Kolom IBRAHIM ISA *Kemis, 25 Sept 2008,*
*-----------------------* MAX LANE Dan AKSI-MASSA POLITIK INDONESIA Rabu sore kemarin, 24 Sept 2008, kebetulan cuaca musim rontok sedang cukup baik, tak ada hujan dan sang surya memancarkan sinarnya dengan leluasa . . . . Aku dengan santai berkunjung ke Leiden. Disitu ikut mendengarkan ceramah yang diselenggarakan oleh KITLV. Pembicara: MAX LANE, aktivis HAM, Indonesianis, wartawan dan penulis berbangsa Australia. Aku juga berrencana bertemu dan cakap-cakap dengan YANTI MIRDAYANTI, dosen Departemen Studi Asteng Universitas Bonn, dan Mark Stadler, mahasiswa jurusan Indonesia di Bonn. Max Lane, datang bersama istrinya Faiza, penulis drama NYAI ONTOSORO, yang diadaptasi dari karya Pramoedya Ananta Tur, BUMI MANUSIA. Dalam ceramahnya Max membawakan tema AKSI, THE FALL OF SUHARTO AND INDONESIAN HISTORY. Undangan, selain kuterima langsung dari Ny Siegers dari KITLV, juga berasal dari IISA, yang difowardkan kepadaku oleh Farida Ishaya, anggota pengurus St Wertheim yang kegiatan sehari-harinya di IISG (International Instituut voor Sociaal Geschiedenis, Amsterdam). Melalui ceramahnya itu Max Lane menjelaskan serta memberikan argumentasi sekitr benang merah yang menjelujuri bukunya UNIFINISHED NATION: INDONESIA BEFORE AND AFTER SUHARTO <Terbit Mei 2008>. Max Lane dewasa ini tergabung pada Department of Malay Studies, National University of Singapore. * * * Dengan jelas dan gaya yang hidup, Max Lane menguraikan sekitar faktor utama jatuhnya Suharto, teristimewa bentuk khusus DIMENANGKANNYA KEMBALI -- 'the re-winning of' - metode-metode perjuangan politik dalam tahun 1990-an -- yang mula-mula diintroduksikan dalam kehidupan politik pada tahap-tahap permulaan revolusi kemerdekaan, yaitu AKSI MASSA. Ingat: Aksi-massa, atau massa-aktie, adalah salah satu ciri khas ajaran Bung Karno mengenai bentuk-bentuk perjuangan yang dianjurkannya sejak awal masa perjuangan bangsa kita melawan kolonialisme Belanda. Saat itu Bung Karno sebagai salah seorang pemimpin perjuangan kemerdekaan yang berpengaruh dan terkemuka, menentang bekerjasama (berkoperasi) dengan pemerintah kolonial, dan menganjurkan non-koperasi. Bung Karno memilih jalan mobilisasi massa rakyat secara langsung. Beliau tidak percaya pada niat baik pemerintah kolonial Belanda. Maka mengandjurkan agar langsung bersandar pada massa rakyat, pada kaum Marhaen. Maka bisa dimengerti mengapa Joesoef Isak, pemimpin penerbit Hasta Mitra, aktivis pejuang prinsip kebebasan menyatakan pendapat, --- menyebut Max Lane itu sesungguhnya adalah seorang SUKARNOIS. Sedangkan Max sendiri secara terbuka menyatakan bahwa ia orang Kiri. Max Lane: Aksi massa istimewa krusial, karena struktur otoriterisme Suharto dibangun justru disekitar penindasan terhadap cara perjuangan ini. Ditujukan untuk menghancurkan samasekali semua aksi-massa politik. Untuk mencegah adanya aksi-aksi politik massa, diberlakukan konsep 'massa mengambang'. Akibatnya a.l -- dalam waktu panjang di Indonesia tak ada perspektif bagi suatu ideolgi nasional. Max Lane mengutip Joesoef Isak yang menekankan berkali-kali bahwa sebagai akibat dari otoriterisme Orba, terjadilah situasi 'pembodohan' bangsa, khususnya di kalangan kaum terpelajar, yaitu ketiadaan keberanian berfikir sendiri, takut berfikir secara berdikari. Oleh karena itu dimenangkannya kembali metode perjuangan aksi-massa, punya arti spesifik dalam dinamika sejarah Indonesia masa panjang. Bersamaan dengan itu, Max Lane menunjukkan betapa pentingnya memenangkan kembali aksi-massa sebagai metode aksi politik, dengan memenangkan kembali ideologi politik progresif yang terkait dengan revolusi nasional. Munculnya kembali cara perjuangan yang terkait dengan ideologi disajikan sebagai bagian dari penjelasan mengenai stagnasi gerakan massa demokratis sejak 1998. Oleh karena itu, merupakan suatu problema yang mengharuskan solusi sebelum terjadinya suatu kemajuan besar dalam melancarkan ofensif terhadap struktur-struktur kekuasaan elite. SOLUSINA: AKSI MASSA -- KUNCINYA: PERSATUAN KAUM PROGRESIP Max Lane memberikan penekanan istimewa pada saling hubungan antar kesadaran untuk mengadakan aksi massa politik dengan pemahaman dan pengertian kaum progresif terhadap sejarah dan kebudayaan bangsa. Ini disebabkna karena dalam waktu panjang periode Orba, hanyalah penguasa yang punya monopoli untuk menentukan sendiri, apa itu dan bagaimana yang dimaksudkan dengan sejarah dan kebudayaan nasional. Ketiadaan kesadaran dan pemahaman hakiki terhadap sejarah dan kebudayaan bangsa yang sebenarnya, menyebabkan ketiadaan kesadaran tentang arti penting dan perlunya aksi massa politik untuk mengubah Indonesia menjadi suatu bangsa yang benar-benar sedar akan identitasnya sebagai bangsa dan negara yang bebas dan demokratis. Ketiadaan kesadaran itu pula yang menyebabkan fragmentasi di kalangan kaum progresif sehingga kekuatan mereka terpencar-pencar dan ketiadaan persatuan dan kesatuan aksi politik, yang bertujuan suatu solusi yang fundamental. Ketiadaan suatu ideologi nasional yang progresif menjelaskan tentang ketiadaan resistensi terhadap neo-liberalisme. Menjelaskan pula, mengapa semua parpol-parpol mainstream di DPR, boleh dikatakan samasekali tidak menentang masuk dan berdominasinya neo-liberalisme di Indonesia. Max Lane: Suatu konsep (dan gerakan) sosial-demokrasi, dewasa ini tidak ada di Indonesia. Sebabnya: Lagi-lagi karena fragmentasi di kalangan aktivis dan kekuatan progresif. Di lain fihak, kesadaran untuk memiliki pemahaman dan pengertian yang benar dan obyektif mengenai sejarah dan budaya Indonesia, berkembang di kalangan generasi muda. Ini a.l dapat dilihat dari kegiatan para sejarawan muda seperti a.l Aswi Warman Adam, Bonnie Triyana, dll. Arus ini sedang terus mengalami perkembangan, bagaimanapun lika-liku dan rintangan yang harus dilaluinya. Hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya penulisan-penuisan baru mengenai peristiwa sejarah dan budaya Indonesia sebelum dan sejak Reformasi, yang jumlahnya mencapai 2000 lebih. * * * Ceramah yang berlangsung mulai jam 15.30 sampai jam 17.00 memang terlalu singkat untuk suatu tema yang begitu besar, yang menyangkut haridepan bangsa Indonesia, dalam perjuangannya untuk mencapai emansipasi nasional. Apa yang dikemukakan diatas, adalah kesan-kesan yang jauh dari lengkap mengenai ceramah tsb. Namun, cukup kiranya untuk merangsang pembaca membaca sendiri buku Max Lane tsb. Aku minta pada Max Lane untuk menuliskan ceramahnya itu menjadi suatu makalah yang perlu disiar-luaskan. Max setuju ide ini dan berjanji akan membuatnya. Betapapaun singkatnya waktu ceramah Max Lane dan tanya-jawab yang berlangsung dengan hadirin (sekitar 50 orang lebih Indonesianis, pakar-pakar,serta beberapa mahasiswa Indonesia dan asing), padaku semakin tumbuh keyakinan, bahwa membebaskan diri dari 'pembodohan' berfikir bangsa sebagai akibat supresi mental pada periode Orba, adalah kunci dan solusi untuk terlaksananya tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh gerakan REFORMASI DAN DEMOKRATISASI. * * * [Non-text portions of this message have been removed]