http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0708/25/opini/3791441.htm
   
  "Khilafah" Bukan Sekadar Romantisme     Muhammad Ismail Yusanto   Konferensi 
Khilafah Internasional 2007 yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia pada 
12 Agustus berjalan sangat sukses.   Kekhawatiran sejumlah pihak bahwa 
Konferensi Khilafah Internasional (KKI) akan menjadi ajang deklarasi pendirian 
khilafah tidak terbukti karena sejak awal KKI tidak dibuat untuk itu. KKI 
diselenggarakan hanya sebagai medium guna mengokohkan komitmen menegakkan 
syariah dan khilafah.   Namun, penilaian Azyumardi Azra (Kompas, 18/8) bahwa 
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) seakan-akan meratapi berakhirnya kekuasaan 
ke-khilafah-an Turki Utsmani adalah tidak tepat.   Sebagai Juru Bicara HTI, 
saya berulang kali menegaskan, perhelatan besar ini tidak dimaksudkan untuk 
mengenang atau memperpanjang kesedihan karena keruntuhan khilafah tidak layak 
untuk terus diratapi. Dan HTI sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa 
khilafah yang harus ditegakkan adalah khilafah Ustmaniyah yang dulu berpusat di
 Turki, tetapi khilafah ’ala minhaji an nubuwah sebagaimana dicontohkan 
Rasulullah Muhammad SAW dan dipraktikkan para khulafaurrasyidin yang merupakan 
sahabat utama nabi.   Satu hal penting dicatat, kewajiban menegakkan khilafah 
bukan didasarkan realitas historis atau kenyataan empiris, tetapi berdasarkan 
kewajiban yang diperintahkan Allah SWT dan dan Nabi Muhammad SAW sebagai jalan 
untuk menerapkan syariah dan mewujudkan ukhuwah.   Sejarah   Namun, bukan 
berarti fakta sejarah tidak penting. Dari sejarah, kita bisa mengambil 
pelajaran, penyimpangan ke-khilafah-an dari tuntunan Al Quran dan as Sunnah 
pasti akan menimbulkan masalah. Karena itu, khilafah yang kita inginkan adalah 
khilafah yang menjalankan norma ideal Islam secara konsisten.   Kita mengakui 
ada penyimpangan yang dilakukan para khalifah pada masa lalu, tetapi tidak 
berarti sistem khilafah itulah yang salah. Adalah tidak relevan menyalahkan 
sistem yang ideal hanya dengan melihat kesalahan para pelakunya.   HTI
 juga tidak pernah menyatakan, seluruh sejarah khilafah adalah baik semua. Ada 
juga khilafah yang menyimpang dari norma ideal Islam. Namun, kekecewaan 
terhadap keburukan sebagian khalifah tidak boleh menutupi fakta historis 
tentang sejarah keemasan khilafah yang lain. Ini jelas bukan merupakan tindakan 
yang fair.   Banyak sejarawan mencatat secara obyektif kegemilangan khilafah. 
Will Durant dalam The Story of Civilization, misalnya, menuliskan, para 
khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa 
besar bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para khalifah telah menyiapkan 
berbagai kesempatan bagi siapa pun yang memerlukannya dan meratakan 
kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah 
tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka.   Dr Ali Muhammad 
al-Shalabi dalam kitab al-Daulah al-Utsmaniyah, ‘Awamilu al-Nuhud wa Asbabu 
al-Suqut dengan jelas menggambarkan peran ke-khilafah-an Utsmani dalam 
melanjutkan
 kegemilangan peradaban Islam yang dibangun para khulafa sebelumnya. Maka tak 
berlebihan bila Paul Kennedy dalam The Rise and Fall of The Great Powers: 
Economic Change an Military Conflict from 1500 to 2000, menulis tentang 
ke-khilafah-an Utsmani dengan: Imperium Utsmani, lebih dari sekadar mesin 
militer. Dia telah menjadi penakluk elite yang mampu membentuk kesatuan iman, 
budaya, dan bahasa pada sebuah area lebih luas dari yang dimiliki Imperium 
Romawi dan untuk jumlah penduduk yang lebih besar.   Dalam beberapa abad 
sebelum tahun 1500, dunia Islam telah melampaui Eropa dalam bidang budaya dan 
teknologi. Kota-kotanya luas, terpelajar, perairannya amat bagus. Beberapa kota 
di antaranya memiliki universitas dan perpustakaan lengkap dan memiliki 
masjid-masjid yang indah. Dalam bidang matematika, kastografi, pengobatan, dan 
aspek lain dari sains dan industri, kaum muslimin selalu ada di depan.   Islam 
di Indonesia   Dalam sejarah pengembangan Islam Indonesia, peran khilafah
 Ustmaniyah juga amat menonjol. Banyak ulama, termasuk sebagian yang dikenal 
sebagai Wali Songo, dikirim oleh khalifah. Dia turut membantu kesultanan Aceh 
melawan penjajah Portugis saat itu. Dalam buku Bustanus Salatin karangan 
Nuruddin ar Raniri disebutkan, Kesultanan Aceh menerima bantuan militer berupa 
senjata disertai instruktur dari khilafah Utsmaniyah.   Adalah hak Azyumardi 
Azra untuk mengatakan, gagasan khilafah harus dipertanyakan kelayakan dan 
keberlangsungannya (viability). Namun, penggunaan tafsir dari Al Baqarah ayat 
30 untuk menolak sistem khilafah perlu dipertanyakan.   Ulama terkemuka mana 
yang menjadikan ayat ini sebagai dasar penolakan terhadap sistem khilafah? Imam 
al-Qurthubi dalam buku tafsirnya al-Jami li Ahkam al-Qur’an al-Azhim (Juz 
1/264) justru menjelaskan sebaliknya tentang ayat ini. Dia menulis, "Tidak ada 
perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) di kalangan umat 
Islam dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan
 dari al-a’sham (yang tuli) terhadap syariat".   Menyatukan umat Islam memang 
berat, tetapi bukan utopis. Masalahnya terletak pada kesadaran. Bila muncul 
kesadaran untuk menyamakan visi dan misi kenegaraan di bawah naungan khilafah, 
upaya penyatuan ini bukan mustahil. Penyatuan ini dimungkinkan karena karakter 
utama risalah Islam itu sendiri yang ditujukan untuk seluruh umat manusia 
(kâffat[an] li an-nâsh) dan untuk memberikan kebaikan bagi seluruh alam 
(rahmat[an] li al-‘âlamîn).   Dalam konteks Indonesia, ide khilafah adalah 
jalan untuk membawa Indonesia ke arah lebih baik. Syariah akan menggantikan 
sekularisme yang terbukti memurukkan negeri ini. Ide khilafah sebenarnya juga 
merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan multidimensi yang kini 
nyata-nyata mencengkeram negeri ini dalam berbagai aspek.   Hanya melalui 
kekuatan global, penjajahan oleh kekuatan kapitalisme global bisa dihadapi 
dengan cara yang sama. Karena itu, konferensi ini bisa dibaca sebagai bentuk
 kepedulian yang amat nyata dari HTI dan umat Islam terhadap masa depan 
Indonesia dan upaya menjaga kemerdekaan hakiki negeri ini atas berbagai bentuk 
penjajahan yang ada.   Muhammad Ismail Yusanto Juru Bicara Hizbut Tahrir 
Indonesia 

       
---------------------------------
Park yourself in front of a world of choices in alternative vehicles.
Visit the Yahoo! Auto Green Center.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke