  serta kemanusiaan pada rakyat.Bagaimana keadilan itu
diberikan sebagai hak rakyat. Dengan demikian agama memenuhi ruang dinamika
umat.
>
>
>       timoer
>
>
>
>
>
>
>
>
> Klik: http://mediacare.blogspot.com
>
> Untuk berlangganan, kirim email kosong ke:
> [EMAIL PROTECTED]
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke