Kolom IBRAHIM ISA

-------------------------

Minggu, 30 September 2007



MASYARAKAT INDONESIA DI BELANDA MEMPERINGATI 'PERISTIWA PELANGGARAN HAM 
TERBESAR 1965'


Empatpuluh dua tahun sudah berlalu sejak berlangsungnya pelanggaran HAM 
terbesar di Indonesia, yang terkenal dengan 'Peristiwa Pembantaian Masal 
1965' terhadap warganegara tak bersalah oleh Jendral Suharto dan klik 
militernya. Meskipun jangka waktu usaha dan kegiatan HAM di Indonesia 
dan luar negeri berlangsung cukup lama, situasi HAM di Indonesia 
khususnya keadaan IMPUNITAS tidak banyak mengalami perubahan yang mendasar.


Meskipun demikian, semangat masyarakat Indonesia di luarnegeri, 
khususnya Belanda, tak kunjung padam untuk ambil bagian, ikut memberikan 
sumbangan dalam perjuangan demi HAM dan Keadilan di Indonesia. Maka 
antara lain dilangsungkan peringatan peristiwa tragedi nasional tsb. Di 
atas segala-galanya untuk menyatakan protes keras terhadap 'Kejahatan 
Terhadap Kemanusiaan' di Indonesia, serta menuntut keadilan dan 
rehabilitasi hak-hak politik dan hak-hak kewarganegaraan para 'Korban 
Peristiwa 1965'.


Demikianlah, hari ini, tanggal 30 September 2007, LPK-65 <Lembaga 
Pembela Korban 1965> di Belanda, telah dengan sukses mengorganisasi 
peringatan tsb di Gedung Schakel, Diemen, Holland, dengan tema utama 
keadaan IMPUNITAS DI INDONESIA.


Peringatan yang berlangsung dengan khidmat dan serius, dibuka oleh 
Farida Ishaya, Ketua Perhimpunan Pesaudaraan, dengan bersama menyanyikan 
lagu Nasional INDONESIA RAYA, kemudian diikuti dengan mengheningkan 
cipta untuk mengenangkan para korban. Hadirin meliputi kira-kira 100 
orang dari masyarakat Indonesia yang berdatangan dari Amsterdam, Utrecht 
(termasuk mahasiswa yang sedang studi di Universitas Utrecht), Zeist, 
Rotterdam, Wageningen (mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di 
Universitas Wageningen), Den Haag (mahasiwa yang sedang studi), 
Eindhoven, Amstelveen, dll tempat. Juga tampak antara lain, Joop 
Morrien, wartawan progresif Belanda; lalu dari Yayasan Sapulidi, Leiden 
(Mintardjo) dan Yayasan Indonesia Media, Woerden (Maman Tahsin). Malah 
hadir pula dari Indonesia. Yaitu Mugiyanto, Ketua IKOHI, juga ketua 
Asian Federation Against Involuntary Dissappearance (AFAD), yang 
kebetulah datang ke Belanda kembali dari Jenewa, untuk keperluan 
kegiatan pembelaan 'korban orang-hilang'.


Pembicara-pembicara penting yang membacakan makalahnya adalah Djumeini 
Kartaprawira, Ketua LPK-65 Belanda, dan Sucipto Munandar, Ketua Yayasan 
Indonesiƫ Studies, Onderzoek en Informatie, Amsterdam. (LPK-65 Belanda 
akan khusus menyiarkan secara lengkap kedua makalah tsb dalam siaran mereka)


* * *


Ada satu hal penting yang ingin kusoroti mengenai peringatan PERISTIWA 
KORBAN 1965 kali ini. Karena, ia berbeda dengan peringatan-peringatan 
yang diadakan di masa lalu di Belanda, yang seingatku pembicaranya 
adalah orang-orang Indonesia.


Keistimewaannya pertemuan peringatan peristiwa korban 1965 kali ini, di 
Belanda, ialah hadirnya <atas undangan> Ny. Martha Meiyer. Bukan sekadar 
hadir. Tetapi beliau tampil sebagai pemberi 'keynote speech', mengenai 
masalah IMPUNITAS DI INDONESIA. Yaitu tentang situasi 'bebas hukum' atau 
lebih jelas lagi tentang 'ketiadaan hukum' di Indonesia, yang dinyatakan 
sebagai 'negara hukum'. Kehadiran Martha Meijer punya arti khusus, 
karena hal itu memanifestasikan perhatian internasional dan solidaritas 
aktivis dan tokoh HAM asal Belanda terhadap para korban pelanggaran HAM 
di Indonesia.


SIAPA MARTHA MEIJER?

Orangnya sejak duku aktif sebagai relawan sekaligus juga profesional 
dalam kegiatan-kegiatan yang menyangkut hak azasi manusia. Wanita 
Belanda yang fasih berbahasa Indonesia, adalah mantan Ketua Amnesty 
International Belanda dan seorang 'country coordinator untuk Indonesia' 
di AI Belanda, telah melakukan kegiatan demi HAM sejak tahun 
tujuhpuluhan abad lalu.


Beliau tergugah oleh nasib dan penderitaan para tapol Indonesia yang 
ditemuinya di Indonesia (1973). Maka lahir dalam hati sanubarinya hasrat 
untuk berbuat sesuatu demi pengembangan HAM di Indonesia. Beliau pernah 
koordinator INDOC, Pusat Dokumentasi dan Informasi Indonesia di Leiden, 
Belanda. Sejak tahun 1996, Martha Meijer, adalah direktur HOM, Humanist 
Committee on Human Rights di Belanda (Untuk informasi lebih lanjut 
silakan klik situs HOM -- -- www.hom.nl -- dan--- 
www.humanrightsimpact.org--).


Dalam tahun 2005 Martha Meijer melakukan penelitian selama 6 bulan di 
Indonesia dalam rangka penerapan sebuah pendekatan yang telah 
dikembangkan oleh HOM untuk menilai kebijakan dan program-pgroam yang 
diarahkan untuk peningkatan kondisi HAM (Human Rights Impact Assesment, 
HRIA).


Resultatnya adalah sebuah buku hasil studi berjudul JANGKAUAN IMPUNITAS 
DI INDONESIA.


Penelitian tsb menganalisis empat pola yang merupakan sumbangan pada 
keberlanjutan atau kelanggengan impunitas di Indonesia serta mengaitkan 
keempatnya dengan sasaran perubahan yang diturunkan dari hukum azasi 
manusia internasional. Indikatornya telah diidentifikasikan, yang 
merupakan pilar-pilar utama untuk strategi menghentikan terjadinya 
impunitas. Perlu dikemukakan di sini bahwa para aktivis hak azasi 
manusia Indonesia sudah mulai menggunakan analisis ini untuk mendesain 
kerja-kerja mereka di masa datang dan kersama untuk menentang impunitas 
.<Dari buku Martha Meiyer edisi Indonesia, JANGKAUAN IMPUNITAS DI 
INDONESIA, 2007>.


Ketika memberikan 'keynote speech'-nya Martha Meijer menjelaskan bahwa 
hasil studinya di Indonesia mengenai IMPUNITAS, adalah sebuah analisis 
yang diatur dengan menggunakan metode Penilaian Dampak Hak Azasi Manusia 
(Human Rights Impact Assesment, HRIA) , dengan langkah-langkah:


1. Diskripisi mengenai situasi akhir; 2. Konteks politik - yang 
difokuskan pada impunitas yang diarahkan pada analisis pola-pola 
impunitas selama periode 1965-2005; 3. Sasaran perubahan - difokuskan 
pada pengentasan impunitas dengan menggunakan panduan PBB yang 
dikembangkan oleh Orentlicher; 4. Isu-isu yang akan dimonitor - 
mendaftar isu-isu di mana pola-pola impunitas berkonflik dengan sasaran 
perubahan yang tampak pada sejumlah indikator spesifik yang dimonitor; 
5. Kesimpulan dan rekomendasi - termasuk prioritas untuk perubahan dan 
advokasi.


Jelas kiranya, untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut dan mendalam 
mengenai hasil studi Martha Meijer mengenai masalah IMPUNITAS di 
Indonesia, yang paling baik ialah membeli buku hasil studi Martha Meijer 
tsb dan mempelajarinya secara khusus. (Terbitan Jaringan Mitra Impunitas 
2007)


* * *


Hari memperingati Peristiwa Pelanggaran HAM Terbesar di Indonesia yang 
berlangsung di Diemen hari ini, tidak sekadar mendengar makalah para 
pembicara, khususnya hasil studi lapangan oleh Martha Meijer mengenai 
situasi impunitas di Indonesia. Tanya-jawab dan diskusi yang berlangsung 
setelah mendengarkan setiap pembicara, telah menambah pemahaman dan 
pengertian para hadirin yang dengan aktif ambil bagian dalam diskusi tsb.


Telah bertambah pula pemahaman dan pengertian hadirin bahwa, kegiatan 
membela para korban Peristiwa 1965, sampai tercapainya tujuan 
diakhirinya situasi impunitas di Indonesia, serta tercapainya 
rehabilitasi hak-hak politik dan hak-kewarganegaraan para korban dan 
keluarganya, yang hingga kini masih menderita diskriminasi dan 
stigmatisasi, ----- harus dilakukan kegiatan dengan berrencana, sabar 
dan dengan semangat yang tinggi.


Serta mengkhayati pentingnya memadukan kegiatan HAM di dalam negeri yang 
merupakan usaha utama dengan kegiatan solidaritas internasional sebagai 
fakor yang amat diperlukan.


* * *




Kirim email ke