http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=1815
Korban Lapindo Tuntut Pembayaran Sekaligus, ribuan Warga Tutup Jembatan Porong [SIDOARJO] Ribuan warga dari tujuh desa yang menjadi korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Gerakan Pendukung Perpres 14/2007 (Geppres) berunjuk rasa dengan cara menutup jembatan Porong, Sidoarjo, Jatim, Kamis, (4/12). Mereka menuntut sisa pembayaran 80 persen ganti rugi tanah mereka dibayar sekaligus bukan dicicil. Akibat aksi itu, kendaraan dari arah Sidoarjo harus berbelok melalui jalur Krian, lalu ke Mojosari. Sedangkan kendaraan dari arah Malang dan Pasuruan, dibelokkan ke Japanan, terus ke Mojosari dan Krian. "Kami ingin sisa pembayaran 80 persen dilakukan tunai, bukan dengan cara dicicil," kata Hari Suwandi, koordinator aksi, seperti dikutip Antara, Kamis (4/12). Ketika ditanya tentang perwakilan warga di Jakarta yang menyetujui pembayaran dengan cara dicicil, Hari menyatakan,"Kami anggap mereka sebagai pengkhianat. Pasalnya, kami yang ada di Sidoarjo tidak setuju jika pembayaran itu dilakukan dengan dicicil. Kami ingin sisa pembayaran dilakukan secara tunai," tegasnya. Presiden Marah Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhyono marah kepada PT Lapindo Brantas karena belum menyelesaikan tanggung jawabnya membayar ganti rugi kepada para korban lumpur Lapindo. Kemarahan itu disampaikan Presiden saat menerima pemilik PT Lapindo Brantas, Nirwan Bakrie bersama sejumlah menteri. Sedianya, mereka diterima Presiden pada Rabu (3/12) pukul 12.00 WIB. Para menteri sudah datang sebelum pukul 12.00 WIB, tetapi Nirwan Bakrie baru datang pukul 12.30 WIB. Dalam pertemuan yang tidak terlalu lama itu, Presiden meminta mereka membicarakan kembali masalah pembayaran ganti rugi kepada para korban. Dalam pertemuan itu, Presiden mengaku sama sekali tidak nyaman dengan suasana sebagaimana dialami masyarakat Sidoarjo yang hak-haknya belum digantikan. Presiden Yudhoyono sangat kecewa karena masalah tersebut belum bisa diselesaikan. Padahal, kata Presiden dengan nada tinggi, masalah Aceh saja bisa diselesaikan dengan baik. Para wartawan foto dan juru kamera televisi tidak bisa menyaksikan lebih lanjut kemarahan Presiden karena pasukan pengamanan presiden meminta mereka keluar dari ruang pertemuan. [Ant [Non-text portions of this message have been removed]