http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=19

Kamis, 14 Juli 2005

Pemencaran Otoritas Keagamaan 

Oleh : Azyumardi Azra 


Abad ke-20 tidak diragukan lagi menampilkan perubahan-perubahan signifikan, 
berjangka panjang, dan berdampak luas terhadap kehidupan keagamaan Islam 
Indonesia. Salah satu perubahan besar itu terjadi dalam otoritas keagamaan. 
Perubahan-perubahan penting dan signifikan dalam bidang ini terus terjadi 
ketika abad ke-20 berlalu, dan abad ke-21 mulai menapaki sejarahnya.

Perubahan-perubahan dalam otoritas keagamaan Islam ini menjadi tema pokok dalam 
konferensi final bertajuk ''Dissemination of Religious Authority in 20th 
Century Indonesia'' yang berlangsung di Hotel Salak, Bogor, 7-9 Juli lalu. 
Konferensi ini pada dasarnya membahas hasil-hasil proyek penelitian yang telah 
berlangsung selama tiga tahun terakhir, yang diselenggarakan secara bersama 
oleh International Institute for Asian Studies (IIAS) Belanda, International 
Institute for the Study of Islam in the Modern World (ISIM) Belanda, Royal 
Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV), dan 
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Konferensi yang menghadirkan lebih dari 12 fellows peneliti yang melakukan 
penelitian tentang berbagai subjek yang menggambarkan terjadinya perubahan 
dalam otoritas keagamaan Islam, juga menampilkan sejumlah pakar yang melihat 
tema tersebut dalam perspektif perbandingan. Di antara pakar tersebut adalah 
Marc Gaborieau dan Andree Feillard (keduanya dari Prancis), Kees van Dijk, 
Martin van Bruinessen, Leon Buskens (ketiganya dari Belanda), Abdulkadir Tayob 
(Afrika Selatan), Mona Abaza (Mesir), Michael Laffan (AS), dan Johan Meuleman 
(Oxford).

Dalam pembahasan, jelas terlihat bahwa penyebaran atau pemencaran otoritas 
keagamaan dalam Islam mulai meningkat sejak akhir abad ke-19 ketika wacana baru 
muncul di kalangan Islam di Timur Tengah. Wacana tersebut misalnya mencakup 
gagasan-gagasan tentang pan-Islamisme vis-a-vis kolonialisme Eropa, kemudian 
reformisme dan modernisme Islam. Semua gagasan ini segera menemukan momentumnya 
dengan peningkatan jumlah jamaah haji Indonesia yang pergi ke dan kembali dari 
Tanah Suci yang selanjutnya berperan besar dalam intensifikasi keislaman di 
nusantara. Pada saat yang sama sejak awal abad ke-20, semakin banyak mahasiswa 
yang menuntut ilmu di Timur Tengah; tidak hanya di Makkah dan Madinah, tetapi 
juga di Kairo, yang semakin mengukuhkan diri sebagai pusat keilmuan Islam.

Hasilnya terlihat tidak hanya dengan berdiri semakin banyaknya pesantren --yang 
dengan kiainya merupakan otoritas tradisional Islam-- tetapi juga 
organisasi-organisasi Islam seperti Jami'at Khair dan Muhammadiyah yang 
mendirikan sekolah-sekolah modern. Organisasi-organisasi semacam ini 
memunculkan suatu bentuk kepemimpinan keagamaan baru; mereka pada gilirannya 
juga menghasilkan lapisan baru kaum Muslim terpelajar yang memiliki keilmuan 
Islam dan credentials yang relatif berbeda dengan otoritas keagamaan lama. 
Semua perubahan dan pergeseran ini, tidak bisa lain, memunculkan pergumulan dan 
kontestasi yang semakin intens untuk mempertahankan otoritas keagamaan 
masing-masing.

Kontestasi yang kemudian melibatkan otoritas keagamaan sejak pertengahan abad 
ke-20 kian meningkat dengan kemunculan berbagai partai politik yang berbasis 
Islam. Partai-partai ini tidak hanya berusaha mendapatkan otoritas dalam bidang 
politik, tetapi juga dalam kehidupan keagamaan dengan melibatkan para kiai atau 
ulama pada umumnya. Dalam upaya itu, penggunaan simbolisme dan kelembagaan 
keagamaan semakin meluas pula.

Pemencaran otoritas keagamaan itu semakin kompleks dengan kemunculan Departemen 
Agama sejak masa awal kemerdekaan. Memang, Departemen Agama pada dasarnya hanya 
mengurus masalah ''administrasi'' umat beragama dalam kehidupan sosialnya, 
tetapi dalam satu dan lain hal, ia turut menyumbang pada kemunculan otoritas 
keagamaan baru. Berkat posisi resmi sebagai bagian birokrasi negara Indonesia, 
Departemen Agama memunculkan lembaga-lembaga baru yang pada gilirannya 
meningkatkan pemencaran otoritas keagamaan. Ini terlihat, misalnya, dari 
pembentukan lembaga pendidikan tinggi Islam seperti IAIN sejak 1960-an, yang 
beberapa di antaranya dalam tiga tahun terakhir berubah menjadi UIN. IAIN dan 
UIN menampilkan sebuah otoritas keagamaan yang berbasis kampus.

Dalam masa-masa terakhir jelas terlihat, pemencaran otoritas keagamaan semakin 
meningkat saja. Perkembangan ini terutama didorong perubahan-perubahan sosial, 
budaya, dan politik --baik di tingkat nasional maupun internasional-- 
berbarengan dengan perkembangan yang begitu cepat dalam teknologi komunikasi 
dan informasi. Situasi ini sering mengakibatkan terjadinya anomali dalam 
otoritas keagamaan, sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif tertentu 
atas kehidupan keagamaan. Inilah yang perlu diantisipasi. 


[Non-text portions of this message have been removed]



WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke