IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Minggu, 08 Agustus 2010
------------------------------------------

ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA
<Diterbitkan oleh BARI MUCHTAR, Ranesi, Hilversum>

*    *    *

Kemarin dulu, kuterima dari sahabatku Bari Muchtar, Ranesi, Hilversum,  e-mail 
berikut ini:
<ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONESIA>, 
diterbitkan 06 Agustus,  2010, oleh BARI MUCHTAR, Ranesi, Hilversum.
Dalam pesannya kepadaku mengomentari tulisanku tentang Peringatan 65th 
Hiroshima, Bari Muchtar menulis sbb:

Pak Ibrahim,

Mudah-mudahan senjata nuklir benar-benar disingkirkan di muka bumi. Pak 
Ibrahim, ini link rangkuman wawancara dengan bapak ttg orang-orang Belanda yang 
bersahabat dengan Indonesia.

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/orang-orang-belanda-sahabat-indonesia

Salam hormat,
Bari Muchtar

*      *     *

Kupikir, Ranesi telah menyiarkannya untuk pendengar Radio Hilversum, baik 
kiranya dipublikasikan agar pembaca dapat mengikutinya
ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA
Dalam buku sejarah Indonesia ditulis, Belanda pernah menjajah Indonesia selama 
tiga setengah abad. Makanya wajar kalau orang masih tidak bisa melepaskan 
pikiran yang mengganggap orang Belanda itu penjajah.
Tapi dalam sejarah selama lebih kurang tiga abad itu ternyata banyak orang 
Belanda yang berani menentang penguasa penjajah. Mereka memprotes, memberontak 
dan membelot menjadi pro Indonesia dan malah menjadi warga negara Indonesia.
Ibrahim Isa, seorang eksil yang tinggal di Amsterdam, menyebut mereka itu 
orang-orang yang menjadi jembatan antara Belanda dan Indonsia atau sahabat 
Indonesia. Siapa saja antara lain mereka itu?
Multatuli
Pertama adalah Multatuli, seorang asisten residen di Lebak, Banten. Tokoh 
Belanda yang bernama asli Eduard Douwes Dekker ini mengundurkan diri jabatannya 
karena ia tidak setuju dengan sistem feodal saat itu. Ini dilakukannya setelah 
tuntutannya untuk memecat bupati tidak dikabulkan oleh pemerintah kolonial 
Belanda saat itu. Maklum pemerintah Belanda justru memanfaatkan sistem feodal 
itu untuk kepentingan penjajahan.
Kemudian pada sekitar abad keduapuluhan nama Douwes Dekker muncul tapi orangnya 
berbeda. Pria yang masih berhubungan darah dengan Dekker yang dijuluki 
Multatuli ini adalah seorang jurnalis. Bersama dengan Ki Hadjar Dewantara dan 
dr Mangunsutjipto,  ia membentuk Indische Partij pada tahun 1911.
"Indische partij itu partai politik pertama yang mengajukan tuntutan agar 
bangsa-bangsa di Nederlands Indie (nama Indonesia waktu itu,red) memilik haknya 
untuk menentukan nasibnya sendiri,  " tandas Ibrahim Isa.
Pembelot
Setelah Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 
Agustus 1945 terjadi perang antara pejuang kemerdekaan Republik Indonesia 
melawan tentara Belanda. Menurut versi Belanda serdadu yang dikirm itu bertugas 
untuk memulihkan keamanan apa yang disebut aksi polisionil atau politionele 
actie. Tapi menurut kacamata Indonesia tentara Belanda itu jelas dikirim ke RI 
untuk merebut kembali negaranya yang baru merdeka.
Di Belanda saat itu banyak pemuda Belanda yang menolak ditugaskan ke Indonesia 
yang bagi Belanda masih saat itu masih bernama Nederlands Indie atau Hindia 
Belanda. Hati nurani mereka tidak mengizinkan untuk menjadi bagian dari  
tentara yang mau menjajah lagi.Menurut Ibrahim Isa, jumlahnya sekitar 500 
orang. "Mereka akhirnya diadili dan dipenjarakan, " katanya.
Namun ada pula yang toh berangkat ke Indonesia, tapi akhirnya membelot ke pihak 
Indonesia. Contohnya Poncke Princen. Karena menyeberang menjadi Tentara 
Indonesia, maka ia dianggap penghkhianat oleh Belanda. "Tapi untuk kita, untuk 
bangsa Indonesia ia dianggap sebagai sahabat yang sangat dekat, "tandas Ibrahim 
Isa.
Princen, tambah Ibrahim Isa, menunjukkan kepeduliannya dan dedikasi kepada 
Indonesia dengan menjadi pejuang Hak Asasi Manusia atau HAM dan demokrasi pada 
jaman Orba. Akibatnya ia sempat dipenjarakan oleh rejim di bawah pimpinan 
Soeharto ini. "Princen diakui sebagai pejuang demokrasi dan HAM, " simpul 
Ibrahim Isa.
Selanjutnya Ibrahim Isa menambahkan bahwa di perpustakaan-perpustakaan Belanda 
banyak sekali ditemukan buku-buku tulisan bekasTentara Kerajaan Belanda. Banyak 
di antara mereka sebenarnya tidak tahu bahwa mereka ke Indonesia dulu 
ditugaskan untuk menjajah kembali. Karena yang dikatakan kepada mereka, tugas 
mereka adalah memulihkan kembali keamanan di Hindia Belanda.  Jadi, mereka 
merasa ditipu.
Lalu ada seorang ilmuwan Belanda yang terang-terangan mengusulkan kepada 
pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua kepada Indonesia. Ia adalah guru 
besar sosiologi bernama  Werthheim. Bukunya yang berjudul "The Society in 
transtion" menjadi bahan bacaan wajib bagi yang mau studi antropologi dan 
sospol Indonesia. "Di jaman Orba di Belanda ia mendirikan Komite Indonesia, 
untuk memperjuangkan hak-hak demokrasi bagi Indonesia " kata Ibrahim Isa.
Teman keluarga Bung Karno
Terakhir tokoh sepuh Ibrahim Isa yang masih sangat aktif membaca buku ini 
menyebut nama Wolf Schumacher. Insinyur yang menempuh aliran modern di bidang 
bangunan ini, antara lain dikenal sebagai pembangun Villa Isola dan hotel 
Preanger di Bandung. Menurut Ibrahim Isa pria Belanda ini mempunyai dua 
keistimewaan. Pertama ia masuk Islam dan kedua ia sahabat baik Bung Karno. 
"Mereka sama-sama arsitek, " tambah Ibrahim Isa.
Schumacher tidak aktif di bidang politik untuk menentang pemerintah penjajahan 
Belanda. Tapi ia sangat menentang kebijakaan diskriminasi pemerintah Belanda, 
yang membedakan antara pribumi atau inlander dengan orang Belanda.
Karena persahabatannya dengan keluarga Soekarno, maka keluarga presiden RI 
pertama ini mebeayai pemugaran kuburan Schumacher di Bandung. "Ini suatu hal 
yang indah sekali, " kata Ibrahim Isa.

*    *    *


Kirim email ke