Mustofa toles
1. Tuduhan ust HMNA terhadap buku ust Adnin sebagai pengecer dan fasilitator yang datanya digunakan orang untuk menyerang al-Qur'an, sama dengan menuduh buku al-Ghazali Maqasid al-Falasifah dan Tafahut al-Falasifah sebagai fasilitator orang belajar filsafat dan menggunakannya untuk menyerang Islam. This way of thinking is absurd and needs no further discussion.

2. Ust HMNA kelihatannya 'ngeyel'. Hasil hermeneutika berbentuk penafsiran ayat, bukan metode pengabsahan teks sebagaimana yang dibahas dalam dua kolom bersambungnya di Harian Fajar tsb. Makanya kita katakan {meminjam ungkapannya sendiri} beliau salah 'babat'.

================================

MQ yg pk e-mailnya Abah pd mlm/hr Jmt toles:
Sebelum pulang ke pesantren ana menyempatkan diri menyawab al-Mustafa

1. Oh,oh, al-Mustafa, Abah tidak menuduh, ini buktinya:
----- Original Message -----
From: kecoa
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, March 21, 2006 6:55 PM
Subject: [debat_ islam-kristen] Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi
Alquran

Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Alquran

Para Orientalis seperti Ignaz Goldziher (m. 1921), mantan mahasiwa
al-Azhar, Mesir, Theodor Nildeke (m. 1930), Friedrich Schwally (m.
1919), Edward Sell (m. 1932), Gotthelf Bergstresser (m.1933), Leone
Caentani (m. 1935), Alphonse Mingana (m. 1937), Otto Pretzl (m.
1941), Arthur Jeffery (m. 1959), John Wansbrough (m. 2002) dan
muridnya Prof Andrew Rippin, serta Christoph Luxenberg (nama
samaran), dan masih banyak lagi yang lain, membawa pandangan hidup
mereka (world view) ketika mengkaji Islam.

Mereka mengadopsi metodologi Bibel ketika mengkaji al-Quran. Pendeta
Edward Sell, misalnya, menyeru sekaligus mendesak agar kajian
terhadap historisitas al-Quran dilakukan. Menurutnya, kajian kritis-
historis al-Quran tersebut perlu menggunakan metodologi analisa
bibel (biblical criticism). Untuk merealisasikan gagasannya, ia
menggunakan metodologi higher criticism dalam bukunya Historical
Development of the Quran, yang diterbitkan pada tahun 1909 di
Madras, India.

Senada dengan Pendeta Edward Sell, Pendeta Alphonse Mingana di awal-
awal artikelnya menyatakan bahwa: "Sudah tiba masanya untuk
melakukan kritik teks terhadap al-Quran sebagaimana telah kita
lakukan terhadap Bibel Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramaik dan
kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani." (Alphonse Mingana, Syriac
Influence on the Style of the Kur'an", Manchester Bulletin 11:
1927). Nildeke, Schwally, Bergstresser, dan Pretzl bekerja sama
menulis buku Geschichte des Qorans (Sejarah al-Quran). Buku yang
menggunakan metodologi Bibel ini, mereka tulis selama 68 tahun sejak
edisi pertama dan selama 40 tahun sejak diusulkannya edisi kedua.
Hasilnya, sampai saat ini, Geschichte des Qorans menjadi karya
standar bagi para orientalis khususnya dalam sejarah kritis
penyusunan al-Quran.

Seirama dengan yang lain, Arthur Jeffery mengatakan: "Kita
membutuhkan tafsir kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan
oleh orientalis modern sekaligus menggunakan metode-metode
penelitian kritis modern untuk tafsir al-Quran." (Arthur Jeffery,
Progress in the Study of the Quran Text, The Moslem World 25: 1935).
Jeffery selanjutnya menumpukan hasratnya untuk membuat tafsir-kritis
al-Quran. Salah satu caranya dengan membuat kamus al-Quran.
Menurutnya, karya-karya tafsir selama ini tidak banyak memuat
mengenai kosa kata teknis di dalam al-Quran. Menurutnya lagi, para
mufasir dari kalangan Muslim, masih lebih banyak yang tertarik untuk
menafsirkan masih dalam ruang lingkup hukum dan teologi dibanding
untuk menemukan makna asal (original meaning) dari ayat-ayat al-
Quran. Merealisasikan impiannya, pada tahun 1925-1926, ia mengkaji
dengan serius kosa-kata asing di dalam al-Quran. Hasilnya, ia
menulis buku The Foreign Vocabulary of the Quran (Pengaruh Kosa-Kata
Asing di dalam al-Quran), Baroda: Oriental Institute, 1938). Ia
berharap kajian tersebut bisa dijadikan kamus al-Quran, sebagaimana
kamus Milligan-Moulton, sebuah kamus untuk Perjanjian Baru.

Tidak berhenti dengan kajian filologis (philological study), Jeffery
juga mengadopsi analisa teks (textual criticism) untuk mengkaji
segala aspek yang berkaitan dengan teks al-Quran. Tujuannya untuk
menetapkan akurasi teks al-Quran. Analisa teks melibatkan dua
proses, yaitu revisi (recension) dan amandemen (emendation).
Merevisi adalah memilih, setelah memeriksa segala material yang
tersedia dari bukti yang paling dapat dipercaya, yang menjadi dasar
kepada sebuah teks. Amandemen adalah menghapuskan kesalahan-
kesalahan yang ditemukan sekalipun di dalam manuskrip-manuskrip yang
terbaik.

Menurut Jeffery, sejarah teks (textual history) al-Quran sangat
problematis karena tidak ada satupun dari ortografi naskah asli dulu
yang masih ada.

Tidak ada naskah al-Quran yang ada saat ini, yang tidak berubah.
Sekalipun perubahan naskah itu alasannya demi kebaikan, namun tetap
saja, menurut Jeffery, wajah teks asli sudah berubah.

Manuskrip-manuskrip awal al-Quran, misalnya, tidak memiliki titik
dan baris dan ditulis dengan khat Kufi yang sangat berbeda dengan
tulisan yang saat ini digunakan.

Jadi, menurut Jeffery, modernisasi tulisan dan ortografi, yang
melengkapi teks dengan tanda titik dan baris, sekalipun memiliki
tujuan yang baik, namun telah merusak teks asli. Teks yang diterima
(textus receptus) saat ini, bukan fax dari al-Quran yang pertama
kali.

Namun, ia adalah teks yang merupakan hasil dari berbagai proses
perubahan ketika periwayatannya berlangsung dari generasi ke
generasi di dalam komunitas masyarakat. (Arthur Jeffery, The Quran
as Scripture, New York: R. F. Moore: 1952).

Dalam pandangan Jeffery, tindakan masyarakat (the action of
community) yang menyebabkan sebuah kitab itu dianggap suci. Fenomena
ini, menurutnya, terjadi di dalam komunitas lintas agama. Komunitas
Kristen (Christian community), misalnya, memilih 4 dari sekian
banyak Gospel, mengumpulkan sebuah korpus yang terdiri dari 21 Surat
(Epistles), dan menggabungkan dengan Perbuatan-Perbuatan (Acts) dan
Apokalipse, yang semua itu membentuk Perjanjian Baru (New
Testament).

Ini sama halnya, menurut Jeffery, dengan

. penduduk Kufah yang menganggap mushaf 'Abdullah ibn Mas'ud sebagai
al-Quran edisi mereka (their recension of the Quran),
. penduduk Basra dengan mushaf Abu Musa,
. penduduk Damaskus dengan mushaf Miqdad ibn al-Aswad, dan
. penduduk Syiria dengan mushaf Ubay.

Bagaimanapun, mushaf-mushaf tersebut lagi-lagi paralel sekali dengan
sikap masing-masing pusat-pusat gereja terdahulu yang masing-masing
menetapkan sendiri beragam variasi teks di dalam Perjanjian Baru.
Teks Perjanjian Baru memiliki berbagai versi seperti teks Alexandria
(Alexandrian text), teks Netral (Neutral text), teks Barat (Western
text), dan teks Kaisarea (Caesarean text). Masing-masing teks
tersebut memiliki varian bacaan tersendiri.

Jeffery berpendapat mushaf-mushaf tersebut merupakan bagian dari
mushaf-mushaf tandingan (rival codices) terhadap mushaf Usmani. Ia
kemudian berkolaborasi dengan Bergstresser, guru Joseph Schacht
merancang untuk membuat al-Quran edisi kritis (a critical edition of
the Quran).

Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid

Dalam perkembangannya, metodologi tersebut juga sudah diterapkan
oleh sebagian pemikir Muslim. Mohammed Arkoun, misalnya, sangat
menyayangkan jika sarjana Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum
Yahudi-Kristen. Ia mengatakan: "Sayang sekali bahwa kritik-kritik
filsafat tentang teks-teks suci -- yang telah digunakan kepada Bibel
Ibrani dan Perjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan konsekuensi
negatif untuk ide wahyu --terus ditolak oleh pendapat kesarjanaan
Muslim." (Mohammed Arkoun, Rethinking Islam: Common Questions,
Uncommon Answers). Ia juga menegaskan bahwa studi al-Quran sangat
ketinggalan dibanding dengan studi Bibel (Quranic studies lag
considerably behind biblical studies to which they must be
compared). (Mohammed Arkoun, The Unthought in Contemporary Islamic
Thought, London: Saqi Books, 2002). Menurut Arkoun, metodologi John
Wansbrough, memang sesuai dengan apa yang selama ini ingin ia
kembangkan. Dalam pandangan Arkoun, intervensi ilmiah Wansborugh
cocok dengan framework yang ia usulkan. Framework tersebut
memberikan prioritas kepada metode-metode analisa sastra yang,
seperti bacaan antropologis-historis, menggiring kepada pertanyaan-
pertanyaan dan sebuah refleksi yang bagi kaum fundamentalis saat ini
tidak terbayangkan. (Mohammed Arkoun, Contemporay Critical Practices
and the Quran, di dalam Encyclopaedia of the Quran, Editor Jane
Dammen McAuliffe, Leiden: Brill, 2001).

Padahal John Wansbrough, yang menerapkan analisa Bibel, yaitu form
criticism dan redaction criticism kepada al-Quran, menyimpulkan
bahwa teks al-Quran yang tetap ada baru ada setelah 200 tahun
wafatnya Rasulullah SAW. Menurut John Wansbrough lagi, riwayat-
riwayat mengenai al-Quran versi Usman adalah sebuah fiksi yang
datang kemudian, direkayasa oleh komunitas Muslim supaya asal-muasal
al-Quran dapat dilacak ke Hijaz (Issa J Boullata, Book Reviews:
Qur'anic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation,
The Muslim World 67: 1977).

Menurut Arkoun, kaum Muslimin menolak pendekatan kritis-historis al-
Quran karena nuansa politis dan psikologis. Politis karena mekanisme
demokratis masih belum berlaku, dan psikologis karena kegagalan
pandangan muktazilah mengenai ke-makhluk-an al-Quran. Padahal,
menurut Arkoun, mushaf Usmani tidak lain hanyalah hasil sosial dan
budaya masyarakat yang kemudian dijadikan ''tak terpikirkan'' dan
makin menjadi ''tak terpikirkan'' karena kekuatan dan pemaksaan
penguasa resmi. Ia mengajukan istilah untuk menyebut mushaf Usmani
sebagai ''mushaf resmi tertutup (close official corpus). (Mohammed
Arkoun, Rethinking Islam Today di dalam Mapping Islamic Studies,
Editor Azim Nanji).

Dalam pandangan Mohammed Arkoun, apa yang dilakukannya sama dengan
apa yang diusahakan oleh Nasr Hamid Abu Zayd, seorang intelektual
asal Mesir. Arkoun menyayangkan sikap para ulama Mesir yang
menghakimi Nasr Hamid. Padahal metodologi Nasr Hamid memang sangat
layak untuk diaplikasikan kepada al-Quran.

Nasr Hamid berpendapat bahwa al-Quran sebagai sebuah teks dapat
dikaji dan ditafsirkan bukan hanya oleh kaum Muslim, tapi juga oleh
Kristen maupun ateis.

Al-Quran adalah teks linguistik-historis-manusiawi. Ia adalah hasil
budaya Arab.


Aturan berdebat :
1. Menjaga Kesopanan (sampaikan dengan baik dan santun).
2. Argumen Yang Didukung Kitab Suci, dan ilmu terkait.
3. Tidak berdebat Kusir  (menanggapi dengan tidak tepat, melenceng jauh).
4. Tidak subjektif (menilai sesuai norma berpikir universal, bukan
individualistic dan fanatik semata).

=================================
2. Oh, oh, al-Mustafa, yang 'ngeyel' itu ente.Yang ente bilang metode pengabsahan teks, itu yang Abah bilang Pendekatan Output. Mempertahankan keaslian output Musshaf 'Utsmany. Itu untuk membabat hasil hermeneutika mengritisi Musshaf 'Utsmani oleh 2 orang orientalis yang ngeyel,  yang Abah toles sebagai pendekatan yang proses oriented.
Oh, oh al-Mustafa, ente baca permulaan yang Abah toles dalam Seri 728: Hasil metode hermeneutika yang process oriented tersebut akan saya babat dengan metode numerik yang output oriented.

Oh, oh, al-Mustafa, inilah dia Seri 728, sekali lagi ente perhatikan kalimat pertama:
Hasil metode hermeneutika yang process oriented tersebut akan saya babat dengan metode numerik yang output oriented.

********************************************

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
728. Melawan Virus Hermeneutika dengan Ejaan

Hasil metode hermeneutika yang process oriented tersebut akan saya babat dengan metode numerik yang output oriented.

Adapun cara Allah memelihara Al-Quran yaitu:

Pertama, Allah memberikan kemampuan bagi sejumlah ummat Islam yang dapat menghafal Al-Quran. Lagi pula sejak zaman Nabi SAW hingga sekarang ini dan insya-Allah hingga hari kiamat, setiap bulan Ramadhan di Masjid Al-Haram di Makkah dalam shalat Tarwih ditammatkan Al Quran. Sehingga perubahan mustahil akan bisa terjadi. Terjadi perubahan/kesalahan ucapan imam, maka langsung akan dikoreksi oleh makmum.

Kedua, ialah secara numerik:
-- 'ALYHA TS'At 'ASyR (S. ALMDTSR, 74:30), dibaca:
-- 'alayha- tis'ata 'asyara, artinya
-- padanya 19.

Allah SWT memberikan kepada kita alat kontrol berupa sistem keterkaitan matematis angka 19, disingkat dengan "sistem-kontrol angka 19". Yang dikontrol adalah jumlah bilangan dalam Surah, ayat, bahkan huruf.

Dalam Seri ybl dijelaskan bahwa Arthur Jeffery menyatakan Al-Quran tidak memuat Al-Fatihah, Al-Nass dan Al-'Alaq, karena surah-surah tersebut tidak ada dalam mushhaf Abdullah ibn Mas'ud. Arthur Jeffery juga menyatakan mushhaf Ubayy ibn Ka'b mengandung dua surah ekstra. Jumlah Surah dalam Al-Quran yaitu output mushhaf 'Utsmani, 114 = 6 x 19. Kalau Al-Quran tidak memuat Al-Fatihah, Al-Nass dan Al-'Alaq, maka jumlah Surah hanya 111 tidak bisa dibagi 19. Alat kontrol sistem 19 menunjukkan jumlah Surah 114, yang output mushhaf 'Utsmani adalah asli. Kalau Al-Quran mengandung dua Surah ekstra, berarti jumlah Surah akan menjadi 116, ini juga tidak bisa dibagi 19. Alhasil Jefri mefitnah Ibn Mas'ud dan Ibn Ka'b. Arthur Jeffery samada memungut mushhaf Ibn Mas'ud dan Ibn Ka'b yang palsu, atau Jeffery berdusta mengada-ada memungut dari yang tidak ada. Karena bukankah semua mushhaf dan tulisan sepenggal-sepenggal dari para sahabat telah dimusnahkan?

Selanjutnya marilah kita kaji ejaan yang dipakai dalam output yang kita dapati sekarang berupa output mushhaf 'Utsmaniy, kata-kata seperti berikut:

[1]-- Dalam Surah Al-Fatihah, ayat 1, kata bismi dieja pakai pakai 3 huruf: Ba-Sin-Mim
Dalam Surah Al-'Alaq, ayat 1, bismi dieja pakai 4 huruf: Ba-Alif-Sin-Mim

[2]-- Dalam Surah Al-Baqarah ayat 3, kata shalat dipakai ejaan Shad-Lam-Waw-Ta, juga dieja demikian dalam Surah-surah yang dibuka Alif-Lam-Mim sesudah Basmalah.
Dalam Surah Al-Maa'uwn, ayat 5, kata shalat dipakai ejaan Shad-Lam-Alif-Ta.

[3]-- Dalam Surah Al-Baqarah ayat 75, kata kalam dipakai ejaan Kef-Lam-Alif-Mim. Dalam Surah At-Tawbah, 6 dan Surah Al-Fath 15, kata kalam dipakai ejaan Kef-Lam-Mim.

[4]-- Pada waktu Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW membawa ayat 69 dari S. Al-A'raaf, Jibril menginstuksikan kepada Nabi Muhammad SAW agar menyuruh tulis Bashthatan dengan huruf Shad walaupun sebenarnya barus dibaca dengan bunyi sin, dan untuk itu harus dibubuhkan huruf Sin kecil di atas huruf Shad. Kata yang sama artinya dituliskan dengan Sin pada Basthatan dalam surah alBaqarah ayat 247, karena memang harus dibaca kata itu dengan bunyi Sin.

Perbedaan ejaan untuk kata yang sama, merupakan hal yang rawan untuk diubah menjadi sama ejaannya, namun tetap dibiarkan tetap berbeda dalam output Mushhaf 'Utsmaniy menunjukkan bahwa tidak pernah terjadi perubahan dalam Mushhaf 'Utsmaniy sepanjang waktu.

Apa rahasia dibalik perbedaan ejaan untuk kata sama tersebut? Itu dijawab secara numerik:

[1]-- Bismi dieja pakai 3 huruf dalam S. Al-Fatihah ayat 1
(1)Ba, (2)Sin, (3)Mim, (4)Alif, (5)Lam, (6)Lam, (7)Ha, (8)Alif, (9)Lam, (10)Ra, (11)ha, (12)Mim, (13)Nun, (14)Alif, (15)Lam, (16)Ra, (17)ha, (18)Ya, (19)Mim, jumlahnya 19.
BSM sangat rawan untuk diubah menjadi BASM, karena memang Bismi itu sesungguhnya terdiri atas bi + ismi (B + ASM). Huruf Alif dari sononya sampai sekarang dan seterusnya dicopot dari BASM. Namun sungguhpun demikian tidak ada tangan gatal yang mengubah menjadikan seragam ejaan Bismi (BSM) menjadi 4 huruf (BASM). Kalau dipakai ejaan 4 huruf BASM, maka jumlahnya menjadi 20 huruf. Sistem kontrol angka 19 menunjukkan keaslian dengan ejaan 3 huruf BSM dalam S. Al-Fatihah ayat 1.

Bismi dieja pakai 4 huruf Surah Al-'Alaq, ayat 1
Ayat-ayat yang mula-mula turun yaitu ayat 1 s/d 5 dari S. Al-'Alaq). Kelima ayat tersebut termasuk sangat penting, sebab itu merupakan SK pengangkatan Muhammad yang Basyar menjadi Nabi dan Rasul Allah. Perhatikan tabel di bawah:

no. ayat           jumlah kata       jumlah huruf
   1                  5                18
   2                  4                14
   3                  3                14
   4                  3                13
   5                  4                17
              -----------------------------------
             jumlah  19         Jumlah 76 = 4 x 19

Kalau ada tangan gatal yang mengubah ejaan 4 huruf BASM dalam S. Al-Alaq menjadi seragam 3 huruf BSM seperti dalam S. Al-Fatihah ayat 1, maka ayat 1 dalam S. Al-'Alaq hanya akan terdiri 17 huruf, sehingga jumlah huruf dalam kelima ayat di atas, hanya akan terdiri 75 huruf tidak bisa dibagi 19. Sistem kontrol angka 19 menunjukkan keaslian dengan ejaan 4 huruf BASM dalam S. Al-Alaq 1. Dalam menghitung jumlah huruf itu haruslah pada Al-Quran hadiah dari Raja Fahd yang memakai Rasm (Mushhaf) 'Utsmani, di mana insan dituliskan 4 huruf: Alif, Nun, Sin, Nun, tidak seperti dalam Al Quran cetakan Indonesia yang pakai 5 huruf: Alif, Nun, Sin, Alif, Nun.

[2]-- Perhatikan tabel dari 8 Surah yang mempunyai Al-Muqaththa'aat (potongan huruf) Alif-Lam-Mim di bawah:
                     Tabel Alif, Lam, Mim
  No.    Nama                           Jumlah huruf
Surah   Surah         Mim     Lam    Alif    Alif,Lam,Mim
    2   alBaqarah     2195   3204  4592     9991
    3   Ali 'Imraan    1251   1885  2578     5714
    7   alA'raaf         1165  1523   2572     5260
   13   alRa'd            260    479     625      1364
   29   al'Ankabuwt   347    554    784      1685
   30   alRuwm          318    396    545      1259
   31   Luqmaan        177     298    348        823
   32   alSajadah       158     154     268       580
              Jumlah      5871  8493  12312   26676  = 1404 x 19

Kalau ada tangan gatal menyeragamkan ejaan kata shalat pakai Alif setelah Lam, maka jumlah Alif + Lam + Mim dalam kedelapan Surah dlm tabel di atas, akan lebih besar dari 26676 karena akan kelebihan Alif, berhubung ejaan shalat dalam ke-8 Surah itu dituliskan Waw sesudah Lam. Alat kontrol 19 menunjukkan keasliannya output ejaan Utsmani.

[3]-- Kalau ada tangan gatal menyeragamkan ejaan KLAM tidak pakai alif supaya ejaannya seragam dengan KLM, maka dalam tabulasi di atas itu kekurangan satu Alif, sehingga jumlahnya Alif + Lam + Mim hanya 26675, ini tidak habis dibagi 19. Alat kontrol 19 menunjukkan keasliannya output ejaan Utsmani.

[4] -- Akhirnya kata yang sama ditulis berbeda; basthatan dan bashthatan.
Perhatikan tabel 3 Surah yang punya Al-Muqaththa'ah persekutuan huruf Shad di bawah:

Nama Surah         Jumlah huruf Shad
  alA'raaf              98
  Maryam             26
  Shad                  28
              Jumlah   152 = 8 x 19.

Kalau ada tangan gatal menyamakan ejaan kedua kata itu dengan pakai huruf Sin pada huruf kedua, karena memang kedua kata itu pada huruf kedua berbunyi Sin, maka jumlah huruf Shad dalam S. Al-A'raf akan menjadi 97, sehingga jumlah huruf Shad dalam ketiga Surah tersebut, akan susut menjadi 151, yang tidak bisa dibagi 19. Sistem komtrol angka 19 menunjukkan bahwa huruf-huruf itu asli.

Khatimah:
Tidak ada tangan-tangan gatal mengubah ejaan Mushhaf 'Utsmani, sehingga para orientalis yang telah membuat berbagai teori baru mengenai sejarah Al-Quran dengan memakai hermeneutika, telah terbabat, karena sampai-sampai pada hurufpun tidak ada tangan gatal yang mengubahnya. Dan terkhusus hasil pendekatan hermeneutika John Wansbrough yang menelurkan teori bahwa Teks Al-Quran baru menjadi baku setelah tahun 800 M itu telah saya babat, karena pendekatan numerik di atas itu menunjukkan bahwa tidak mungkin ada manusia hingga tahun 800 M, bahkan sampai kiamatpun yang mampu menyusun redaksinal teks yang terkait dengan sistem kelipatan 19 itu. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 21 Mei 2006
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]

MQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQ

Oh, oh, al-Mustafa dan Ari Condro, ana sudah siapa kembali ke Pesantren

SAYONARA



.










[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....




SPONSORED LINKS
Women Different religions beliefs Islam
Muslimah Women in islam


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke