REPUBLIKA
Rabu, 10 Agustus 2005

Kewajiban MUI Meluruskan! 




Syamsurizal Yazid 
Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan mendesak 
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencabut semua fatwa yang memandang paham dan 
aliran tertentu sebagai sesat. Aliansi antara lain beranggotakan KH Abdurrahman 
Wahid, Dawam Rahardjo, Djohan Effendi, Syafii Anwar, Ulil Abshar Abdalla, 
Pangeran Jatikusuma (penghayat Sunda Wiwitan), Romo Edi (Konferensi Wali Gereja 
Indonesia/KWI), dan Pendeta Winata Sairin (Persekutuan Gereja-gereja 
se-Indonesia/PGI). Mereka mengeluarkan pernyataan itu untuk menyikapi aksi 
kekerasan yang menimpa jemaah Ahmadiyah di Parung, Bogor, dan masih 
berlangsungnya ancaman terhadap anggota jemaah Ahmadiyah (Republika, Jumat, 29 
Juli 2005).


Kewajiban MUI
Pada dasarnya, kalau ada di antara umat Islam yang menganut paham dan aliran 
yang secara prinsip dinilai menyimpang (sesat), menjadi kewajiban sebagian umat 
Islam yang lain untuk mengingatkan dan meluruskannya. Agar mereka kembali ke 
jalan yang benar sesuai dengan Alquran dan Sunnah. Kendati demikian, Islam 
tetap melarang umatnya melakukan tindakan anarkis dan kekerasan dalam menyikapi 
dan menyelesaikan suatu masalah. Termasuk dalam menyikapi dan menyelesaikan 
masalah terhadap orang yang berbeda paham dan aliran. 

Keputusan MUI mengeluarkan fatwa pelarangan terhadap paham dan aliran dalam 
Islam yang dinilai sesat, khususnya Ahmadiyah, merupakan tindakan yang sangat 
tepat. Sebab MUI mempunyai kewajiban melindungi umat Islam Indonesia agar tidak 
terjerumus ke dalam aliran yang dinilai sesat tersebut. MUI sendiri tidaklah 
sembarangan mengeluarkan suatu fatwa, seperti dijelaskan dalam Pedoman 
Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Di samping berdasarkan

Alquran dan Sunnah Rasul yang mu'tabarah, juga melalui suatu prosedur panjang 
dan telaah mendalam. Kemudian disidangkan dan dikomparasikan dengan pendapat 
madzhab dan ulama. Ulil Abshar Abdalla dalam suatu acara dialog tentang 
Ahmadiyah di Metro TV, 18 Juli 2005, pukul 23.00, antara lain mengatakan bahwa 
seseorang tidak berhak menilai orang lain sesat. Sebab, kata dia, yang 
mengetahui kebenaran itu hanya Allah. 

Memang, semua orang mengakui bahwa yang mengetahui kebenaran itu hanya Allah. 
Untuk itu, Allah sudah menurunkan wahyu berupa Alquran dan Hadits untuk menjadi 
pedoman dan patokan bagi manusia untuk menilai dan menetapkan suatu kebenaran. 
Sehingga manusia dapat membedakan antara yang hak dan yang batil.

Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menaati dan mengembalikan 
perbedaan-perbedaan pendapat kepada Allah dan Rasul (QS surat an-Nisa': 59). 
Sepanjang umat Islam berdoman dan berpatokan kepada kedua sumber pokok ajaran 
Islam itu dalam menilai dan memutuskan sesuatu, bukankah berarti berarti 
keputusan tersebut berasal dari Allah juga? 

Alquran dan Hadits memang diturunkan untuk dipahami, dihayati, dan 
diaplikasikan dalam kehidupan. Ada aturan dan tata cara dalam menafsirkan 
Alquran. Ibnu Taimiyah menyatakan cara terbaik penafsiran Alquran adalah antara 
ayat dengan ayat. Kalau tidak ditemukan, penafsiran dilakukan antara ayat 
Alquran dengan Hadits --yang memang salah fungsinya adalah menjelaskan Alquran. 

Kalau tidak ada juga, maka hendaklah ayat Alquran ditafsirkan dengan tafsiran 
para sahabat Nabi SAW, yang dianggap lebih memahami karena menyaksikan turunnya 
wahyu. Kalau tetap tidak ada, barulah ditafsirkan dengan menggunakan akal 
(ijtihad). 

Bukan tafsir hawa nafsu
Kendati, dalam batas-batas tertentu seseorang dibolehkan memahami ayat dengan 
menggunakan akal, dia tidak boleh menafsirkan seenaknya. Apalagi menafsirkan 
dengan menuruti kehendak hawa nafsunya. Penafsiran tidak boleh bertentangan 
--terutama-- dengan nash sarih dari ayat Alquran dan Hadits sahih serta 
ajaran-ajaran Islam lain yang sudah pasti kebenarannya. (al-Qawa'id al-Hisan li 
Tafsir Alquran; Kaidah-Kaidah Penafsiran Alquran, Abdurrahman bin Nasir 
as-Sa'di).

Misalnya, kalau ada yang berpendapat bahwa shalat dhuhur boleh diringkas 
menjadi dua rakaat dengan alasan pada zaman modern orang-orang sudah ''super 
sibuk'' (bukan karena alasan musafir atau alasan syar'i lainnya), maka ini 
adalah penafsiran yang keliru, sesat, dan menyesatkan. Sebab bertentangan 
dengan Hadits shahih. Contoh lainnya, kalau ada orang yang berpendapat bahwa 
akan ada nabi atau rasul lagi setelah Nabi Muhammad SAW, maka pendapat itu 
sesat dan menyesatkan. Sebab Alquran dan Hadits sahih telah jelas menyatakan 
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir dan tidak akan ada lagi nabi atau 
rasul sesudah beliau. 

Ditolak
Sejak pertama kali muncul di India, aliran Ahmadiyah telah ditolak dan 
ditentang keras oleh sebagian besar kaum Muslimin. S Abul Hasan Ali Nadwi dalam 
bukunya Qadianism; A Critical Study (1990), menegaskan perbedaan paham dan 
ajaran Ahmadiyah dengan kaum Muslimin pada umumnya, bukan seperti perbedaan 
madzhab dan paham yang berkaitan masalah furu'iyah (cabang). Tapi sudah 
menyangkut ajaran prinsip dan pokok. Terutama yang berkenaan dengan masalah 
akidah.

Karena Ahmadiyah dipandang dapat menyesatkan dan mendangkalkan akidah umat 
Islam, terutama mereka yang awam, maka penjajah Inggris yang berkuasa di India 
pada masa itu menyambut baik. Bahkan Inggris mendukung gerakan Ahmadiyah. 

Abul Hasan Ali Nadwi menulis: Gerakan Qadiyani mencoba membangkitkan struktur 
kepercayaan dan praktik keagamaan baru yang berbeda dari Islam. Gerakan 
Qadiyani menyediakan kepada pengikutnya seorang nabi baru, loyalitas baru, misi 
keagamaan baru, pusat spiritual baru, tempat suci baru, ritual baru, serta 
pemimpin dan pahlawan baru. Salah satu bukti gerakan Ahmadiyah mempunyai ajaran 
bahwa masih ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad adalah apa yang dikatakan 
sendiri oleh Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah. 

Dalam khotbahnya, seperti dikutip dalam Qadianism; A Critical Study, Mirza 
Ghulam Ahmad mengatakan,''Wahai kaum Muslimin, seorang nabi yang dikatakan 
Tuhan dalam Alquran akan muncul pada akhir zaman adalah aku. Datanglah. 
Berkumpullah di bawah benderaku. Jika anda tidak datang kepadaku, Tuhan tidak 
akan memaafkanmu. Dan pada hari pembalasan, anda akan dicampakkan ke dalam 
neraka.''

Saran Iqbal 

Menyikapi reaksi keras penentangan kaum Muslimin terhadap aliran Ahmadiyah ini, 
Muhammad Iqbal (1930) memberi saran kepada pemerintah India untuk mengambil 
sikap tegas. Yaitu dengan menjadikan aliran Ahmadiyah sebagai satu komunitas 
tersendiri yang terpisah dari kaum Muslimin lainnya.

Lebih jelasnya, Allama Iqbal mengatakan: ''Menurut pendapatku, jalan keluar 
terbaik yang sebaiknya ditempuh pemerintah India adalah mendeklarasikan 
Ahmadiyah sebagai komunitas terpisah [dari Islam], sehingga kaum Muslimin bisa 
mentoleransi keberadaan mereka sebagaimana [kaum Muslimin] mentoleransi agama 
lain.''

Apa yang disarankan Iqbal untuk menjadikan Ahmadiyah sebagai komunitas 
tersendiri di India mungkin tidak menjadi masalah. Sebab umat Islam di India 
merupakan penduduk minoritas. Masalahnya, bagaimana kalau hal ini diterapkan di 
suatu negara yang penduduknya mayoritas Islam? 

Dengan demikian, keputusan MUI mengeluarkan fatwa pelarangan terhadap aliran 
Ahmadiyah merupakan tindakan tepat. Fatwa itu menyelamatkan para pengikut 
aliran Ahmadiyah agar tidak menjadi sasaran kemarahan sebagian kaum Muslimin 
yang menentangnya. Fatwa itu juga menyelamatkan kaum Muslimin, khususnya mereka 
yang awam, agar tidak terjerumus ke dalamnya.

Membiarkan aliran yang dinilai sesat, apalagi kalau sampai mencabut fatwa MUI, 
akan menimbulkan bahaya (mudharat) dan kerusakan (mafsadah) yang lebih besar 
bagi sebagian besar umat Islam. Baik karena penyesatan yang dilakukan Ahmadiyah 
atau kemarahan penentangnya. Bukankah menolak sesuatu yang akan menimbulkan 
kerusakan dan bahaya yang lebih besar lebih baik dari pada mempertahankannya 
yang kemaslahatannya kecil (dar'ul mafaasid muqaddamun ala jalabil masalih)? 

Tapi bagaimanapun, cara yang persuasif, dengan hikmah dan mauidzah hasanah 
(nasehat yang baik) dan dialog yang baik_seperti yang diperintahkan Allah di 
dalam Alquran surah an-Nahl ayat 125, merupakan cara terbaik yang harus 
dikedepankan. Dibandingkan dengan menggunakan cara anarkis dan kekerasan yang 
dilarang Islam. Lebih penting dari itu adalah mengembalikan persoalan ini 
kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Hadis sahih). Wallahu a'lam bishawab.




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hld2o93/M=364397.6958316.7892810.4764722/D=groups/S=1705076250:TM/Y=YAHOO/EXP=1123667845/A=2915264/R=0/SIG=11t7isiiv/*http://us.rd.yahoo.com/evt=34443/*http://www.yahoo.com/r/hs";>Get
 fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home 
page</a></font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke