*Kolom IBRAHIM ISA*

*Rabu, 11 Maret 2009*

*-----------------------------*


*'SUPERSEMAR' 1966 -- AWAL BENCANA Bagi NEGARA HUKUM R.I.*


Empatpuluh tiga tahun yang lalu, 11 Maret 1966, dengan bergegas-gegas 
dan tergesa-gesa tiga orang jendral TNI: Jendral Amir Machmud, Jendral M 
Jusuf dan Jendral Basuki Rachmad, berangkat menuju Bogor. Tujuan mereka 
ialah menemui Presiden Sukarno di Istana Bogor. Mereka mendesak, memaksa 
bahkan (menurut sementara saksi mata) 'menodong' Presiden Sukarno untuk 
menandatangani SURAT PERINTAH kepada Jendral Suharto.


Surat perintah tsb kemudian dikenal sebagai 'SUPERSEMAR', singkatan dari 
'Surat Perintah Sebelas Maret'. Sepintas lalu Supersemar adalah secarik 
kertas yang berisi perintah-perintah atasan pada bawahannya. Sekarang, 
dikala semua yang terlibat dalam pembuatan 'Supersemar', sudah tiada, 
menjadilah ia suatu 'misteri'. Tidak ada yang tau dimana gerangan 
keberadaan surat asli perintah Presiden Sukarno kepada Jendral Suharto itu.


Yang pasti tidak 'misteri' ialah bahwa SUPERSEMAR yang hakikinya adalah 
'surat perintah' disulap menjadi surat 'pelimpahan kekuasaan', suatu 
'transfer of power'.


Secara formal Supersemar adalah suatu PERINTAH dari PRESIDEN PANGLIMA 
TERTINGGI SUKARNO kepada Panglima KOSTRAD Jendral Suharto. 
Perintah-perintah tsb bersangkutan dengan tugas-tugas keamanan dan 
ketertiban, berkenaan dengan tugas menjaga kewibawaan, kepemimpinan 
serta ajaran-ajaran Presiden Panglima Tertinggi Sukarno. Juga berisi 
tugas agar Jendral Suharto melapor kepada Presiden RI mengenai 
pelaksanaan tugas-tugas yang tercantum dalam SUPERSEMAR.


Namun, apa yang terjadi tidak sesederhana itu! Apalagi bila diteliti 
peristiwa yang terjadi sebelumnya sekitar dikeluarkannya 'Supersemar'. 
Semuanya mengarah pada adanya suatu rencana rapi, rekayasa, dan 
komplotan untuk melegalisasi dan melancarkan 'kudeta merangkak' yang 
sudah diawali dengan pembangkangan Jendral Suharto terhadap Presiden 
Sukarno, dan penunjukan atas dirinya sendiri sebagai penanggungjawab 
pimpinan Angkatan Darat, setelah terbunuhnya enam orang Jendral dan 
seorang perwira pada peristiwa G30S.


Kedatangan tiga jendral TNI ke Istana Bogor untuk menggondol SUMARSEMAR, 
segera memancing pertanyaan sbb: Mengapa justru tiga jendral itu yang 
khusus datang ke Istana Bogor untuk minta surat perintah dari Presiden 
Sukarno kepada Jendral Suharto? Mengapa tidak Jendral Suharto sendiri 
yang datang menghadap Presiden RI. Bukankah dia sudah mengangkat dirinya 
sendiri menjadi penanggungjawab pimpinan TNI? Mengapa Jendral Suharto 
sembunyi di belakang layar?


Tercatat dalam kronik peristiwa saat-saat sesudah dihancurkannya Gerakan 
30 September 1965, bahwa kedatangan tiga jendral TNI ke Istana Bogor 
'menghadap' Presiden Sukarno, terjadi setelah sidang kabinet 
pemerintahan Presiden Sukarno di Istana Negara di bawah pimpinan 
Presiden Sukarno terganggu dan akhirnya dihentikan. Petugas keamanan 
Istana Negara melaporkan bahwa di muka dan sekitar Istana Negara, 
terjadi demo 'massa' yang menggugat Presiden Sukarno. Diketahui pula 
bahwa diantara kaum demonstran tsb terdapat sejumlah pasukan yang tak 
dikenal. Belakangan diketahui bahwa pasukan tak dikenal tsb adalah 
personil-personil Kostrad yang disusupkan ke tengah-tengah 'massa 
berdemo' tsb. Tambahkan fakta ini lagi : Jendral Suharto yang seharusnya 
hadir dalam sidang kabinet itu, teken absen. Sang Jendral tidak hadir 
dengan alasan kesehatannya terganggu.

Presiden Sukarno, Waperdam Dr Subandrio dan rombongannya terpaksa 
'mengungsi' dengan helikoter ke Istana Bogor. Karena keamanan dan 
keselamatan Presiden RI dianggap sudah tak terjamin lagi bila terus 
memimpin sidang kabinet di Istana Negara, Jakarta.



Dari serentetan fakta-fakta dan peristiwa, tidaklah sulit ditarik 
kesimpulan wajar, bahwa peristiwa dan 'permainan' sekitar SUPERSEMAR 
adalah komplotan untuk melegalisasi suatu permulaan perebutan kekuasaan 
negara dari Presiden Sukarno ke tangan Jendral Suharto.



* * *



Perkembangan berikutnya menunjukkan memang begitulah apa yang terjadi. 
Persekusi dan teror, pemenjaraan dan pembunuhan serta pembuangan ke 
pulau Buru, terhadap warga yang tak bersalah, berlangsung beruntun dari 
satu tindakan kekerasan ke tindakan kekerasan selanjutnya. Sampai 
digulingkannya Presiden Sukarno melalui sandiwara sidang MPRS yang sudah 
'dibongkar-pasang' oleh penguasa baru, dan didirikannya rezim Orde Baru.



* * *



SUPERSEMAR adalah 'pat-pat-gulipat' sebagai 'senjata ampuh' ditangan 
Jendral Suharto, untuk menghancurkan kekuatan pendukung Presiden 
Sukarno, dimulai dengan pembubaran PKI, pembunuhan masal terhadap 
warganegara anggota dan pendukung atau yang dituduh PKI, terhadap 
pengikut dan pendukung setia Presiden Sukarno. SUPERSEMAR adalah 
strategi dan taktik Jendral Suharto mendirikan rezim otoriter Orde Baru.



Dengan Supersemar Jendral Suharto dan pendukungnya mengawali tindakan 
menghancurkan dasar, sendi-sendi dan tata-hukum Negara Republik 
Indonesia sebagai suatu RECHTSTAAT berdasarkan UUD 1945, falsafah negara 
Pancasila dan politik persatuan nasional Presiden Sukarno yang 
anti-neokolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian perjuangan bangsa 
untuk mencapai Indonesia yang benar-benar berdikari dalam ekonomi, bebas 
dalam politik dan berkepribadian Indonesia dalam kebudayaan telah 
mengalami kemunduran serius dan gawat.



* * *



Lahir dan mengeloranya tuntutan dan gerakan REFORMASI dan DEMOKRATISASI 
yang menggulingkan Presiden Suharto, bukan berarti bahwa politik dan 
kebijakan ORBA yang dimulai dengan penyalahgunaan SUPERSEMAR, telah 
bearakhir.



Nyatanya pemerintah-pemerintah pasca Orba, selama sepuluh tahun lebih 
belum berhasil menegakkan negara Republik Indonesia sebagai negara 
hukum; belum berhasil melaksanakan politik luarnegeri yang bebas dan 
akti; belum memulai kebijakan dan tindakan untuk menciptakan ekonomi 
yang berdikari bebas dari pengawasan dan pengontrolan kaum modal 
neo-liberalisme global; belum dibangun suatu kebudayaan nasional yang 
berkepribadian INDONESIA.



Untuk bisa melaksanakan politik dan kebijakan menjadikan Republik 
Indonesia benar-benar bebas mandiri, berdiri tegak atas dasar UUD 1945 
serta konsisten memberlakukan dasar falsafah negara Pancasila, --- salah 
satu jalan penting yang harus ditempuh ialah, ditegakkannya fikiran 
jernih sekitar rekayasa dan penyalahgunaan SUPERSEMAR yang oleh fihak 
militer dijadikan dasar untuk melegitimasi perebutan kekuasaan negara 
serta mendirikan ORBA.



* * *























[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke