Sabtu, 10/11/2007 09:39 WIB

Obat palsu semakin beragam dan mematikan
oleh : Yeni H. Simanjuntak

Jangan pikir pendidikan tinggi dan intelektualitas bisa menjamin Anda terbebas 
dari tipu muslihat si pembuat obat palsu. Anda tidak akan pernah tahu, sampai 
tubuh memberikan reaksi yang tidak semestinya. Reaksi yang mungkin timbul 
berminggu, berbulan, atau bertahun-tahun kemudian, setelah obat gadungan itu 
mengendap di tubuh. 

Jangan pula berpikir si pembuat obat palsu hanya membidik orang-orang 
berkantong tipis, karena tidak selamanya obat-obat 'haram' itu dijual dengan 
harga yang jauh lebih murah. Tak jarang, obat tiruan itu harus ditebus dengan 
harga yang lebih mahal dibandingkan aslinya, hanya untuk meyakinkan si pembeli 
bahwa tidak ada yang janggal dengan obat itu. 

"Untuk meyakinkan pembelinya, para penjual obat palsu menjual produk mereka 
dengan harga yang sama, bahkan lebih mahal dari aslinya. Kalau terlalu murah, 
tentu calon pembeli akan curiga. Jadi, tidak benar bahwa obat palsu pasti lebih 
murah dari aslinya," ujar Senior Product Manager PT Pfizer Indonesia Andini W. 
Suhardi. 

Mungkin masih banyak yang ingat, obat palsu pun pernah 'menyusup' ke istana 
presiden. Saat masih menjabat sebagai presiden, Megawati Soekarnoputri mengaku 
pernah mengonsumsi obat palsu, yang diperoleh dari dokter kepresidenan. Hal itu 
disampaikan sendiri oleh Megawati pada Mei 2003. 

Terlepas dari 'cerita seru' yang muncul setelah kejadian tersebut, pernyataan 
Megawati itu jelas menunjukkan betapa hebatnya manuver jaringan penjual obat 
palsu. Obat-obat nan mematikan itu kini berada tepat di depan pintu dan tinggal 
tunggu waktu untuk masuk ke tubuh Anda. 

Jenis obat palsu yang beredar juga terus meningkat. Dalam sembilan bulan 
pertama tahun ini, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 28 jenis 
obat palsu. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan 12 jenis pada tahun 
lalu dan 14 jenis pada 2005. 

Kendati ragam temuan obat palsu pada tahun ini jauh lebih banyak dibandingkan 
2006 dan 2005, BPOM tetap yakin volume peredaran obat palsu di Indonesia 
'hanya' sebesar 1% hingga 1,5% dari total obat beredar. 

"Tidak sebesar yang diperkirakan WHO [sebesar 10%]. Kendati demikian, harus 
tetap ada upaya serius untuk memberantasnya," ujar Deputi Bidang Pengawasan 
Produk Terapetik & Napza BPOM Lucky S. Slamet. 

Pelaku industri farmasi, sebagai pihak yang turut dirugikan secara materil dan 
nonmateril, tentu tidak tinggal diam. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk 
menciptakan kemasan dengan teknologi pengaman tingkat tinggi. 

Namun, para pemalsu tidak kalah canggih. Mereka selalu berhasil menemukan cara 
'menciptakan' obat palsu dengan tampilan yang nyaris sama dengan aslinya. 

"Tidak ada cara lain untuk terbebas dari obat palsu, selain membeli obat di 
apotik atau tempat resmi. Jangan di sembarang toko obat. Saya sendiri [sebagai 
produsen] tidak bisa membedakan obat yang asli dan palsu, saking miripnya," 
ujar Andini. 

Selain itu, para penjual obat palsu juga menggunakan label impor sebagai trik 
jitu memikat calon pembeli. 

Seluruh jenis obat palsu yang berhasil ditemukan BPOM tahun ini, berstempel 
buatan pabrikan obat luar negeri. Obat-obat palsu itu diklaim sebagai buatan 
pabrik obat di Amerika Serikat (AS), Australia, Jerman, hingga Taiwan. 

Tak satu pun yang mencantumkan pabrikan lokal sebagai produsennya. Namun, itu 
bukan berarti, peracikan obat palsu tidak dilakukan di dalam negeri. 

"Klaim buatan AS atau Australia oleh para penjual obat-obat palsu itu, biasanya 
bisa membuat konsumen lebih yakin. Kalau sumber jelasnya, sulit dilacak," ujar 
Andini. 

Ternyata trik dagang para mafia obat palsu juga tidak kalah hebat. Mereka tahu 
bahwa iming-iming buatan luar negeri, masih menjadi jualan laris di negeri ini. 
([EMAIL PROTECTED]

)


bisnis.com


URL : http://web.bisnis.com/artikel/2id641.html 

© Copyright 1996-2007 PT Jurnalindo Aksara Grafika



-- 
I am using the free version of SPAMfighter for private users.
It has removed 127 spam emails to date.
Paying users do not have this message in their emails.
Get the free SPAMfighter here: http://www.spamfighter.com/len


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke