MEDIA INDONESIA
Sabtu, 20 Agustus 2005

Perdagangan Anak: Kemiskinan Jadi Faktor Pendorong



INDONESIA tidak sendirian dalam menghadapi trafiking. Trafiking merupakan 
problem yang dihadapi banyak negara di dunia ini bahkan tidak ada satu pun 
negara yang kebal terhadap trafiking. Untuk itulah kerja sama antarnegara 
diperlukan untuk mengatasinya. Selain itu, setiap negara harus mengatasi 
pula masalah kemiskinan di dalam negerinya masing-masing karena kemiskinan 
merupakan salah satu penyebab trafiking anak.

Dalam Laporan Trafiking Manusia (TIP) yang dikeluarkan oleh pemerintah 
Amerika Serikat tahun 2005, ada 14 negara yang dianggap tidak berupaya untuk 
memberantas trafiking (TIER 3). Keempat belas negara itu adalah Bolivia, 
Ekuador, Qatar, Uni Emirat Arab, Myanmar, Jamaika, Arab Saudi, Venezuela, 
Kamboja, Kuwait, Sudan, Kuba, Korea Utara, dan Togo. Negara-negara itu 
dituduh tidak berupaya keras mencegah prostitusi, menggunakan anak-anak di 
bawah umur untuk prostitusi, dan bekerja di pabrik-pabrik.

Di luar ke-14 negara tersebut, ada 27 negara dalam pengawasan ketat AS soal 
perdagangan manusia (TIER 2 Watch List). Negara-negara dalam kategori ini 
tidak berhasil mencegah dan memberantas trafiking namun melakukan usaha yang 
signifikan untuk menguranginya walaupun jumlah korban trafiking di negara 
tersebut sangat signifikan atau meningkat secara signifikan; negara tersebut 
gagal memberikan bukti usaha memberantas trafiking sejak tahun lalu; dan 
negara tersebut bersikeras akan membuktikan keberhasilannya memberantas 
trafiking sampai tahun depan. Ke-27 negara tersebut antara lain adalah 
Armenia, Republik Dominika, Meksiko, Gambia, Afrika Selatan, Yunani, 
Suriname, India, Rusia, dan China.

Sedangkan Indonesia termasuk di dalam kelompok negara-negara yang 
pemerintahnya dinilai masih gagal mencegah dan memberantas trafiking tetapi 
melakukan usaha yang signifikan untuk menghapuskan trafiking (TIER 2). 
Selain Indonesia, ada 76 negara yang termasuk dalam kelompok ini di 
antaranya Afganistan, Mesir, Malaysia, Taiwan, Israel, Vietnam, Singapura, 
Timor Timur, Libya, Finlandia, Swis, Uruguai, Cili, dan Panama.

Sementara negara-negara yang dinilai telah berhasil mencegah dan memberantas 
trafiking (TIER 1) ada 24 negara. Ke-24 negara tersebut antara lain 
Australia, Polandia, Austria, Nepal, Maroko, Korea Selatan, Belanda, 
Spanyol, Hongkong, Norwegia, Rep. Cechnya, Lituania, dan Inggris.

Melihat dari negara-negara di keempat kategori tersebut, maka tampak bahwa 
kebanyakan negara-negara yang berada di kategori TIER 1 adalah negara-negara 
kaya atau memiliki GDP per kapita rata-rata di atas US$ 15 ribu berdasarkan 
data tahun 2002. Misalnya GDP per kapita Australia sebesar US$ 28.260, 
Inggris US$ 26.150, dan Hongkong US$ 26.910. Ada beberapa pengecualian, 
yaitu negara-negara seperti Kolombia, Polandia, dan Lithuania dengan GDP per 
kapita di bawah US$ 15 ribu namun berhasil masuk kategori TIER 1.

Sebaliknya, negara-negara yang berada di TIER 2, TIER 2 Watch List, dan TIER 
3 adalah negara-negara dengan tingkat GDP per kapita di bawah US$15 ribu 
atau bahkan di bawah US$10 ribu. Negara-negara tersebut antara lain Republik 
Slowakia US$12.840, Hungaria US$13.400, Rusia US$8.230, Malaysia US$9.120, 
dan Indonesia US$3.230. Namun demikian, ada pula beberapa pengecualian 
seperti Israel US$19.530, Finlandia US$26.190, Swis US$30.010, Uni Emirat 
Arab US$22.420, dan Kuwait US$16.240. Negara-negara tersebut tergolong kaya 
namun masih belum berhasil menangani trafiking di negaranya.

Kemiskinan

Memang kemiskinan dianggap sebagai salah satu penyebab maraknya trafiking 
anak antarnegara. Biasanya negara-negara miskin berperan sebagai penyedia 
anak-anak yang akan diperdagangkan sekaligus sebagai tempat transit sebelum 
mereka dikirim ke negara penerima. Sedangkan negara-negara yang relatif 
lebih kaya berperan sebagai tempat transit dan penerima anak-anak tersebut 
untuk dipekerjakan.

Menurut hasil penelitian Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) tahun 
2004, negara-negara di Asia Tenggara yang memiliki GDP per kapita tahun 2002 
antara US$1.000-10.000 berperan sebagai pengirim. Negara-negara tersebut 
adalah Filipina, Indonesia, Thailand, Malaysia, Laos, Kamboja, dan Myanmar. 
Sementara negara-negara yang relatif lebih kaya di Asia Tenggara seperti 
Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia berperan sebagai tempat transit 
maupun pasar penerima anak-anak yang diperdagangkan.

Melihat kenyataan tersebut, maka penanganan masalah trafiking tidak hanya 
semata-mata melalui peraturan perundang-undangan, namun harus pula melalui 
upaya pengentasan kemiskinan. Selama kemiskinan masih merajalela, maka 
selama itu pula trafiking masih berlangsung. Selain dari data antarnegara di 
atas, hal ini tercermin dari data trafiking di Indonesia. Catatan Komnas 
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa daerah pengirim perdagangan anak untuk 
berbagai tujuan umumnya daerah-daerah miskin di Sumatera Utara, Jawa Barat, 
Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara.

Di samping kemiskinan, kesenjangan tingkat kesejahteraan antarnegara juga 
dapat menyebabkan trafiking. Negara-negara yang tercatat berperan sebagai 
penadah para korban trafiking dari Indonesia adalah yang relatif lebih kaya 
dari Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Arab Saudi, dan 
Taiwan. Ini karena korban memiliki harapan akan lebih sejahtera jika pindah 
ke negara lain. Keluarga yang rela melepas anaknya juga memiliki harapan 
bahwa anaknya akan dapat membantu meningkatkan ekonomi keluarga jika bekerja 
di negara lain yang lebih kaya. Padahal, apa yang didapat tidak sebanding 
dengan pengorbanan yang diberikan oleh korban trafiking. Mereka mengalami 
ancaman baik fisik maupun psikis.

Di samping itu, untuk mengatasi trafiking diperlukan kerja sama antarnegara. 
Ini karena kejahatan ini berjalan lintas negara. Kerja sama tersebut dapat 
berupa pertukaran informasi tentang trafiking di negara masing-masing, 
menyamakan persepsi bahwa korban bukan pelaku kriminal melainkan hanya 
anak-anak yang tak mengerti bahwa mereka dimanipulasi, dan kerja sama 
ekstradisi bagi pelaku trafiking.

Upaya pencegahan dan pemberantasan trafiking baru akan berhasil jika 
dilakukan secara komprehensif yang meliputi upaya regulasi, pengentasan 
kemiskinan, dan melibatkan semua pihak dan negara agar berjalan efektif. 
Memang tak mudah, tetapi usaha tersebut tetap harus dijalankan untuk 
memperjuangkan terlaksananya hak asasi manusia akan kehidupan, kemerdekaan, 
dan kebebasan. (Rizka Halida/Litbang Media Group). 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke