Refleksi: Jangan hanya berani tegas-tegasan kepada tetangga Malaysia, tetapi takut tegas-tegasan terhadap negeri-negeri di Timur Tengah.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/112007/01/0101.htm Indonesia Harus Tegas terhadap Malaysia Pengiriman TKI Akan Ditinjau Ulang JAKARTA, (PR).- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno menegaskan, pemerintah akan meninjau ulang pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia. Hal itu menyusul adanya kebijakan baru di negara itu tentang keharusan TKI memiliki kelengkapan bukti kewarganegaraan Indonesia dengan batas waktu, akhir tahun 2007. "Kalau ini tidak direspons, saya akan mengusulkan kepada Presiden untuk meninjau kembali penempatan tenaga kerja kita di sana," ujar Erman, usai melantik 14 pejabat eselon I di lingkungan Depnakertrans, di Jakarta, Rabu (31/10). Pemerintah Malaysia, menurut dia, harus mau dan siap meningkatkan pelayanan terhadap tenaga kerja asing, termasuk TKI. Sebab, pada dasarnya pemerintah Malaysia membutuhkan TKI, tidak hanya TKI yang membutuhkan Malaysia sebagai tempat kerja. Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus Moh. Yamani mengatakan, sebenarnya masalah yang menimpa para TKI di Malaysia terlalu dibesar-besarkan, padahal itu hanya menyangkut paspor dan kewarganegaraan. "Kasih saja mereka itu paspor," katanya saat dihubungi "PR" di Jakarta, Rabu malam. Menurut dia, angka 70.000 TKI yang dinilai terancam dideportasi dari negara itu juga masih merupakan perkiraan. "Menurut saya, angkanya tidak sampai segitu. Kalau toh angkanya segitu, pemberian paspor tidak akan memakan waktu lama. Sekitar satu bulan selesai," ujar Yamani. Ditanya apakah karena ada kebijakan baru itu, Indonesia pantas meninjau lagi penempatan TKI di sana, dia mengatakan bahwa pada dasarnya kedua negara saling membutuhkan. Malaysia akan sangat kesulitan jika pengiriman TKI ke negara itu dihentikan. Demikian juga, masyarakat Indonesia membutuhkan pekerjaan di negara itu. Persoalannya, kejadian yang merugikan TKI terus berulang dan itu dilakukan secara individual oleh majikan-majikan mereka. "Para majikan di sana tidak pernah mendapat sanksi. Hal itu juga terjadi di seluruh negara penerima TKI," katanya. Yamani menunjuk contoh Singapura yang kondisinya paling buruk. "Bayangkan, sudah 198 TKI meninggal di negara itu, tetapi cuma beberapa orang (majikan) yang dikenai sanksi. Minimal kan ada 150 majikan yang harus dihukum. Tetapi ini tidak," ungkapnya. Keputusan politik Erman sependapat, dengan kejadian yang mengancam 70.000 TKI di Malaysia, negara itu harus membuat keputusan politik atau keputusan baru. Isinya, mengatur sanksi bagi majikan atau pengguna tenaga kerja asing yang melakukan pelanggaran atau kekerasan terhadap hak pekerja asing. "Malaysia harus membuat aturan yang isinya menindak tegas majikan atau pengguna tenaga kerja asing, termasuk TKI secara pidana, tidak hanya perdata," ujarnya. Menurut Menakertrans, Malaysia harus mencontoh Arab Saudi yang telah mengeluarkan kebijakan penetapan sanksi keras kepada majikan atau pengguna tenaga kerja asing yang melakukan tindak kriminal terhadap pekerjanya. Bahkan, negara itu telah membentuk satuan tugas gabungan yang dipimpin langsung Gubernur Riyadh. Jika penempatan TKI ke Malaysia ditinjau, menurut Erman, substansinya mempertanyakan pelaksanaan tugas pasukan relawan masyarakat Malaysia (Rela, yang di Indonesia setingkat hansip -red.). Pasalnya, banyak kasus yang menimpa TKI akibat tindakan Rela yang sewenang-wenang. Sebelumnya, kalangan DPR RI mendesak pemerintah agar meningkatkan perlindungan terhadap TKI dan memperbaiki mekanisme pengirimannya, termasuk menghilangkan manipulasi umur dan paspor. Hal itu diungkapkan Wila Chandra dari Fraksi PDIP. Sedangkan Wila Chandra mengatakan, perlindungan terhadap TKI bisa diwujudkan secara optimal bila pemerintah Indonesia melakukan perjanjian bilateral dengan negara lain yang menjadi tujuan kerja bagi TKI. "Kita tidak bisa memberlakukan hukum positif di negara lain. Oleh karena itu, yang paling tepat adalah menjalin perjanjian bilateral. Kita harus mampu menekan negara lain, seperti halnya dilakukan oleh negara maju kepada negara yang menjadi tujuan warganya untuk bekerja," katanya. Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim juga sempat menyarankan agar pemerintah Indonesia bersikap tegas terhadap negara lain yang melakukan pelanggaran hukum terhadap warga negara Indonesia (WNI), termasuk Malaysia sekalipun. "Terserah kepada kebijakan pemerintah Indonesia. Akan tetapi, kalau saya boleh mengusulkan agar pemerintah Indonesia memiliki pendirian jelas dan tegas terhadap hal-hal yang menyangkut rakyatnya, terutama dari sudut keadilan," kata Anwar di kantor The Habibie Center, Jakarta, Senin (29/10). Diakui Anwar Ibrahim, masalah kekerasan yang menimpa WNI di Malaysia, baik yang berstatus TKI maupun sekadar pengunjung adalah satu hal yang merisaukan. "Ada penelitian menunjukkan bahwa ada kecenderungan meremehkan masalah-masalah yang melibatkan pekerja asing, baik dari Indonesia, Bangladesh, maupun dari negara lain," ujar Anwar. (A-78/A-109)*** [Non-text portions of this message have been removed]