http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/12/sh03.html
Golkar Bisa Ditinggalkan Mesin Politiknya Jakarta - Sikap DPP Partai Golkar, terutama ketua umumnya yang tidak segera memutuskan atau mengajukan kandidat calon presiden (capres), bisa menjadi bumerang bagi partai politik (parpol) tersebut, karena akan ditinggalkan mesin politiknya di daerah-daerah. "Sikap pimpinan tertinggi Golkar yang tidak cepat mengumumkan kandidatnya akan membuat mesin-mesin politiknya, terutama di daerah 'pergi', karena tidak ada ketegasan partai," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, AAGN Ari Dwipayana, MSi, Kamis (12/2). Menurut Ari, saat ini Jusuf Kalla selaku ketua umum sepertinya ditinggalkan Susilo Bambang Yudhoyono dalam bursa capres. "Keraguan ini makin tinggi, karena hasil survei beberapa lembaga penelitian menunjukkan bahwa duet Yudhoyono-Kalla masuk dalam peringkat yang bagus dibandingkan pasangan dari partai lain," katanya. Ari mengatakan, dengan kondisi seperti ini Kalla menjadi ragu untuk maju sendiri dalam bursa capres sehingga dirinya juga belum berani menentukan apakah akan maju sebagai capres atau calon wakil presiden (cawapres). "Golkar saat ini sangat dilematis, karena kendati selama ini ada duet Yudhoyono-Kalla, kenyataannya Golkar yang menjadi tulang punggung pemerintahan," ujar Ari. Lebih lanjut Ari mengatakan, dengan kondisi seperti ini maka mesin-mesin politik Golkar yang selama ini berupaya memenangi pemilu menjadi putus asa karena perjuangan mereka ternyata menghasilkan cawapres saja. "Mesin politik ini sebenarnya berharap kadernya bisa maju sebagai capres. Jika hanya cawapres, mereka akan kecewa dan bisa pergi," katanya. Ari mengatakan, kondisi seperti ini juga berimbas pada kader-kader Golkar sendiri sehingga menimbulkan beberapa faksi di tubuh partai berlambang pohon beringin tersebut. "Kader yang sebelumnya mendukung Kalla justru akan membuat blok koalisi baru dengan mengusung capres sendiri, atau bisa juga bergabung dengan capres dari partai lain," kata Ari. Ia menambahkan, indikasi bahwa Kalla akan maju bersanding kembali dengan Yudhoyono justru makin kuat, dan ini merupakan dilema tersendiri bagi kader Golkar. "Sikap Golkar yang seperti ini tentu akan berdampak bagi pemenangan pemilu legislatif nanti, dan Golkar harus bertaruh besar dengan keputusan tersebut," katanya. Tunggu Daerah Di bagian lain, Ketua DPP Partai Golkar Ali Wongso Sinaga ketika dihubungi hari ini, mengatakan, Partai Golkar menunggu jawaban edaran yang dikirim ke daerah mengenai penjaringan capres dan cawapres. Semua surat edaran telah dikirim dan diharapkan pada bulan Maret semua daerah telah memasukkan lima hingga tujuh nama untuk kemudian disurvei oleh lembaga survei yang ditentukan DPP Partai Golkar. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Soemarsono mengatakan, sekalipun edaran baru diedarkan bulan Februari, tidak berarti proses penjaringan dilakukan terlambat. Hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar bulan Oktober 2008 memutuskan agar penjaringan itu selesai sebelum pelaksanaan pemilu legislatif. Survei pun dilakukan sebelum dan sesudah pemilu legislatif. Tujuannya untuk membandingkan tingkat popularitas dan elektabilitas masing-masing calon, mengingat dinamika politik saat itu sangat dinamis. Bahas Lagi Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono mengatakan, penjaringan capres-cawapres Partai Golkar akan dibahas kembali dengan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla setelah yang bersangkutan tiba dari luar negeri. Saat ini di kalangan internal Partai Golkar, wacana meneruskan duet Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla memang paling sering dibicarakan. "Tapi nanti kita lihat pada saat agenda itu dijalankan. Perkembangan politik sekarang ini kan sangat dinamins. Selalu up and down," ucap Agung Laksono. Ia menjelaskan kritikan sejumlah pihak karena Partai Golkar enggan menentukan pasangan capres-cawapres sejak dini, tak menjadi masalah sama sekali. "Kami anggap itu tidak tepat, atau paling tidak, enggak ada jaminannya dengan konsentrasi Partai Golkar untuk memenangkan pemilu legislatif dulu. Yang paling tahu Partai Golkar adalah kader Partai Golkar sendiri," katanya. Jika ada pihak yang mewacanakan nama capres-cawapres Partai Golkar maka itu masih merupakan pendapat pribadi yang tidak bisa dilarang. "Belum ada yang namanya pasangan alternatif. Itu hanya pendapat pribadi," kata Agung. Capres Golkar Pengamat politik Boni Hargens mengatakan, Golkar harus segera menetapkan sikap politiknya untuk memunculkan figur capres dan cawapres. Sebagai partai yang cukup lama berkiprah dan sebagai partai pemenang pemilu, Golkar semestinya bisa memunculkan nama capres. Menurut Boni, baginya sangat tidak masuk akal jika Golkar tetap akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Sementara itu, Golkar mempunyai kekuatan suara yang luar biasa di tahun 2004, dengan memperoleh 21 persen suara. Dia mengatakan, pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Mubarok sangat memalukan, dan mencerminkan harmoni yang tidak baik. Dengan kondisi itu, Demokrat memperlihatkan koalisi yang pragmatis hanya untuk mempertahankan kekuasaan. Mengenai koalisi parpol, Boni mengatakan, koalisi memang harus didasarkan visi misi yang sama. Sebab, jika koalisi yang terjadi hanya koalisi pragmatis maka tidak akan ada penerapannya dalam demokrasi. Kalau koalisi pragmatis, katanya, bukan tidak mungkin akan membuat pemilu kali ini selesai tanpa tujuan yang jelas bagi rakyat. (inno jemabut/ninuk cucu suwa [Non-text portions of this message have been removed]