http://utankayu.org/in/index.cfm?action=detail&cat=news&id=36


Perempuan Aceh Tanpa Kedaulatan
                Perempuan Aceh belum memiliki kedaulatan atas tubuh mereka 
sendiri. Sejak konflik GAM dan Milter Indonesia, tubuh perempuan Aceh menjadi 
sasaran: menggali informasi, dan menundukkan musuh. Demikian kata pembuka dari 
presentasi Azriana, komisioner Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) 
dalam diskusi “Perempuan Aceh dan Syariat Islam” di Teater Utan Kayu, Rabu 16 
Januari.
  
 Dan setelah konflik selesai melalui perdamaian bukan berarti perempuan Aceh 
telah merdeka atas tubuhnya, mereka menjadi sasaran berikutnya melalui isu 
penerapan syariat Islam. 
  
 Semboyan “Aceh Serambi Mekkah” adalah kebanggaan bagi kaum laki-laki namun 
musibah bagi kaum perempuan karena slogan tersebut tak bisa terjadi kecuali 
melalui pemasungan terhadap tubuh perempuan. Kedengarannya agak heroik juga 
“Serambi Mekkah” itu tegak setelah "makluk-aurat" itu ditutup rapat-rapat. 
  
 Diskusi ini digelar setelah pemutaran tiga film dokumenter yang berkaitan 
dengan tema tersebut. Tiga film dokumenter itu dibuat oleh perempuan-perempuan 
Aceh sendiri yang dilatih melalui workshop yang diselenggarakan oleh Ragam. 
  
 Menurut Ariani Djalal penanggungjawab program tersebut awalnya 
perempuan-perempuan muda Aceh yang dilatihnya merasa tak yakin mereka bisa 
membuat film. 
  
 ”Masa sih kami bisa pegang kamera dan bikin film,” kata Ariani menirukan 
komentar mereka. Tak hanya itu saja, tema syariat Islam dan perempuan adalah 
tema yang sangat sensitif di Aceh, karena tak hanya melibatkan domain politik, 
juga otoritas agama. 
  
 ”Saya juga tak yakin program ini bisa berjalan dengan baik, namun syukur 
semuanya lancar” tutur Ariani. 
  
 Bagi Ariani tiga film itu bisa menjadi cermin dan bahan diskusi bagi 
wilayah-wilayah lain yang tengah atau sedang bertujuan menerapkan syariat Islam 
  
 Bagi Lisabona Rahman, seorang kritikus film yang juga menjadi pembicara dalam 
diskusi itu, tiga film tersebut mungkin tidak akan bisa menjadi diskusi 
internal di Aceh karena bisa mendatangkan masalah bagi para pembuatnya atau 
bagi responden yang memberikan pengakuan yang berbeda terhadap isu penerapan 
syariat Islam di Aceh. 
  
 Dan nasib ini juga semakin membuat para inong di Aceh semakin suram, atas 
tubuh mereka sendiri sudah tak memiliki kedaulatan, dan suara mereka pun 
nantinya akan mengalami penyumbatan.

 
Bagi anda yang tertarik menonton tiga film dokumenter itu, atau ingin menggelar 
diskusi di tempat lain silakan kontak Ariani Djalal: [EMAIL PROTECTED]  


       
---------------------------------
Looking for last minute shopping deals?  Find them fast with Yahoo! Search.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke