Catatan Laluta: Pagi jam 10, tgl. 28 April 2009...Solidaritas Masyarakat Korban DPT bersama PBHI mendatangi kantor Komnas-HAM. Kehadirannya di Komnas-HAM ada kelanjutan dari aksi sebelumnya, yaitu kunjungan ke Mabes -Polri (24/04/09), kunjungan ke Mendagri (27/04/09), bermaksud guna melakukan pengaduan masyarakat terhadap tuntutan keadilan sebagai peserta pemilu 2009.
VHRmedia, Jakarta: "...Komisioner Komnas HAM Johny Simanjuntak yang menerima pengaduan warga menyatakan kecewa atas sikap polisi. Sikap menolak menyelidiki kasus ini bertentangan dengan kewajiban polisi sebagai pelindung masyarakat. “Mestinya polisi mempelajari dulu, tidak langsung memberikan reaksi. Saya pikir ini tugas mereka, seharusnya diterima,” katanya..." Selanjutnya untuk membaca berita mengenai kunjungan SMK2DPT ke kantor Komnas-HAM hari ini, silah baca dibawah ini..... Salam, MiR@ *** KUMPULAN BERITA "PENDAMPINGAN RAKYAT KORBAN DPT KE KOMNAS HAM" (SMK2DPT/PBHI) Today at 6:42pm Kumpulan Berita Pengaduan SMK2DPT Ke Komnas Ham Bagikan Hari ini Selasa, 28 April 2009, jam 23:28 SMK2DPT Adukan Kisruh DPT ke Komnas HAM JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Korban Kisruh Daftar Pemilih Tetap (SMK2DPT) mengadukan masalah kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) kepada Komnas HAM. Hendrik Sirait selaku ketua SMK2DPT menerangkan mereka mengadu kepada Komnas HAM setelah pengaduan mereka ditolak oleh pihak kepolisian. "Tanggal 22 April lalu kami sudah datang ke Mabes Polri untuk membuat pengaduan. Tapi pihak kepolisian menolak laporan tersebut, alasannya kasus ini adalah ranah pidana pemilu. Lalu polisi menyarankan untuk melaporkan pada Bawaslu, tapi pihak kepolisian juga tidak yakin akan diterima karena sudah lewat 3 hari," kata Hendrik yang ditemui di kantor Komnas HAM Jakarta, Selasa (28/4). "Padahal kami memakai pasal 262 KUHP tentang pemalsuan sehingga dapat menjadi pidana umum. Tapi polisi malah ada argumen tidak bisa ditarik kesana justru dilempar lagi ke Polda," tambahnya. Sebelumnya, lanjut Hendrik, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, juga menyatakan kisruh DPT tidak bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi karena bukan termasuk ranah sengketa pemilu. Menurutnya, penolakan yang dilakukan para pejabat tersebut bertentangan dengan pernyataan presiden SBY yang berkali-kali menegaskan agar semua pihak yang keberatan dengan hasil pemilu, menggunakan jalur hukum sebagai mekanisme penyelesaian. Lebih lanjut, Hendrik juga melihat adanya diskriminasi yang dilakukan pihak kepolisian. "Pada kasus Edi Baskoro polisi begitu cepat melakukan penyelidikan, bahkan saat sore hari telah ditetapkan tersangkanya. Sedangkan untuk kasus DPT tidak seperti itu, Pdahal kasus ini sama-sama ranah hukum pidana," sesalnya. Berdasarkan hal tersebut maka Hendrik dan 500 anggota SMK2DPT mendesak Komnas HAM menyelidiki adanya dugaan pelanggaran HAM terkait penolakan aparat hukum atas pengaduan masyarakat yang kehilangan hak pilihnya. SMK2DPT juga mendesak pimpinan institusi kepolisian untuk bersikap imparsial dan tidak berpolitik dalam kasus-kasus pemilu. Tuntutan lainnya adalah meminta Komnas HAM mendesak SBY menginstruksikan aparat di bawahnya khususnya kepolisian untuk mempermudah laporan masyarakat yang ingin menyampaikanpengaduan atas hilangnya hak pilih mereka. Laporan tersebut diterima oleh Johny Simanjuntak, anggota subkomisi Pemantau dan penyeledikan. Johny berjanji akan serius menangani masalah ini dan akan segera menyelesaikan penyelidikan yang sedang dilakukan Komnas HAM. *** Komnas HAM Sesalkan Polri Tolak Kasus DPT JAKARTA, KOMPAS.com— Komnas HAM menyayangkan tindakan Mabes Polri yang menolak pengaduan masyarakat terkait ricuhnya masalah DPT. "Tindakan polisi yang semacam itu tidak sesuai dengan mandat. Mandat kepolisian adalah menerima, mencatat, dan menulis laporan dari masyarakat," ujar Johny Simanjuntak, anggota Subkomisi Pemantau dan Penyelidikan Komnas HAM saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (28/4). Seharusnya pihak kepolisian tidak merespons secara spontan laporan yang diberikan oleh masyarakat. Menurutnya, posisi kepolisian sama dengan Komnas HAM, yaitu siap menerima laporan dari semua masyarakat serta bersifat netral dan independen. Selain itu, Johny juga menerangkan, sampai saat ini pihaknya masih terus melakukan penyelidikan kasus DPT. "Sesegera mungkin akan menyelesaikannya sebelum pencalonan capres dan cawapres. Hasil penyelidikan ini akan dibuat dalam bentuk dokumen dan dapat diakses semua pihak," ujarnya. *** Pemilihan Umum 2009 Komnas HAM: Polisi Seharusnya Pelajari Laporan Korban DPT 28 April 2009 - 16:37 WIB Kurniawan Tri Yunanto VHRmedia, Jakarta – Solidaritas Masyarakat Korban Kisruh Daftar Pemilih Tetap (SMK2DPT) melaporkan kecurangan pendataan pemilih pada Pemilu 2009 ke Komnas HAM. Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri sebelumnya menolak menyelidiki dugaan pelanggaran pemilu ini. Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta Hendrik Sirait mempertanyakan sikap Bareskrim Mabes Polri yang menolak pengaduan korban. “Padahal laporan kita menggunakan pasal pidana umum soal pemalsuan DPT,” kata Hendrik, Selasa (28/4). Menurut Hendrik, Bareskrim Mabes Polri justru mengarahkan para korban untuk melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Karena tidak yakin pengaduannya akan ditanggapi, para korban memutuskan untuk melapor ke Komnas HAM. “Kami curiga ada upaya menutup fakta hukum. Laporan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) ditolak, lalu Kejagung mengatakan DPT bukan tindak pidana pemilu. Mahkamah Konstitusi juga katakan DPT bukan sengketa pemilu. Ini bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Komnas harus serius menyelidiki kasus ini,” ujar Hendrik. Komisioner Komnas HAM Johny Simanjuntak yang menerima pengaduan warga menyatakan kecewa atas sikap polisi. Sikap menolak menyelidiki kasus ini bertentangan dengan kewajiban polisi sebagai pelindung masyarakat. “Mestinya polisi mempelajari dulu, tidak langsung memberikan reaksi. Saya pikir ini tugas mereka, seharusnya diterima,” katanya. Komnas HAM telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kisruh DPT. “Kita melihat ada indikasi unsur sistematis dan meluas terkait kisruh DPT. Tapi konteksnya menggunakan UU HAM, bukan dalam konteks pelanggaran berat HAM,” ujar Johny. Meski sudah melihat indikasi pelanggaran HAM terkait kiruh DPT, Komnas HAM mengaku belum dapat membuat kesimpulan. Komisi berencana 4 Mei nanti meminta keterangan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteri Dalam Negeri, dan Dirjen Keuangan Departemen Keuangan. http://www.vhrmedia.com/Komnas-HAM-Polisi-Seharusnya-Pelajari-Laporan-Korban-DPT--berita1178.html *** Kecam Polri Tak Terima Pengaduan Korban DPT, SMK2DPT Lapor ke Komnas HAM M. Rizal Maslan - detikPemilu Jakarta - Solidaritas Masyarakat Korban Kisruh Daftar Pemilih Tetap (SMK2DPT) mengecam keras sikap kepolisian yang menolak laporan warga negara yang kehilangan hak pilih dalam Pemilu 2009. Karenanya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memerintahkan polisi menerima laporan masyarakat tersebut. "Penolakan Mabes Polri atas pengaduan masyarakat ini bertentangan dengan pernyataan Presiden SBY yang berkali-kali menegaskan agar semua pihak yang keberatan dengan hasil pemilu termasuk DPT menggunakan jalur hukum sebagai mekanisme penyelesaian," kata juru bicara SMK2DPT, Hendrik Sirait, yang juga menjabat Direktur PBHI Jakarta ini dalam pertemuannya dengan Komisioner Komnas HAM, Jhonny Nelson Simanjuntak, di kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Menteng, Jakarta, Selasa (28/4/2009). Sayangnya, lanjut Hendrik, pernyataan Presiden SBY faktanya berbeda di lapangan. Aparat hukum justru menutup ruang bagi warga negara yang mencoba menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan kasus yang dialaminya, khususnya yang tidak masuk DPT. Sebelumnya, Mabes Polri juga menolak laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait surat edaran yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 9 April 2009 melalui suratnya bernomor 676/KPU IV/2009 tentang permasalahan pemungutan dan penghitungan suara dan pengiriman fax ke Bawaslu pada 11 April 2009 berupa surat No 684/KPU/IV/2009 menegaskan kembali surat pertama. Sementara, terang Hendrik, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kisruh DPT tidak bisa di bawa ke pengadilan konstitusi, karena bukan ranah sengketa pemilu. Begitu pula dengan pernyataan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga bahwa warga yang tidak tercantum dalam DPT tidak bisa mempersoalkan sebagai pelanggaran pidana pemilu. "Koor dari para pejabat hukum ini seolah-olah menutup ruang bagi masyarakat dengan hilangnya hak pilih mereka pada pemilu legislatif lalu. Ini tentu membingungkan masyarakat," jelasnya. Ditambahkan Hendrik, menjadi pertanyaan adalah jika polisi, jaksa dan hakim MK menolak proses hukum warga negara yang kehilanga hak pilihnya itu, ke mana lagi dan jalur apa yang bisa ditempuh masyarakat? "Lebih jauh penolakan ini sulit dilepaskan dari kesan adanya diskriminasi perlakuan hukum bagi warga negara," tandasnya. Hendrik menyatakan, ada kesan aparat hukum berlaku diskrimiatif bagi warga negara. Contohnya, dalam kasus Edhie Baskoro (Ibas) dimana aparat hukum dengan cepat dan tanggap menetapkan tersangka kasus pencemaran nama baik. Perlakuan diskriminatif ini merupakan pelanggaran HAM, yaitu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 26 dan UU Pemilu. Karenanya, SMK2DPT meminta Komnas HAM segera menyelidiki adanya dugaan pelanggaran HAM atas penolakan aparat hukum atas laporan itu. *** http://pemilu.detiknews.com/read/2009/04/28/181707/1122885/700/kecam-polri-tak-terima-peng Kisruh DPT Masyarakat Adukan Polisi ke Komnas HAM "Kami menyayangkan sikap kepolisian yang tidak sesuai dengan mandatnya." VIVAnews - Solidaritas masyarakat korban kisruh daftar pemilih tetap (DPT) mengadukan kasus DPT ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Menurut Ketua PBHI Jakarta, Hendrik D Sirait mengatakan ada perlakukan diskriminatif polisi terhadap para pelapor kasus DPT. "Kami sudah melaporkan ke polisi pada 22 April 2009 namun laporan tersebut ditolak, alasannya itu bukan perkara pidana," kata Hendrik di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Jakarta, Selasa 28 April 2009. Ditambahkan Hendrik, petugas sentra penegakan hukum terpadu (Sentragakumdu) justru menyarankan agar laporan dialamatkan ke Polda Metro Jaya. "Tapi mereka juga mengatakan tak yakin Polda akan menerima laporan kami. Ini bentuk diskriminasi, padahal saat putra presiden [Edi Baskoro Yudhoyono alias Ibas] melapor langsung ditangani" kata Hendrik. Hendrik meminta Komnas HAM menyelidiki dugaan pelanggaran HAM atas penolakan laporan tersebut. Polisi, tambah dia, harus menjaga netralitasnya. Kami juga minta Komnas HAM mendesak Yudhoyono untuk menginstruksikan aparat hukum agar menyelesaikan kasus DPT," kata dia. Anggota Komnas HAM, Jhony Nelson Simanjuntak mengatakan seharusnya polisi tak menolak laporan warga. "Kami menyayangkan sikap kepolisian yang tidak sesuai dengan mandatnya, harusnya polisi menerima laporang dari siapapun tanpa membeda-bedakan," kata dia. Sebelumnya, PBHI dan masyarakat melaporkan seluruh pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan menteri dalam negeri ke polisi. Menurut Hendrik tindakan para terlapor telah membuat warga tak bisa memilih karena tak tercantum dalam DPT. Laporan sengaja dialamatkan ke polisi bukan ke badan pengawas pemilu. Sebab, selain dianggap melanggar aturan dalam UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, para terlapor juga melakukan tindak pidana. "Melanggar KUHP pasal 263 dan 264 tentang pelasuan dokumen atau akta," tambah dia. Warga, tambah Hendrik, sebelumnya terdaftar dalam DPT pemilu 2004, namun tak tercantum dalam DPT Pemilu 2009. "Bisa dikatakan DPT-nya ( DPT pemilu 2009) palsu," tambah dia, Rabu 22 April 2009 http://politik.vivanews.com/news/read/53050-masyarakat_adukan_polisi_ke_komnas_ham *** Kisruh DPT Komnas HAM Akan Panggil Mendagri dan KPU Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membentuk tim untuk menyelidiki kisruh DPT. VIVAnews - Kisruh daftar pemilih tetap (DPT) jadi salah satu batu sandungan dalam penyelenggaraan pemilu 2009. Menurut Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jhony Nelson Simanjuntak komisi juga telah membentuk tim penyelidik kisruh DPT. "Kami akan mengundang Komisi Pemilihan Umum dan Menteri dalam negeri tanggal 4 Mei 2009," kata Jhony di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Jakarta, Selasa 28 April 2009. Pemilihan waktu tersebut, kata dia, atas anjuran Komisi Hukum Dewan harus dilakukan sebelum pendaftaran calon presiden. "Mereka harus menjelaskan kebijakan kependudukan ini," tambah Jhony. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membentuk tim untuk menyelidiki kisruh daftar pemilih tetap pada pemilu legislatif lalu. Komnas HAM menerima sejumlah laporan hilangnya hak warga pada pemilu legislatif lalu dari 14 partai politik. Salah satunya adalah PDIP yang mengadukan keluhan sejumlah warga Jakarta yang tak dapat mencontreng pada pemilu lalu. Padahal mereka memiliki hak pilih. Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung bahkan menyebut ada sekitar 45 juta orang di tanah air yang kehilangan haknya untuk mengikuti pemilu legislatif. PDIP berharap kondisi ini tak terulang pada pemilu presiden. Hari ini Komnas HAM kembali menerima pengaduan terkait DPT. Solidaritas masyarakat korban kisruh daftar pemilih tetap (DPT) mengadukan sikap kepolisian yang tak menerima pengadukan masyarakat terkat DPT. http://politik.vivanews.com/news/read/53080-komnas_ham_akan_panggil_mendagri_dan_kpu Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ http://sastrapembebasan.wordpress.com/ [Non-text portions of this message have been removed]