Refleksi : Apakah tidak menegal berarti tidak boleh menikah?

http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=88122


Islam tidak mengenal nikah siri

      Tanggal :  24 Feb 2010 
      Sumber :  Harian Terbit 



JAKARTA - Kontroversi seputar nikah siri belum juga surut. Kendati berbagai 
kalangan berpendapat nikah siri tidak masalah, namun Majelis Ulama Indonesia 
(MUI)  Samarinda secara tegas mengatakan, Islam tidak mengenal istilah nikah 
siri.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), KH 
Zaini Naim mengatakan, nikah yang benar adalah pernikahan yang dilaksanakan 
sesuai syariat Islam dan sesuai hadis Nabi Muhammad SAW, yakni, adanya satu 
wali dan dua saksi.

"Jadi, nikah siri atau dalam ungkapan di Indonesia biasa disebut sebagai nikah 
sembunyi-sembunyi tidak dikenal dalam Islam sebab hanya ada satu nikah yakni 
sesuai yang disyaratkan agama," ungkap Zaini Naim.

Namun walaupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi sepanjang nikah yang 
dilakukan itu sesuai syarat agama, kata Ketua MUI Samarinda itu hukumnya sah.

"Mau dilakukan secara sembunyi-sembuyi atau terang-terangan sepanjang ada wali 
dan dua saksi, nikah itu sudah sah menurut pandangan agama. Pada perspektif 
agama Islam, nikah merupakan ikrar dengan kata-kata dan bukan surat," ujar KH 
Zaini Naim.

Hal tersebut diungkapkan Ketua MUI Samarinda terkait rencana pemerintah 
memberlakukan UU Nikah Siri.

"Mestinya, pemerintah dalam hal ini Departemen Agama terlebih dahulu mengundang 
para tokoh dan alim ulama membahas tentang draf nikah siri itu. Bukan dengan 
melemparkan wacana itu ke masyarakat sehingga menjadi polemik," kata Zaini Naim.

Pemerintah dianggap terlalu mengintervensi nilai-nilai agama jika memaksakan 
pemberlakukan UU Nikah Siri tersebut.

"Kami (MUI Samarinda) menolak draf nikah siri itu karena kami menilai 
pemerintah sudah terlalu jauh mencampuri nilai agama," kata Ketua MUI Samarinda 
itu.

Masalah nikah siri lanjut Zaini Naim menjadi salah satu keputusan ulama pada 
pertemuan MUI se-Indonesia di Gontor, Jawa Timur, pada 2006 silam.

"Ada dua keputusan pada pertemuan ulama terkait nikah di bawah tangan yakni, 
nikah di bawah tangan sah jika hukumnya terpenuhi yaitu seorang wali dan dua 
saksi serta pelaku nikah di bawah tangan itu diharuskan mendaftarkan diri ke 
intansi berwenang. Jadi, terkait hukum negara yakni surat nikah, orang yang 
melakukan nikah di bawah tangan itu juga harus mendaftarkan ke instansi 
terkait," katanya.

Kasus penelantaran saat terjadi perceraian, lanjut Zaini Naim, tidak hanya 
terjadi pada pelaku nikah siri tetapi juga banyak terjadi pada pernikahan resmi.

"Masalah penelantaran bukan disebabkan proses nikah itu, sebab banyak juga 
pelaku nikah resmi menelantarkan anak setelah bercerai. Jadi, saya sepakat jika 
pelaku yang menelantarkan itu dihukum, tetapi bukan prosesnya yang 
dipermasalahkan," ungkapnya. (taryono)

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke