Lembaga Sastra Pembebasan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
   
  Date: Fri, 26 Jan 2007 10:00:58 -0800 (PST)
From: Lembaga Sastra Pembebasan <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: KISAH PAHIT SEORANG TAHANAN G30S "BULEMBANGBU" Oleh N. Syam. H ( IV ) 

   
    KISAH PAHIT SEORANG TAHANAN G30S
   
  BULEMBANGBU
Oleh  N. Syam. H

   
   
  SALEMBA:  Menjadi Tukang Pijat - Hal 36 - 41
   
  Berkumpul dengan pak Alex sebenarnya aku cukup cocok dan serasi, seminggu 
empat besukkan dengan menggendong seorang non besukkan. Aku seminggu mendapat 
dua kali kiriman besukkan, dengan volume yang lumayan. Teh, gula dan kopi, 
cukup untuk tiga hari buat tiga orang, nasi untuk menambahi ompreng yang makin 
lama makin tipis, juga masih ada sisa untuk sarapan pagi, walaupun hanya dua 
tiga sendok seorang. Tambahan makanan untuk ganjel perut, ada juga, empat lima 
potong singkong rebus yang masih kulitan. Singkong yang direbus dengan kulitnya 
bisa bertahan dua tiga hari. Lauk kering seperti, kering tempe digulain atau 
ikan gereh dicabein, sangat nikmat buat perut lapar, rara ireng selalu ada.
   
  Ada kebiasaan yang kurang baik, bagi orang-orang perokok, kalau menerima 
besukkan, yang dicari terlebih dahulu adalah tembakaunya, kalau yang satu ini 
tidak ada, biasanya si penerima akan gerendengan, mungkin memaki-maki 
keluarganya, walaupun hanya dalam hatinya. Menjadi tahanan bagi para perokok, 
merupakan siksaan tambahan. Aku sendiri merasakan hal itu. Merokok sehabis 
makan, rasanya nikmat sekali. Ada seorang teman dengan besukkan yang tak 
menentu datangnya, tapi merokoknya kayak sepur, alias kereta api, maunya mulut 
itu tak lepas dari asap rokok. Lalu bagaiman caranya untuk mendapatkan rokok?. 
Dicarinya puntungan-puntungan rokok, dikumpulkan lalu diurai dan dijemur, 
selanjutnya tembakau itu dilinting kembali. Di dalam penjara puntungan rokok 
disebut dengan ‘jangkrik’, jadi jika dikatakan seseorang sedang mencari 
jangkrik itu berarti ia sedang mencari puntungan rokok. Suatu ketika si teman 
ini tidak berhasil mendapatkan satu pun puntungan rokok. Biasanya para tahanan
 tidak bisa lagi merokok setelah sel dikunci, waktunya malam hari sesudah 
shalat Isya, kira-kira jam tujuh malam. Pada jam delapan malam kepala blok 
biasa berkeliling, mengontrol sel dengan membawa umpet (gombal, atau kain bekas 
yang dipintal jadi semacam tambang, kemudian disulut api), kepala blok 
berkeliling sambil menawarkan api terakhir. Para tahanan tidak diizinkan 
menyimpan korek api, hukuman berat bagi yang melanggarnya. Si gila rokok kali 
ini benar-benar kena batunya, tak sepotong  jangrik pun ia miliki, maka 
berteriak-teriaklah dia seperti orang gila. Kepala blok jadi jengkel mendengar 
teriakan-teriakannya, karena mengganggu sesama tahanan. Geregetan, kepala blok 
mengambil selembar kertas rokok dan sepotong robekkan kain gombal, lalu 
dilintingnya hingga menyerupai sebatang rokok, dengan jengkel kepala blok 
melempar lintingan rokok itu kepada si gila rokok, “Nih, rokoklah!,” kata 
kepala blok pada si gila rokok. Lintingan itu diambil lalu disundut dan 
dihisapnya
 dalam-dalam. Apa kata si gila ini?, “Ah, nikmat sekali, terimakasih pak!” 
Edan!,  benar-benar sudah edan dia.
   
  Kumpul dengan pak Alex, aku mendapatkan ilmu memijat. Ceritanya, suatu saat 
pinggangku terasa sakit, badanku pun terasa meriang, mungkin sisa-sisa rasa 
sakit bekas siksaan dan cambukkan buntut ikan pari sewaktu di Budi Kemuliaan, 
kambuh.
   
  “Mau aku pijit, Ji?” tawar pak Alex.
  Di Salemba, aku biasa dipanggilnya dengan sebutan “Kaji”. Aku sendiri nggak 
ngerti kenapa aku dipanggil Kaji, mungkin karena kulitku yang hitam dan 
hidungku yang mancung kayak orang Arab. Dan sejak masuk Blok-Q,  Pak Alex  
sendiri mendapat julukkan “Dorla”, alias Mandor Kepala.
   
  “Mau, Ndor”
   
  “Mana yang sakit?”
   
  “Nih, nih punggung ini terasa sakit, ngilu dan panas”
   
  “Tahan ya Ji, pijitanku  sakit. Tapi menurut ajaran yang aku dapat, sakit 
karena salah urat atau keseleo, urat atau bagian yang sakit itu tidak boleh 
dipijat, yang dipijat adalah bagian-bagian atau urat-urat yang ada hubungannya 
dengan urat-urat yang terasa sakit. Nah sekarang tahan”
   
  Yang terasa sakit punggungku, tapi yang dipijat malah ujung betis bagian 
atas, di balik dengkul. Owalah sakitnya nggak kepalang tanggung, berteriaklah 
aku kesakitan.
   
  Saat aku dihajar habis-habisan oleh tim Kalong dulu, aku diam saja, tak 
sepatah kata pun aku mengaduh, karena kulit yang telah kebal akibat cambukkan, 
mengurangi rasa sakit siksaan selanjutnya.
   
  “Tahan sedikit Ji, aku kan sudah bilang, kalau pijitanku sakit. Tahan 
sebentar, nanti juga akan baik, ngilu serta meriangnya juga pasti hilang”
   
  Benar juga, menahan rasa sakit, mengeluarkan banyak keringat, karena keringat 
keluar maka rasa panas dinginnya jadi hilang. Hebat!.
   
  Secara pokok cara memijat, diajarkannya padaku, untuk bisa praktek memijat, 
aku biasa mengikuti caranya dia memijat teman yang sedang sakit. Akhirnya, aku 
diangkat oleh pak Alex, menjadi asisten juru pijat. Aku pun mulai praktek.
   
  Suatu hari, seorang tapol, yang terhitung masih anak muda, mengikuti lomba 
voli antar blok, ibu jari tangan sebelah kanannya, bengkak karena menyemes 
bola. Dengan petunjuk Dorla, aku pijat urat sikunya, dua tiga kali aku pijit, 
bengkaknya hilang dan sembuh. Aku pun senang.
   
  Pak Alex, sebelum masuk Ormas Tani, mulanya juga orang biasa-biasa saja, suka 
judi, sabung (adu) ayam dan yang lainnya. Bicara soal adu ayam aku memang tak 
mengerti, tapi kalau bicara tentang ciri-ciri  ayam yang baik untuk diadu, 
sedikit-sedikit aku ngerti. Daerah asalku adalah gudangnya ayam aduan, banyak 
orang-orang dari daerah lain yang datang untuk mencarinya. Pak Alex pernah 
bercerita, ia pernah punya seekor ayam aduan yang seolah bisa dikomando, ketika 
diadu. Satu ketika ayam aduannya menang, dan ayam lawan yang kalah, tiba-tiba 
ditendang oleh pemiliknya hingga menggelepar, melihat hal ini, pak Alex pun 
menegurnya, “Mas, mbok ya yang punya rasa kasihan sedikit, dia kan sudah 
menahan rasa sakit karena dipatok oleh lawannya, tadi dia juga sudah berusaha 
untuk menang, tapi dasarnya memang kalah kuat dan kalah tahan, ya akhirnya ayam 
mas kalah”
   
  “Eh, apa kau bilang?” kata si pemilik ayam, “Itu ayam-ayamku sendiri, mau 
kuapakan itu urusanku, kalau perlu aku juga bisa menendang perutmu!”
   
  “Gila Ji, aku ditantang, ya aku pasang kuda-kuda, siap. Bisa ‘bengka’ itu 
perut, kusapu dengan tendanganku.”
   
  Begitulah, di dalam perjudian tak jarang berakhir dengan perkelahian. Pak 
Alex juga seorang olah ragawan sepak bola, dia mengaku bisa mempunyai watak 
arif dan sabar sejak memasuki ormas.
   
  Masih di Blok-Q, aku bisa belajar mengukir batok menjadi mainan dan hiasan 
dari saudara Mursid, dia tergolong masih anak-anak, dan dia menjadi pelayannya 
pak Ganis Harsono. Mungkin dia menjadi tahanan dan masuk ke penjara ini karena 
menggantikan bapak ataupun saudaranya yang tidak ketemu, waktu dicari aparat, 
yah sama halnya dengan masuknya Pak Jul kepenjara, karena menggantikan anak 
perempuannya yang disandera.
   
  “Pak Ji, cari batok dulu,” kata Mursid
  Aku pun berusaha mencari batok yang dimintanya, setelah kudapat, kuberikan 
kepadanya.
   
  “Nah, Pak Ji, batok ini dikerok permukaannya, hingga tulang-tulang sabutnya 
hilang sama sekali. Kalau sudah, bentuk dulu menurut keinginan bapak, apa jadi 
segi lima , persegi empat, bulat atau oval. Nah kalau sudah dibentuk, ambil 
tengah-tengahnya, digaris melintang atas bawah, pinggiran garis atas dan bawah 
ini dikerok (dikeduk) rata, sehingga terlihat menyerupai lempengan batok di 
atas batok. Kemudian lempengan ini dibagi-bagi lagi dengan ukuran yang sama 
sebanyak huruf yang diperlukan untuk satu nama, misalnya nama pak Kaji, berapa 
huruf, sepuluh atau sebelas, maka bagilah lempengan  tadi menjadi sepuluh atau 
sebelas bagian, dan setiap garis pembatas bagian itu dikeduk lagi, sehingga 
sekarang yang nampak bukan lempengan lagi, tapi kotak-kotak persegi empat kecil 
yang nempel di atas batok. Nah sekarang tinggal mengukirnya, bikin huruf ‘O’ 
misalnya, potong saja setiap ujung segi empat itu, lalu keduk sedikit bagian 
tengahnya, maka jadilah huruf ‘O’, gampangkan pak.”
   
  Edan juga nih bocah, ternyata segala sesuatu jadi mudah dan nggak terlalu 
sulit kalau dikerjakan menurut teorinya.
   
  “Nah, sekarang coba bapak kerjakan sendiri”
   
  Sekali gagal, dua kali masih juga gagal, tapi usaha yang ketiga dan 
seterusnya sudah bisa menghasilkan sesuatu, walaupun masih kasar, tapi 
selanjutnya menjadi bertambah baik. Begitulah berkreasi, menghitung waktu 
sambil menunggu nasib yang tak menentu.
  Memijat dan mengukir batok, menjadi kegiatanku yang menyenangkan. Kalau tidak 
sangat perlu, memijat hanya bisa dilakukan pada saat hari-hari besukkan.
   
  “Habis memijat mesti lapar, karena memijat itu memerlukan banyak tenaga, 
bahkan kadang-kadang keringat si pemijat lebih banyak keluar dibanding dengan 
yang dipijat,” kata pak Mandor.
   
  Pernah aku melakukan pemijatan di luar hari besukkan, akibatnya, eeh 
bener-bener kempas-kempis nafasku dibuatnya.
   
  “Sudah kubilang apa,” kata pak Alex, 
  "Jangan lakukan pemijatan di luar hari-hari besukkan, kalau tidak penting 
benar, bukan kerena kita mengharap imbalannya, tapi setidaknya kalau di hari 
besukkan kan ada makanan tambahan dari keluarga, itu kalau keluarga ngirim, 
syukur-syukur ada extra pudingnya. Bandel sih, sekarang rasakan sendiri 
akibatnya, lapar Ji?" lalu dia nyengir padaku.
   
  Sontoloyo!, ada orang lapar malah dicengirin, sok lo pake ada extra puding 
segala, omelku, walau cuma dibatin. Tapi memang benar juga kata-kata si Dorla, 
sejak itu aku tak mau lagi memijat di luar hari besukkan.
   
  “Ji,” katanya
   
  “Apa, Ndor?”
   
  “Bikinin aku lebel, Ji, bentuknya gambar ayam jago”
   
  “Ayam jago yang gimana?”
   
  “Ayam jago aduan”
   
  “Boleh aku buatkan, tapi jangan ayam jago aduanlah”
   
  “Lha, ayam apa?”
   
  “Agar terlihat seninya, sebaiknya ayam jago hias saja. Itu lho gambar ayam 
kate, atau ayam bekisar yang punya jengger lebar, godoh (gembel) landung dan 
ekor melengkung, gimana setuju?”
   
  “Setuju Ji”
   
  “Entar kalau besukkan datang, kembalikan tasnya dengan diisi cuwilan batok, 
supaya keluarga ngerti kalau ente perlu kiriman batok”
   
  Di penjara ada banyak bahasa kode, misalnya kalau kita butuh gapyak, isi saja 
tas keluarga dengan potongan gapyak bekas, butuh tikar, cari sobekkan tikar, 
masukkan dalam tas besukkan. Maka pada hari besukkan berikutnya datanglah 
pesanan itu.
   
  Benar juga, besukkan berikutnya datang, ada batoknya, tapi nggak ada 
mbakonya. Kebetulan kiriman besukkanku nggak datang. Habis makan, mulut terasa 
kecut.
   
  “Sid, dik Mursid”
   
  “Apa Pak Ji?”
   
  “Tolong Sid, carikan jangkriknya pak Ganis”
   
  “Ya, pak”
   
  Sampai di sel, ditegurlah si Mursid oleh pak Ganis.
   
  “Cari apa, Sid?”
   
  “Cari jangkrik, pak”
   
  “Kamu mulai merokok ya?”
   
  “Nggak pak”
   
  “Lha itu cari jangkrik buat siapa?”
   
  “Pak Mandor besukkannya nggak ada tembakaunya, sedang pak Kaji, kirimannya 
nggak datang”
   
  “Ayo buang puntungan itu Sid, nih dua batang, buat pak Mandor dan temennya”
  Alhamdulillah, dua batang Ji Sam Su, rokok termahal waktu itu. Rasanya nggak 
mau aku habiskan sesaat. Kusimpan puntungannya buat dihisap entar habis makan 
sore.
   
  Kubuat lebel bergambar ayam hias sebaik-baiknya, menurut kemampuanku. Setelah 
selesai kuberikan pada pak Alex, dan setelah itu aku pun berpisah ke lain sel 
dengannya, tapi masih satu blok.
   
  Berpisah dengan pak Alex, aku berkumpul dengan pak Muyono, dia orang PGRI non 
Fak Sentral. Orangnya cerdas, pinter bergaul dan juga respek. Beliau pinter 
main sulap, solidaritasnya tinggi. Dalam setiap kiriman besukkan, pasti ada 
rokok Bentoelnya. Setiap habis makan, beliau pasti mengambil rokok Bentoelnya, 
sebatang. Dibaginya rokok itu menjadi 3 bagian, sama panjang dan dibagikan pada 
kami, teman satu selnya.
   
  Ku urai potongan rokok itu dan ku campur dengan tembakau kawung, lalu ku 
linting menjadi empat lima batang rokok lintingan, cukuplah untuk satu hari 
itu. Berkumpul dengan pak Muyono tidak lama, ada oplosing lagi, aku dipindah ke 
sel yang lain lagi. Kali ini aku dikumpulkan dengan pak Kus, orangnya sudah 
setengah tua, beliau berasal dari Departemen Pertanian, besukkannya juga 
berkwalitas. Pak Kus tahu bener kalau aku mendapat kiriman besukkan dua kali 
seminggu, oleh karena itu dengan enteng saja beliau menerima tawaran kepala 
blok untuk satu sel denganku dengan dibebani satu orang non besukkan.
   
  Suatu malam, saat sel sudah dikunci, badan beliau meriang, mulut terasa 
pahit, tidak ada nafsu makan. Beliau minta dikerok, minyak untuk mengerok tidak 
ada, oleh teman satu selku yang lain, jadilah beliau dikerok dengan jahe. 
Seluruh punggungnya dikerok sampai hitam bergaris-garis, seperti badan seekor 
kuda kemar (kuda zebra). Selesai dikerok, meriangnya tidak juga hilang.
   
  “Bapak mau saya pijat?” aku menawarkan jasa.
   
  “Apa adik bisa mijat?”
   
  “Sedikit-sedikit bisa, pak. Tapi pijatan saya sakit, mau pak?”
   
  “Baik, dik”    
   
  Kulakukan pijatan menurut petunjuk Mandor, kuraba-raba urat yang ada dibalik 
dengkul yang nyambung dengan urat punggung.
   
  “Terasa di punggung nggak, pak?”
   
  “Nggak, dik”
   
  Kucari lagi urat yang nyambung itu.
   
  “Nah dik, sudah terasa dik”
   
  Kutekan terus urat itu, si bapak mendesah kesakitan, kulepas tanganku, 
pijatan kupindahkan menurun ke bagian betis, pijatan enak untuk mengurangi rasa 
sakit. Berulang-ulang kulakukan itu. Kupindahkan lagi pijatanku, kali ini 
kebagian tulang belikat, di punggung. Kutekan tulang belikat itu dengan ibu 
jari, secara merata, kutelusuri pula lingkaran belikat itu dengan jari, 
kuulangi hal itu beberapa kali, kuurut punggungnya dari atas ke bawah juga tepi 
kanan kiri tulang punggungnya, kulipat kulit punggung dan kutarik keatas, 
selesailah pokok-pokok pijatan, Kuteruskan dengan bonus, pijatan enak di 
seluruh badan, mulai dari kaki, pinggang, tangan, leher, tengkuk dan kepala. 
Komplit sudah.
   
  “Sudah pak, pijatan sudah selesai. Sekarang coba bapak berdiri, bungkukkan 
punggung bapak dua tiga kali, kemudian putar pinggang ke kiri dan ke kanan 
beberapa kali”
   
  “Enak dik, enteng badan saya rasanya, kok seperti disulap, bener-bener enak 
badan saya sekarang. Adik kok pintar mijat, belajar di mana?”
   
  “Nggak pak, belajar di sini saja, saya belajar sama pak Mandor, saya diangkat 
jadi asistennya. Kalau hanya sakit yang enteng-enteng, meriang misalnya, cukup 
diserahkan pada saya saja, tapi kalau belum sembuh juga, barulah pak Mandor 
sendiri yang menangani. Dan pak Mandor pesan, kalau mijat hendaknya dilakukan 
hanya pada hari besukkan saja, soalnya kalau habis mijat biasanya suka lapar”
   
  “Wah, maaf dik, lha ini nggak ada apa-apa. Jadi maaf ya dik, tapi besok kan 
hari besukkan, mudah-mudahan kiriman kita datang, jadi kita bisa makan agak 
enak dan kenyang. Sekarang merokok kawung sajalah dulu”
   
  “Nggak apa-apa pak, ini kan keadaan darurat, bapak perlu sembuh, biar kiriman 
datang kalau badan sakit, makan juga nggak enak”
   
  Dua tiga kali, kami merokok kawung, kemudian tidur.
   
  Pagi harinya, namaku mendadak jadi terkenal sebagai tukang pijat. Pak Kus ini 
ngomong dan mempromosikan aku pada teman-teman tahanan yang lain.
   
  “Aku punya tukang pijat tokcer,” begitu katanya.
   
  Sejak itu aku sering mendapat panggilan memijat, dari memijat aku bisa dapat 
celana pendek, tembakau, sabun cuci dan lain-lain, tentu saja dari mereka yang 
mampu memberi. Bagi mereka yang nggak mampu memberi, aku pun nggak pernah 
menolak untuk memijat mereka.
   
  Pada hari-hari tidak ada panggilan memijat, aku isi dengan mengukir batok, 
atau main gaple, main scrabel, atau belajar membaca tulisan Arab. Aku bisa 
membaca tulisan Arab dari bung Suyudi. Bung Suyudi ini punya sistem mengajar 
membaca tulisan Arab yang sangat mudah dimengerti dan diterima.
   
  “Gini lho, Ji. Lha wong  sampeyan di panggil Kaji, kok nggak bisa membaca 
tulisan Arab”
   
  “Ah, panggilan Kaji itu kan cuma karangannya mandor saja”
   
  “Lha, sekarang semua orang panggil sampeyan ya Kaji”
   
  “Biarin aja, dipanggil Kaji nggak patekan ini”
   
  “Ji, lihat tulisan ini. Seperti halnya dengan huruf latin, huruf Arab pun 
bisa digandeng-gandeng. Kalau huruf latin biar digandeng, bentuknya tetap, 
nggak berubah, tapi kalau huruf Arab bisa berubah. Misalnya nih, huruf ‘Bak’, 
kalau berdiri sendiri bentuknya kaya mangkok, ada satu titik di bawahnya, kalau 
titiknya ada di atas dia jadi huruf ‘Nun’. Nah kalau sudah digandeng, 
kadang-kadang bentuk huruf ‘Bak’ atau ‘Nun’ ini nggak nampak jelas, bisa kayak 
lengkungan kecil atau garis saja, tapi yang jelas di bawah atau di atas 
lengkungan itu tetap ada titiknya, jadi itu tetap di baca huruf ‘Bak’ atau 
‘Nun’. Perhatikan lagi nih, ini huruf ‘Bak’ sudah digandeng, tapi titik di 
bawahnya nggak satu melainkan dua, nah ini namanya jadi huruf ‘Jak’. Huruf 
‘Nun’ sudah digandeng titik di atasnya ada dua, dibaca jadi huruf ‘Tak’, kalau 
titik di atasnya ada tiga jadi huruf ‘Syak’ . Ada lagi, lengkung-lengkung dua, 
tanpa titik, itu huruf ‘Sin’ , kalau titiknya di atas, ada tiga, itu jadi
 huruf ‘Syin’ . Ada juga huruf yang sudah digandeng bentuknya jadi runcing, 
tanpa titik itu huruf ‘Ha’ , kalau pakai titik satu di bawah itu huruf ‘Jim’ , 
kalau titik satu di atas itu huruf ‘Kha’. Semua huruf-huruf itu kalau dicoret 
bawahnya, bunyinya jadi ‘I’, kalau dicoret atasnya, bunyinya jadi ‘A’, kalau di 
kasih tanda kayak toge di atas, bunyinya jadi ‘U’ dan kalau dikasih bulatan di 
atas, jadi mati. Contoh nih, huruf ‘Ba’ jadi, ‘Bi-Ba-Bu’, kalau yang lancip 
titik satu di bawah jadi ‘Ji-Ja-Ju’, begitu seterusnya.”
  Dan akhirnya dengan sistem ini, aku pun mulai bisa membaca tulisan Arab.
   
  Banyak pengalaman, menunjukkan seseorang bisa menguasai salah satu atau 
beberapa bahasa asing, seperti Inggris, Perancis dan lain sebagainya, hanya 
karena belajar di dalam penjara. Penjara memang jahanam, tapi bagi yang punya 
kemauan, penjara juga bisa sebagai tempat belajar. Waktu, di penjara sangat 
banyak, jadi ketimbang ngenes, ngelamun, memikirkan nasib tanpa hasil, lebih 
baik manfaatkan waktu sebisa-bisanya dan sebaik-baiknya.
   
  Bersambung ke nr. V -  Pertemuan Dengan Keluarga...41    
  

 
                          Lembaga SASTRA PEMBEBASAN

  Address: Postbus 2063, 7301 DB Apeldoorn – Netherlands
E-Mail: [EMAIL PROTECTED] 
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 
Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65: http://www.progind.net/   














Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 






 
---------------------------------
Access over 1 million songs - Yahoo! Music Unlimited.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke