Ini mah di edit, judul aslinya adalah sbb
   
          From:   "sFe" <[EMAIL PROTECTED]>  Add to Address Book  Add Mobile 
Alert 
Yahoo! DomainKeys has confirmed that this message was sent by yahoogroups.com. 
Learn more    Date:  Sat, 1 Dec 2007 20:25:23 +0000 (GMT)    Subject:  
[zamanku] Departemen Agama RI, Islam Liberal, dan Pelece han QurÂ’an
  
Diedit yach..... 
   
  Salam
  AB
   
   
   
  
rsa <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Sekarang ini nyambung ga judul posting sama judul artikel? Kalo ga 
sama cing-dai saja lah ... sama-sama member ini ... :-))

--- In [EMAIL PROTECTED], sFe <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Departemen Agama RI, Islam Liberal, dan Pelecehan Qur'an Jumat, 23 
Nov 07 19:33 WIB

Nasr Hamid Abu Zayd, intelektual Mesir yang divonis murtad di 
negerinya, telah ditolak kehadirannya oleh umat Islam Riau. Penolakan 
itu dilakukan MUI Riau bersama sejumlah Ormas Islam lainnya. Semula, 
pihak Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Agama memang 
menjadwalkan akan menghadirkan murtadin Abu Zayd dalam acara Annual 
Conference on Islamic Studies (ACIS) in Indonesia VII, yang secara 
resmi telah dibuka Menteri Agama, H. Maftuh Basuni, pada Rabu malam 
(21/11) di hotel Syahid Pekan Baru.

Dalam pidato sambutan pembukaan ACIS VII, Direktur Pendidikan 
Tinggi Islam Depag RI, Prof. Dr. Abdurrahman Mas'ud, MA, menjelaskan 
bahwa Abu Zayd tidak bisa datang karena satu hal. Namun katanya, Abu 
Zayd berjanji akan hadir pada acara International Seminar di UNISMA 
Malang, 26 November minggu depan.

Nasr Hamid Abu Zayd adalah tokoh liberal yang pendapat-pendapatnya 
sangat ekstrim dan norak, sehingga dia divonis murtad oleh Mahkamah 
Mesir. Dia lalu kabur ke Leiden University. Dari sanalah, dengan 
dukungan dana dari jaringan Zionisme, dia mulai mendidik beberapa 
dosen UIN/IAIN. Beberapa muridnya sudah kembali ke Indonesia dan 
menduduki posisi-posisi penting di UIN/IAIN. 

Di Indonesia, para liberalis di kampus-kampus UIN/IAIN menganggap 
murtadin Abu Zayd sebagai rujukan utama. Dalam hasil penelitiannya 
terhadap perkembangan paham-paham keagamaan Liberal di sekitar kampus 
UIN Yogyakarta, Litbang Departemen Agama menulis, "Al-Quran bukan 
lagi dianggap sebagai wahyu suci dari Allah SWT kepada Muhammad saw, 
melainkan merupakan produk budaya (muntaj tsaqafi) sebagaimana yang 
digulirkan oleh Nasr Hamid Abu Zaid. Metode tafsir yang digunakan 
adalah hermeneutika, karena metode tafsir konvensional dianggap sudah 
tidak sesuai dengan zaman.

Amin Abdullah mengatakan bahwa sebagian tafsir dan ilmu penafsiran 
yang diwarisi umat Islam selama ini dianggap telah melanggengkan 
status quo dan menyebabkan umat Islam secara moral, politik, dan 
budaya. Hermeneutika kini sudah menjadi kurikulum resmi di 
UIN/IAIN/STAIN seluruh Indonesia" (Lebih lengkap tentang kekeliruan 
pemikiran Abu Zayd bisa dilihat dalam buku "Al-Qur'an Dihujat", karya 
Henri Shalahuddin, MA (GIP, Jakarta:Jakarta: Mei 2007).

MUI Riau bersama MUI pusat saat ini telah menghimpun data-data 
pelecehan dan penghujatan al-Quran di lingkungan UIN/IAIN. Bahkan, di 
IAIN Surabaya, pernah seorang dosen secara sengaja menginjak lafaz 
Allah yang ditulisnya sendiri. Ia ingin membuktikan bahwa al-Quran 
bukanlah kitab suci, tetapi merupakan hasil budaya manusia. Kata 
dosen tersebut, "Sebagai budaya, posisi Al-Quran tidak berbeda dengan 
rumput. " (Majalah GATRA, 7 Juni 2006). 
Karena itulah, MUI Riau sangat berkeberatan dengan kehadiran orang-
orang seperti Abu Zayd dan antek-anteknya yang menjadi pelayan dari 
kepentingan Zionisme.

Dalam acara ACIS VII ini, sekali pun Abu Zayd tidak datang, tetapi 
buku karya murid kesayangannya, yaitu Dr. M. Nur Kholis Setiawan 
(dosen UIN Yogyakarta, disertasinya diterbitkan dengan judul "Al-
Quran Kitab Sastra Terbesar") yang berjudul "Orientalisme, Al-Qur'an 
dan Hadis", telah diproyekkan untuk dibagikan kepada semua peserta 
ACIS VII. Ini sungguh-sungguh buku yang tidak bermutu, bahkan 
merusak. Akan jauh lebih baik membagikan buku Nasruddin Hoja yang 
mampu menghibur ketimbang buku tersebut. 

Adalah sangat aneh, sosok Abu Zayd yang terang-terangan menghujat 
al-Quran dan juga menjelek-jelekkan Imam Syafii dalam berbagai 
karyanya justru dipromosikan pemikirannya oleh Departemen Agama RI. 
Lebih aneh lagi, pihak panitia ACIS sama sekali tidak menghadirkan 
pembicara yang mampu mengkritik pemikiran Abu Zayd. Padahal, dalam 
semboyannya ditulis, "ACIS: Barometer Perkembangan Studi KeIslaman di 
Indonesia." Adakah hal ini mengindikasikan Depag dan Panitia ACIS 
telah kemasukan kacung-kacung Zionis yang kita kenal dengan sebutan 
kaum liberalis?

MUI Riau menganggap panitia ACIS memiliki agenda tersembunyi, 
karena selain mengundang murtadin bernama Abu Zayd yang jelas-jelas 
memusuhi Islam, panitia juga mengundang para orientalis Barat dan 
orang non-Muslim seperti Prof. Mark Woodward, Ph. D., Prof. Ron 
Lukens Bull, Ph. D., dan, Prof. Peter Suwarno, Ph. D yang diundang 
untuk berbicara tentang Islam. Prof. 
Peter Suwarno, Ph. D yang saat ini menjabat sebagai associate 
director of the School of International Letter and Cultures at 
Arizona State University USA, di awal presentasinya mengatakan bahwa 
dia bukan ahli agama dan tidak tahu banyak tentang Islam. Hanya saja, 
dia memang dekat dengan Prof. Abdurrahman Mas'ud yang sering 
berkunjung ke Arizona. Peter menamatkan S1-nya di Universitas Kristen 
Satya Wacana Salatiga.

Inilah para pembicara yang akan dijadikan rujukan dalam acara yang 
memiliki semboyan "BAROMETER STUDI ISLAM DI INDONESIA." Ini sungguh-
sungguh tidak lucu dan sangat mencurigakan! Mengapa tidak sekalian 
saja mengundang Ehud Olmert, Salman Rushdie, atau Bush?

Selain daftar pembicara, yang sangat mencurigakan lagi adalah tema-
tema besar yang diusung ternyata adalah apa yang menjadi tema-tema 
besar kaum liberalis, antara lain:

- Formalization of Syariah as the Real Enemy of Democracy 
(Formalisasi Syariah sebagai Musuh Nyata Demokrasi)
- Ranjau Formalisasi Syariat
- Mendamaikan Syariat Islam dengan demokrasi Pancasila
- Pancasila dalam kepungan formalisasi Syari'ah Islam.
- Menolak Poligami: ditinjau dari berbagai pendekatan
- Pembaharuan Hukum Islam dalam konteks keindonesiaan merupakan 
suatu keharusan

Jauh Panggang Dari Api

Ditilik dari tujuannya, sesungguhnya ACIS merupakan acara yang 
bertujuan mulia karena mengusung tema utama, "Konstribusi ilmu-ilmu 
keIslaman dalam menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan pada 
millenium ketiga." Dalam pelaksanaannya, tema utama tersebut dirinci 
dalam lima bidang yang mencakup: Islam, politik dan ekonomi global; 
Islam dan masalah hak asasi manusia (HAM); Islam dan masalah 
pendidikan global; Islam dan hegemoni budaya global; serta Islam dan 
masalah kesehatan, lingkungan dan perkembangan IPTEK. 

Menurut logika sehat, seharusnyalah panitia ACIS dan Depag 
menghadirkan para pakar, ulama-ulama Islam, bukan para murtadin, 
orientalis, dan kacung-kacung Zionis. Ada apa ini?

MUI sendiri sudah mengeluarkan fatwa no. 7/MUNAS/MUI/II/2005 yang 
mengharamkan penyebaran paham liberal di Indonesia. Jika ingin jualan 
liberal, seharusnya jangan sekali-kali mengatasnamakan Islam. Namun 
jika hal seperti ini dibiarkan saja, jangan salahkan umat Islam jika 
suatu waktu umat akan bertindak sendiri. Atau jangan-jangan benar 
kata Gus Dur dulu, "Bubarkan saja Depag!" (Lili Nur Aulia/Rz)

Send instant messages to your online friends 
http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

--- End forwarded message ---



                         

       
---------------------------------
Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke