IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran

    Minggu, 29 Nov 2009

--------------------------------------------------------------

*'Website Umar Said' , Njoto dan JOHN ROOSA . . . .*


    Minggu pagi ini kubaca .'WEBSITE UMAR SAID'. Sekali dibuka orang
    akan asyik membacanya. Banyak yang bisa ditemukan. Isinya kaya
    sekali. Sungguh edukatif, khususnya untuk generasi muda. Belakangan
    ini kecuali menulis sendiri sekitar hiruk-pikuk penangkapan Bibit
    dan Chandra dari KPK serta kasus korupsi Bank Century, 'Website Umar
    Said' terus meng-update perkembangan sekitar kasus korupsi itu.


    Coba bukalah 'Website Umar Said'. Bravo Yik!!.


    * * *.


    Dari seorang teman yang baru kembali dari Jakarta, kudengar tentang
    Nomor Istimewa TEMPO. Di situ banyak dimuat artikel mengenai Njoto,
    salah seorang pemimpin PKI. Resminya Njoto dulunya wakil-ketua dua
    CCPKI. Tempo nomor khusus Njoto sedikitnya menulis 15 ulasan.

Kuhubungi Jakarta. Berusaha memperoleh nomor khusus majalah TEMPO 
tentang Njoto itu. Ternyata sudah tak ada lagi. Habis terjual di 
toko-toko buku atau kios-kios di pinggir jalan. Kufikir, apa begitu 
populernya Njoto di kalangan pembaca TEMPO. Nah, ternyata 'Website Umar 
Said', memuat s e m u a artikel tentang Nyoto yang diambilnya dari nomor 
istimewa Tempo tsb. Di antaranya terdapat sebuah artikel oleh John 
Roosa. Artikel John Roosa ini yang kuangkat.

Artikel John Roosa singkat padat. Bisa memberikan input penting untuk 
siapa saja yang menaruh perhatian terhadap masalah besar dalam sejarah 
modern Indonesia, yaitu kasus G30S, PKI dan pembuuhan masal ekstra 
judisial terhadap anggoa PKI dan simpatisannya. Serta pembunuhan terarah 
terhadap pimpinan inti PKI termasuk Njoto.

Di dalam artikel John Roosa yang dikutip di bawah ini, penulisnya 
berusaha menjelaskan bahwa tuduhan keterlibatan PKI sebagai partai dan 
anggota-anggota PKI dalam G30S, tidak masuk akal. Lebih tidak masuk akal 
lagi pembunuhan masal dengan alasan keterlibatan dengan G30S. 
Keterlibatan sementara anggota pimpinan PKI, ya!, kata Roosa. Tetapi 
lebih sejuta yang dibantai itu? Tau pun mereka tidak sekitar G30S. 
Apalagi terlibat!



Hendak lebih teliti menelusuri hasil studi John Roosa, bacalah bukunya : 
A PRETEXT FOR A MASS MURDER . . . . . . . Sudah terbit edisi Indonesia.



* * *


    Politbiro PKI, Njoto, dan G30S

/**John Roosa**/

*) Penulis adalah dosen sejarah di University of British Columbia
(Vancouver, Kanada) anggota Institut Sejarah Sosial Indonesia, dan
penulis buku Dalih Pembunuhan Massal (2008),

SELAMA 32 tahun berkuasa, rezim Soeharto menggunakan segala macam
propaganda untuk mengindoktrinasi rakyat bahwa PKI lah yang bertanggung
jawab atas terjadinya peristiwa G30S. Sampai hari ini, buku-buku
pelajaran dilarang dan dibakar karena menuliskan G30S, bukan G30S/PKI.
Tapi apa artinya mengatakan PKI yang bertanggung jawab?

Apakah itu berarti bahwa tiga juta anggota partai itu bertanggung jawab
semua? Jelas tidak. G30S itu merupakan aksi konspirasi; ia diorganisasi
secara rahasia. Ia berhasil menculik dan membunuh enam orang jenderal
karena ia berhasil mencapai unsur kejutan. Orang tidak bisa membayangkan
tiga juta orang Indonesia diberi tahu sebelumnya mengenai rencana itu,
lalu bisa menjaga kerahasiaannya.

Namun entah bagaimana juga Soeharto menyalahkan mereka. Tentara memimpin
penangkapan massal sekitar 1,5 juta orang dengan tuduhan terlibat dalam
G30S. Sebuah penerbitan Lemhannas pada 1969 yang dipakai dalam kursus
yang diselenggarakan lembaga itu bagi para pejabat negara memuat
pertanyaan: ”Apakah setiap anggota PKI tentu terlibat dalam G30S/PKI?”
Jawabannya, sudah pasti, ya: ”Setiap orang berkewajiban melaporkan pada
penguasa bila ia mengetahui bahwa suatu kejahatan akan dilakukan.”

Demikianlah, setiap anggota PKI bertanggung jawab karena mereka tahu
sebelumnya mengenai bakal dilakukannya tindakan kejahatan itu, tapi
tidak memberitahukannya kepada aparat pemerintah. Argumentasi semacam
ini tidak masuk akal mengingat bahwa Soehartolah yang telah diberi tahu
sebelumnya mengenai bakal terjadinya tindakan itu, bukan tiga juta
anggota partai itu.

Patut dicatat bahwa buku putih mengenai G30S yang diterbitkan rezim
Soeharto tidak mengklaim bahwa semua anggota partai diberi tahu
sebelumnya mengenai aksi yang akan dilakukan itu. Laporan resmi yang
diterbitkan pada 1994 itu mengklaim bahwa Politbiro PKI memutuskan
dilancarkannya G30S dan kemudian menggunakan jaringan rahasia partai di
dalam tubuh militer, Biro Khusus, untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Versi peristiwa seperti ini setidak-tidaknya tampak masuk akal, berbeda
dengan klaim yang menyatakan bahwa setiap anggota partai ikut serta.

Tapi ada beberapa masalah dengan versi semacam ini. Buku putih itu tidak
konsisten. Judul bagian yang membahas persoalan ini berbunyi: ”Keputusan
CC [Comite Central] PKI untuk Melancarkan Gerakan Perebutan Kekuasaan.”
Namun isinya cuma mengatakan keputusan itu dibuat oleh Politbiro (yang
beranggotakan sekitar 12 orang). Comite Central itu seluruhnya
beranggotakan 85 orang. Sulit mempercayai suatu badan dengan anggota
sebanyak itu bisa membahas rencana G30S itu atau bahkan diberi tahu
mengenai rencana itu sendiri. Mayjen Parman, kepala intelijen angkatan
darat yang dibunuh G30S, mempunyai mata-mata di markas PKI. Jika setiap
anggota CC tahu mengenai G30S, Parman juga pasti tahu—dan dapat
mencegahnya.

Masalah lainnya dengan buku putih itu adalah ia tidak mengutip sumber
dari informasi yang diperolehnya. Pembaca tidak diberi tahu di mana
penulis memperoleh informasi mengenai pengambilan keputusan internal
tingkat tinggi partai itu. Pada akhir 1965, tentara diam-diam telah
menangkap dan mengeksekusi banyak pemimpin PKI yang duduk dalam
Politbiro: Aidit, Lukman, Njoto, dan Sakirman. Tentara membunuh seorang
lagi pada 1968: Oloan Hutapea. Anggota Politbiro yang selamat dan sempat
berbicara atau menulis (Sudisman, Njono, Munir, Peris Pardede, dan
lain-lain) memberikan keterangan yang berbeda-beda mengenai apa yang
telah terjadi. Sebagian besar tidak berbicara apa-apa mengenai keputusan
Politbiro. Keterangan dalam buku putih mengenai Politbiro itu tidak bisa
dipercaya karena tidak memberikan evaluasi yang kritis mengenai
sumber-sumber informasinya.

Pernyataan yang paling dapat dipercaya dari seorang anggota Politbiro
yang berhasil menyelamatkan diri adalah pidato ”Uraian Tanggung Jawab”
yang disampaikan Sudisman di depan mahkamah yang mengadilinya pada 1967.
Dengan ”yang dapat dipercaya”, saya tidak mengartikannya sebagai
benar”; saya mengartikannya sebagai ”mungkin benar”. Pernyataan yang
dibuat Sudisman itu tidak dibuat di bawah tekanan. Ia tahu bahwa ia
bakal dihukum mati dan ia menghadapi kematian itu dengan gagah berani.

Berbeda dengan beberapa pemimpin PKI lainnya, ia tidak berupaya
memberikan keterangan yang menyenangkan tentara dengan harapan supaya
diperlakukan dengan baik. Bukannya melakukan pembelaan diri dan
membantah tuduhan atas dirinya serta memohon ampunan dari pengadilan, ia
menulis suatu pesan yang ditujukan kepada para pendukung partai. Sebagai
satu-satunya pemimpin senior partai yang berhasil menyelamatkan diri, ia
ingin memikul tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan ”oknum-oknum
partai yang sebenarnya terlibat dalam G30S.

Sudisman mengakui ia memang terlibat dalam G30S sebagai individu
pemimpin, tapi partai secara keseluruhan sama sekali tidak pernah diberi
tahu sebelumnya mengenai aksi yang akan dilakukan: ”Tokoh-tokoh PKI,
termasuk saya sendiri, terlibat dalam G30S, tetapi PKI sebagai partai
tidak terlibat dalam G30S.”

Ia mengatakan bahwa anggota PKI bersikap pasif setelah terjadinya G30S
justru karena mereka sama sekali tidak diberi tahu mengenai aksi yang
akan dilakukan itu. Karena mereka tidak melawan pembersihan yang
dilakukan tentara, mereka ”menjadi korban pembunuhan massal”. Semua ini
tidak bakal terjadi ”jika PKI mempersiapkan dan disiapkan untuk G30. ”Ia
memprotes praktek penangkapan yang dilakukan tentara terhadap
keluarga-keluarga PKI yang bahkan tidak terlibat dalam urusan partai,
apalagi dalam G30S: ”Apakah dosa Nyonya Njoto bersama anak-anaknya…
sampai dijebloskan di tahanan sel Kodim Budi Kemulyaan?”

Sudisman tidak memberikan keterangan yang terperinci mengenai
pengambilan keputusan yang dilakukan Politbiro. Ia hanya menyebutkan
Aidit mengatakan kepada Politbiro bahwa beberapa ”perwira maju” sedang
mempersiapkan aksi untuk mencegah kup oleh Dewan Jenderal. Implikasinya
adalah Politbiro memberikan wewenang kepada beberapa di antara para
anggotanya, seperti Aidit, Njono, dan Sudisman, untuk membantu aksi yang
akan dilakukan perwira-perwira militer itu. Tokoh-tokoh PKI ini tidak
memimpin aksi itu, demikian menurut Sudisman. Mereka cuma memainkan
peran pendukung.

Keterangan paling terperinci mengenai pengambilan keputusan Politbiro
ini ditulis oleh Iskandar Subekti, yang saat itu menjabat panitera dalam
Politbiro. Ketika menjalani hukuman dalam penjara Cipinang pada akhir
1980-an, Subekti menulis apa yang diketahuinya mengenai diskusi yang
diadakan Politbiro mengenai rencana G30S. Subekti menulis dokumen ini
untuk pimpinan partai yang berhasil menyelamatkan diri dan yang tidak
mengetahui apa yang telah dilakukan Politbiro. Adanya dokumen ini
merupakan bukti Politbiro tidak memberi tahu pemimpin-pemimpin partai
lainnya mengenai diskusi yang berlangsung dalam Politbiro tentang
rencana G30S.

Subekti menulis-tangan teks dokumen itu pada halaman-halaman sebuah
notebook kecil dan kemudian menyelundupkannya ke luar penjara. Satu
salinan lengkap dari halaman-halaman itu dikirim kepada Jusuf Adjitorop
di Beijing. Ia adalah anggota Politbiro yang kebetulan berada di Cina
pada 1965. Ia selamat dan hidup dalam pengasingan. Pengarang yang
terkenal dan prolifik, Hersri Setiawan, ketika melakukan penelitian
mengenai sejarah mereka yang hidup dalam pengasingan ini, membuat
fotokopi teks itu pada 1990-an dan menitipkannya pada International
Institute for Social History di Amsterdam, tempat dokumen itu sekarang
bisa didapat oleh para peneliti.

Subekti, seperti Sudisman, mengatakan beberapa pemimpin PKI sebagai
individu memang terlibat dalam G30S tapi partai sebagai lembaga tidak
terlibat. Berbeda dengan Sudisman, ia melukiskan bagaimana kerja
internal partai. Ia mengatakan Aidit telah membentuk suatu kelompok
kecil untuk membahas bantuan yang dapat diberikan partai kepada aksi
yang akan dilakukan militer itu. Pada Agustus 1965, Aidit memberikan
briefing di muka Politbiro dan ”rapat Politbiro diperluas” (artinya
anggota CC yang kebetulan di Jakarta diizinkan turut hadir). Tapi ia
cuma menyampaikan briefing kepada para anggota Politbiro itu mengenai
kemungkinan bakal terjadinya aksi militer. Ia tidak meminta mereka
membuat keputusan mengenai hal itu.

Untuk membantunya membuat keputusan-keputusan yang sensitif mengenai
G30S, Aidit memilih cuma anggota Politbiro yang paling dipercayanya.
Menurut Subekti, tim inti yang membahas rencana G30S terdiri atas
Lukman, Sudisman, Oloan Hutapea, Rewang, dan Subekti (sebagai ”tukang
catat”). Anggota Politbiro lainnya tidak diizinkan ikut hadir dalam
pembicaraan. ”Kawan Njoto sama sekali tidak mengetahui. Ia lama sekali
tidak diajak Aidit dalam diskusi-diskusi mengenai gerakan ini serta
perencanaan dan pelaksanaannya.” Njoto tidak dipercaya Aidit karena
berdasarkan pengalaman, lebih dianggap Soekarnois daripada komunis”.

Dokumen yang ditulis Subekti ini menunjukkan betapa rahasianya
perencanaan aksi G30S. Sebagian besar anggota Politbiro tidak
diikutsertakan dalam perencanaan. Mereka telah sepakat dalam rapat
terakhir Politbiro pada akhir Agustus bahwa partai harus memberikan
dukungan politik kepada suatu gerakan yang merupakan urusan internal
militer di bawah pimpinan ”perwira-perwira progresif”. Setelah itu,
Aidit tidak lagi mengadakan rapat Politbiro. Ia sibuk dengan perencanaan
gerakan militer itu. Tim inti mengadakan rapat beberapa kali pada
September.

Kepala Biro Khusus, Sjam, hadir dalam rapat-rapat itu. Ia berhasil
meyakinkan Aidit bahwa perwira-perwira militer yang akan mengadakan aksi
terhadap Dewan Jenderal itu memiliki dukungan pasukan yang besar di
belakang mereka dan mampu menarik lebih banyak lagi pasukan setelah
dimulainya aksi. Ia dengan ngawur melebih-lebihkan kekuatan Untung,
Latief, dan lainnya. Aidit, yang sudah menutup diri terhadap pendapat
dari orang-orang seperti Njoto, akhirnya terlalu percaya dengan
penilaian yang diberikan Sjam.

Justru kerahasiaan yang ekstrem sekitar G30S inilah yang turut
menyebabkan gagalnya gerakan ini. Bahkan segelintir anggota partai yang
diminta membantu aksi militer (seperti mereka yang tergabung dalam
sukarelawan di Jakarta) tidak diberi cukup informasi sehingga tidak
mengerti tugas apa sebenarnya yang harus mereka lakukan. Para pemimpin
partai cuma diminta mendengarkan radio dan menunggu instruksi. Tapi
pesan-pesan radio yang disampaikan G30S begitu membingungkan sehingga
tidak ada gunanya sama sekali. Maka partai secara keseluruhan, termasuk
Njoto, tetap pasif, sementara propaganda tentara secara tidak masuk akal
menggambarkan mereka sebagai gerombolan barbar yang buas, yang bertekad
membunuh dengan sadistis jutaan orang non-komunis.



* * *




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
    wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke