21 Feb 2006 - 4:00 pm

Maaf, Anda ingin telanjang di muka umum? Telanjanglah sebebas-bebasnya, tak
perlu sungkan. Telanjang itu katanya simbol kejujuran. Ketika kemunafikan
merajalela, ketelanjangan merupakan pilihan. Simbol perlawanan terhadap
berbagai topeng. Jadilah ketelanjangan sebagai benar, bahkan perlu
dipertunjukan di ruang publik. Telanjang bukan lagi keseronokan, apalagi
melanggar moral. Ketelanjangan bukan lagi sebuah kebugilan fisik, yang
mengoyak nilai-nilai luhur kehidupan. Ketelanjangan itu sebuah estetika yang
filosofis.

Demikian logika kaum seniman dan pendukung ekspresi bebas-nilai
beragumentasi soal telanjang tubuh di muka publik. Ketika karya seni digital
menampilkan foto dua artis ternama dalam keadaan telanjang, yang menuai
kritik dan aduan masyarakat yang tak setuju, para pendukung seni telanjang
membela mati-matian. Foto telanjang itu sama sekali bukan pornografi atau
pornoaksi, tetapi sebuah keindahan yang melambangkan kejujuran. Jadi bukan
sesuatu yang porno, baik pornografi maupun pornoaksi.

Soal porno? Tergantung pada orangnya, demikian dalih mereka. Bagi orang
berpikiran ngeres, katanya, foto telanjang itu jadi porno. Bagi penikmat
seni dan mereka yang tidak ngeres, foto atau apa pun karya seni yang
ditampilkan itu menjadi indah. Itu namanya estetika, bukan kepornoan. Bukan
keseronokan. Lagian, kaum agamawan, juga orang awam, mereka tak paham seni.
Wong mereka biasa ngaji kitab kuning, mana tahu cita rasa seni, kecuali
seniman yang kiai atau kiai yang seniman. Seni itu berbeda dari agama dan
moral. Seni itu seni, bukan yang lain. Bagaimana Undang-undang atau agama
mau membatasi karya seni yang memiliki norma sendiri, yang berbeda dari
norma hukum dan agama? Begitulah argumen kaum seniman bebas-nilai.

Maka, ketika RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi digulirkan di DPR, para
seniman dan mereka yang mendukung seni bebas-nilai itu betul-betul
menolaknya. Mula-mula mereka menolaknya karena batasan pornografi dan
pornoaksi tidak jelas. Ada juga yang menerima, tetapi hanya untuk membatasi
atau memberantas tabloid, majalah, surat kabar, dan VCD porno yang seronok
dan kini tengah dirazia polisi di berbagai tempat. Apalagi kalau VCD atau
karya seronok itu hasil bajakan, para seniman itu setuju sekali dengan razia
polisi, maklum karya-karya mereka banyak dibajak. Kalau menyentuh keuntungan
bagi kepentingannya memang gampang sekali setuju, tapi kalau merugikan
menolak dengan keras.

Ketika konsep porno dijelaskan, mereka bergeser lagi ke sisi lain. Baiklah,
pornografi jelas batasannya, tetapi pornoaksi bagaimana? Bagaimana para
penari seni tradisional seperti tari Bali, penduduk asli di pedalaman Papua,
apa mau dikategorikan pornoaksi? Ketika dijelaskan, bahwa hal-hal seperti
itu dimasukkan dalam konteks budaya daerah yang memiliki wilayah aturan
sendiri, para seniman sekuler-liberal itu bergeser lagi. Taruhlah batasan
pornografi dan pornoaksi itu diperjelas, tetapi apa harus ada Undang-Undang?
Seni dan ekspresinya tidak bisa dibatasi oleh apa pun.

Pendukung seni bebas-nilai bahkan kian bertambah. Sejumlah pihak menolak RUU
Anti Pornografi dan Pornoaksi dengan logika hubungan rakyat dan negara.
Janganlah negara mengatur moral masyarakat, kata mereka. Biarlah moral itu
jadi milik kehidupan orang perorang, tidak perlu diatur negara.

Dengan berbagai dalih yang hebat dikatakan, di negara-negara maju seperti di
Barat, negara tidak ikut campur dalam urusan moral maupun agama. Moral dan
agama jangan masuk urusan negara, biarlah jadi milik pribadi manusia, warga
negara. Itulah logika kaum sekuler, dengan pengalaman hubungan agama
(Kristen) di Barat. Kelompok ini beberapa waktu yang silam juga menolak
kehadiran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yang memasukan
pendidikan agama.

Pemisahan negara dan agama berangkat dari paradigma Barat, sebagai pilihan
paling ekstrem dari trauma buruk hubungan Gereja dan negara di abad
pertengahan. Peradaban modern Barat yang menjadi rujukan modernitas di
seluruh negeri sekaligus mematok pemisahan agama dan negara. Pola ini
dianggap berlaku ideal dan universal untuk seluruh dunia, tanpa kecuali.
Jika ada negara dan komunitas agama yang ingin melembagakan agama atau
mempertautkannya ke dalam negara, dianggap buruk bagi bangunan peradaban
modern. Tidak mengikuti standar kebudayaan Barat yang maju, modern, dan
berperadaban tinggi, sebagai kiblat kejayaan. Tapi ironisnya, ketika negara
dalam beberapa hal menguntungkan, kaum sekularis netral agama dan penganut
pemisahan agama dan negara itu, tidak malu-malu juga meminta campur tangan
negara untuk kepentingan menyalurkan aspirasinya. RUU Anti Pornografi dan
Pornoaksi ditolak karena tidak jelas batasannya. Setelah dibikin jelas,
ditolak pula dengan alasan negara tidak boleh campur tangan mengurus atau
mengatur moral masyarakat. Ditolak pula karena seni memiliki nalar dan
kebebasan sendiri, yang tidak bisa dijerat oleh hukum negara.

Kita jadi ingat kaum Bani Israil, umat Nabi Musa yang suka membangkang.
Ketika kaum Musa itu ditinggal pergi ke Gunung Tursina, mereka kembali
murtad dan menyembah sapi. Lalu terjadilah sebuah peristiwa pembunuhan. Si
pembunuh malah melaporkan pembunuhan itu ke publik, bahwa ada pembunuhan
entah siapa yang melakukannya. Keadaan jadi anarkis, tak ditemukan siapa
pembunuhnya. Dengan wahyu Tuhan, Musa menyuruh penyembilihan sapi sebagai
kata putus untuk menemukan pembunuhnya. Langkah itu selain sebagai ikhtiar
mengakhiri perselisihan akibat pembunuhan, sekaligus sebagai simbol
mendelegitimasi kemusyrikan kaum Bani Israil yang menyembah sapi.

Tapi apa lacur? Kaum Bani Israil memang dikenal suka membangkang. Mereka
bertanya kepada Musa alaihissalam. Mula-mula menolak untuk menyembelih sapi,
karena takut jadi ejekan. Setelah diyakinkan Musa, akhirnya mau tapi masih
bertanya pula. Tanyakan kepada Tuhan, sapi betina atau jantan? Sapi betina.
Tua apa masih muda? Tidak tua juga tidak muda. Apa warnanya? Sapi kuning
tua, yang menyenangkan setiap orang yang memandangnya. Kaum Musa itu masih
juga bertanya, sapi seperti apa lagi? Sapi betina yang dikehendaki itu ialah
sapi betina berwarna kuning tua, yang belum pernah dipakai membajak tanah
atau mengairi tanaman, tidak cacat, juga tidak ada belangnya. Nyaris saja
mereka mengingkarinya, jika tidak karena kehabisan logika dan kesabaran Nabi
Musa. Selalu bertanya dan mengaburkan logika agama demi menisbikan dan
bahkan menolaknya.

Kita berharap mazhab Bani Israil tidak semakin meluas di negeri ini.
Lebih-lebih yang berkaitan dengan membangun moral masyarakat dan tegaknya
nilai-nilai luhur agama dalam kehidupan publik. Jika ditarik ke sana ke
mari, apa pun bisa direlatifkan, bahkan agama dan Tuhan sekalipun. Sudah
terlalu jauh moralitas di negeri ini kehilangan daya rekatnya dalam
kehidupan individu maupun kolektif. Sudah terlalu meluas dan menyolok mata
pula berbagai bentuk keseronokan dan demoralisasi hadir di ruang publik kita
tanpa rasa sungkan. Kasihan sekali masa depan generasi anak-anak bangsa di
negeri ini. Mereka jadi sasaran empuk dan konsumen murahan dari berbagai
produk keseronokan yang merusak moral dan potensi diri anak negeri. Di
tengah bahana demoralisasi dan keseronokan yang liar seperti itu, ternyata
para seniman dan penganut paham sekuler agama, tidak banyak berbuat selain
asyik-maksyuk dengan dunianya sendiri secara ananiyah.

Biarlah setiap pilar bergerak untuk memulai membangun karakter bangsa, juga
melalui penegakan moral agama maupun konstitusi negara dan hukum. Memang
hukum saja tidak cukup. Politik saja tidak cukup. Pendidikan formal saja
tidak memadai. Negara pun tidak cukup. Bahkan, jika dinisbikan, upaya setiap
agama dan kelompok-kelompok agama pun tidak cukup untuk membangun moral dan
mencegah kerusakan. Tapi jika tidak dimulai, mau dari mana dan kapan lagi?

Jika semua hal dinisbikan, jangankan sebuah Undang-Undang, bahkan agama dan
Tuhan pun bisa dianggap nihil. Lalu yang muncul ke permukaan ialah imperium
baru yang bernama kebebasan, seni, dan demokrasi yang mendewakan dirinya
sendiri dan tak boleh tersentuh apapun. Mazhab Bani Israil dengan logika
relativisme, anarkisme, dan nihilisme lantas hadir kembali di alam modern
laksana sebuah kekaisaran baru yang penuh gemerlap, sekaligus berwajah
cantik. (RioL/Haedar Nashir )




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke