Mevrouw, tetanggaku....

Begitu aku membuka pintu masuk untuk menuju keapartemenku, tiba-tiba perempuan 
setengah tua telah berdiri dari balik pintunya di tingkat satu. Dengan senyum 
keramahannya ia menyambutku dan menyapa, "kau penghuni baru dari tingkat tiga 
ya?". Segera aku memandang sejenak kearahnya dengan melemparkan senyumku sambil 
menganggukkan kepalaku. Aku memang sengaja tidak memberi jawaban apa-apa, dan 
aku tetap melangkahkan kakiku untuk supaya cepat sampai ke tangga tingkat tiga. 
Ketika itu aku teringat pada pesan penghuni lama dari apartemenku itu, yang 
mengatakan: "kalau tak perlu sekali kau tak usahlah memberi kesempatan untuk 
mengobrol dengan tetanggamu di tingkat satu itu."   
"Oooh..kenapa? Apa perempuan itu orangnya tidak ramah?" Tanyaku dengan penuh 
kekhawatiran. 
"Justru dia itu sangat ramah tapi dia juga orang malam dan hobbynya mengombrol 
atau berdebat. Aku khawatir nantinya kau juga akan kepusingan menghadapi dia."  
 jawabnya sambil melemparkan senyum semringahnya. 
"Lho apa maksudmu dengan orang malam?" tanyaku lagi dengan penuh penasaran.
"Perempuan itu aktipnya baru malam hari, dan siang hari dia tidur. Ini yang 
kualami selama bertahun-tahun tinggal disini. Hampir setiap malam rumah kami 
dikunjungi dia dan kami mengobrol sampai waktu subuh sekitar jam 5 pagi."
 
Pertemuan awalku dengan perempuan itu terjadi pada awal musim panas tahun 1987. 
Waktu itu usia beliau kira-kira 58 tahun tapi penampilan dari cara 
berpakaiannya sangat rapih, juga pancaran wajahnya yang cantik selalu kelihatan 
cerah dan punya semangat hidup tinggi. Menurut ceritanya, suaminya bekerja 
sebagai pelaut, yang meninggal dunia ketika ia berusia 40an. Beliau mempunyai 
satu putri dan putra kembar. Putrinya bekerja sebagai dosen sastra bahasa 
Belanda di salah satu Universitas - Suriname. Dan, salah satu dari putra 
kembarnya sering ku jumpai bekerja di perpustakaan Universitas Amsterdam. 

Sejak aku  bermukim di apatemen tingkat tiga itu,  aku sangat membatasinya 
untuk tidak terlalu akrab bergaul dengan tetanggaku itu. Biar pun hubungan 
kontak antar kami cukup teratur. Aku menyebut perempuan itu mevrouw yang 
berarti nyonya. Peranan beliau terhadapku selalu menunjukan dirinya sebagai ibu 
yang melindungi putrinya. Juga, perhatiannya terhadap ku yang sehubungan dengan 
masalah kemanusiaan di Indonesia, telah secara teratur memberiku guntingan 
berita-berita dari koran Belanda. Sehingga aku menjadi merasa nyaman dan aman 
bisa diterima sebagai penghuni tetangga barunya. Bahkan sering pula aku tidak 
mengunci pintu apartemenku, padahal letak apartemen kami di lokasi yang relatip 
ramai serta dilalui tram dan mobil. Type apartemen kami semacam ruko dengan 3 
tingkat flat itu dari bangunan tahun 1907. Jadi disepanjang jalan lokasi kami 
itu juga ada pertokoan dan kafé. Apartemen ini termasuk kategori bangunan antik 
dan dianggap sebagai bangunan monumental, tapi ketika itu 
 pembangunan di setiap apartemennya tidak ada kamar mandi dan toilet. Baru 
sekitar tahun 60an apartemen type bangunan ini dibikinkan kamar mandi dan 
toilet. Tentu dalam hal ini aku masih termasuk beruntung karena menjadi 
penghuni apartemen ini ditahun setelah 80an. 

10 tahun kemudian, yaitu tahun 1997 seluruh apartemen di daerahku di renovasi 
karena kena wajib program "Stadsverniuwing" (Pembaharuan Kota) dari pemerintah 
lokal Amsterdam. Dengan menerima program "Stadsvernieuwing" tersebut, berarti 
para penghuninya tak ada alasan lagi buat menolak kebijakan pemerintah pusat 
untuk menaikan setiap tahun harga sewa apartemen sampai 5% pertahunnya. Sempat 
mevrouw penghuni tingkat satu itu bercerita, bahwa sejak tahun 1947 
apartemennya tidak ada kamar mandi. Beliau sangat marah dan menolak perencanaan 
pembangunan renovasinya untuk dibangun kamar mandi. Dan, nyatanya penolakan 
pembangunan kamar mandi di dalam apartemennya di terima oleh pemerintah lokal 
Amsterdam. Suatu  kali, aku dihadang oleh mevrouwnya di depan pintunya,  dan 
menyapaku sambil menyodorkan lengan tangannya: "Hai Raja, coba kau cium aku, 
apakah badanku bau tidak enak?" Dengan terpaksa aku mengendus lapisan kulit 
lengannya dan memang tidak tercium bau tidak enak. Lalu tanyaku,
 "jadi bagaimana sampai badanmu itu tidak bau, padahal kau tidak pernah mandi? 
" 
"Sini, kau masuklah ke dalam, akan kukasih tahu bagaimana caranya aku mandi".  
Sembari pula, beliau menarik lenganku untuk dibawa masuk ke ruang dapurnya. 
Lantas ia memperlihatkan ember plastik lengkap dengan waslapnya, sambil memberi 
contoh cara dia mandi dengan caranya, yang sudah dilakukan selama 40 puluh 
tahun itu. 
"Kau tahu, saya ini sosialis yang setiap pemilu memilih partai buruh. Aku juga 
berlangganan koran sosialis "Parool" dan TV-gids "VARA" . Tapi di tahun-tahun 
terakhir ini aku kecewa dengan partai buruh itu. Aku menganggap partai buruh 
itu telah menghianati kepentingan kaum buruh. Di pemilu  mendatang aku akan 
mencoblos Partai Sosialis saja. Kau akan mencoblos partai apa di pemilu nanti?"
 "Mevrouw, aku tidak mendapat hak memilih di pemilu tingkat nasional, tapi aku 
boleh ikut memilih dalam pemilu di tingkat lokal Amsterdam. Memang terakhir ini 
Partai Sosialis sangat aktip serta menolak keras kebijakan koalisi partai 
liberal dan kristen demokrat, misalnya mengenai pengurangan subsidi buat 
kemiskinan dll."
 "Oh..bagus, jadi kau sangat mengerti tentang politik di Belanda biar pun kau 
masih mempertahankan kewarganegaraan bangsamu. Namun sangat disayangkan 
pemerintahanmu sekarang ini korupsi semua ya? Bahkan bekas presidenmu Suharto 
itu juga hidupnya masih saja aman padahal berapa ratus ribu rakyatnya itu yang 
dihilangkan?" 
 Mendengar ocehan mevrouw teanggaku itu, akunya hanya berusaha menyambut dengan 
senyumku saja, lalu katanya lagi "Apa kau bisa menjelaskan ke aku mengenai ulah 
pemerintahanmu yang tidak bertanggung jawab itu? Sampai saát ini aku tetap  
heran serta tidak mengerti, kenapa nasib rakyatmu itu begitu menyedihkan tapi 
tak ada semangat perlawanan untuk menuntut hak jaminan dan perlindungan 
kehidupannya terhadap pemerintahnya? Bukankah hanya kita sendiri yang dapat 
mengubah nasib dirinya dan bangsanya?" Sejenak aku tertegun kaget lalu jawabku 
kemudian,  "pertanyaanmu itu juga selalu menjadi pertanyaanku pula.Akan tetapi 
sampai saát ini aku pun tak sanggup menjawabnya. Mungkin hanyalah mereka yang 
merasa dirugikan oleh pemerintahannya yang mampu menjawabnya."
 "Ya...ya..ya..aku mengerti budaya bangsamu memang dikenal suka nrimo serta 
memiliki sifat pe-maáf. Sampai sekarang pun aku masih malu bahwa pemerintahan 
kami dahulu menjadi penjajah bangsa kalian. Tapi jangan lupa kami yang dari 
rakyat kecil di Belanda ini juga ikut serta melawan dengan cara memprotes 
pemerintahan kami untuk melepaskan Indonesia dari penjajahan. kau pernah lihat 
posternya yang tertulis 'Indonesië los van Holland'? "

Tahun  ini, genap 20 tahun lamanya aku menempati di apartemen yang sama. Akan 
tetapi pertemuanku dengan mevrouw penghuni tingkat satu itu semakin berkurang. 
Hanya secara kebetulan aku sempat bertemu di super market atau di pasar 
Albertcuijp. Bahkan, sejak bulan januari yang lalu aku semakin jarang bertemu. 
Dan, saátnya aku nekat mengetuk pintu apartemennya dengan sekaligus kubawakan 
makanan kesukaannya, yaitu Ayam kecap-pedes. Tak lama kemudian pintu terbuka 
tapi kulihat tubuhnya mevrouw sudah menjadi kurus dan wajahnyanya terlihat 
pucat pula. Aku menjadi khawatir, biar pun raut wajah cantiknya masih kelihatan 
terawat baik. Langsung ku sapa ia "Mevrouw, kuharap keadaanmu selalu baik dan 
sehat. Ini kubawakan makanan kesukaanmu". Kulihat mevrouwnya tersenyum ceria 
sambil menyenderkan badannya di daun pintu masuk: "Yah...Raja, aku ini baru 
pulang dari Rumah Sakit untuk operasi usus. Juga, sudah hampir setahun aku 
berhenti merokok. Terimakasih kau masih ingat makanan
 kesukaanku."  

Beberapa minggu kemudian, suamiku bertemu dengan salah satu putra-kembarnya, 
yang memberitahukan bahwa Ibunya mengidap penyakit cancer usus. Dinyatakannya 
pula bahwa beliau hanya bisa bertahan hidup selama dua bulan, yang artinya akan 
sampai bulan maret 2007. Namun sampai pada pertengahan bulan april aku masih 
sempat bertemu beliau, yang sedang berjalan-jalan di sekitar pertokoan daerah 
apartemen kami. Sehingga aku tetap percaya dan yakin bahwa mevrouw tetanggaku 
itu masih memilki semangatnya untuk bertahan hidup.Tapi entah sampai kapan...  

Tiga minggu yang lalu, tepatnya pada tanggal 14 Mei 2007 mevrouw tetanggaku 
masih sempat menelpon perusahaan listrik/Gas, yang memberitahukan bahwa ada 
kebocoran pipa Gas di tempat tangga pintu masuk apartemen kami. Mevrouw yang 
kukenal sejak 20 tahun yang lalu tetap tidak berubah untuk secara teliti turut 
memperhatikan keselamatan warga lingkungannya. Beruntunglah kami, yang pada 
akhirnya terhindar dari kebahayaan dari  bocoran pipa gas.

Tiba waktunya di cuaca mendung pagi hari pada tanggal 21 mei 2007. Suasana lalu 
lintas di depan apartemenku juga begitu hening dan kelihatan begitu mencekam. 
Mevrouw, tetanggaku ... dikabarkan oleh putranya telah meninggalkan kami semua 
dengan tenang dan penuh kedamaian. Beliau telah terbebaskan dari rasa sakitnya, 
namun jasanya tetap tercatat dalam ingatan memoriku yang telah hidup 
bertetangga bersamanya selama 20 tahun. Selamat jalan Mevrouw, tetanggaku...

MiRa,
Amsterdam, 29 Me

Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 






       
---------------------------------
Building a website is a piece of cake. 
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke