http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=9731

Jumat, 21 Des 2007,



Petugas Tidak Siap, Banyak Jamaah Tersesat 

Laporan Soeparli Djoematmadji Dari Mina, Arab Saudi
MAKKAH - Jamaah tersesat atau meninggalkan kemah untuk kembali ke pemondokan di 
Makkah mendominasi hari pertama mabit di Mina Rabu malam. Sepanjang 
penyelenggaraan haji tahun ini (arbain di Madinah, umrah di Makkah, dan wukuf 
di Arafah), pelaksanaan mabit dan lempar jumrah di Mina terkesan paling kurang 
siap. 

Dari pantauan Jawa Pos, panitia terlihat kurang menguasai medan sehingga banyak 
jamaah tersesat tak tertangani dengan baik. "Panitia, tampaknya, kok tidak 
menguasai medan begitu," komentar beberapa wartawan yang Rabu malam ikut mabit 
di posko haji di Mina. 

Bahkan, panitia tampak kurang antusias menanggapi laporan adanya jamaah 
tersesat. Jawa Pos juga mendapatkan kesan itu saat bertemu puluhan jamaah 
tersesat di Terowongan Muasim. Petugas posko Mina saat dihubungi dengan yakin 
mengatakan, "Masuk saja ke terowongan. Di ujung terowongan akan ada bendera 
Indonesia. Itu posko kita."

Begitu sampai di ujung terowongan, ternyata hanya jalanan lengang. Memang, ada 
dua tenda di mulut terowongan. Tapi, tenda itu gelap. Bendera Indonesia yang 
disebutkan petugas posko sama sekali tak terlihat. Saat Jawa Pos menyampaikan 
itu lewat ponsel, jawaban yang terdengar dari ujung saja sungguh di luar 
dugaan. "Tidak mungkin. Kalau betul itu terowongan Muasim, pasti ada bendera 
kita di ujung terowongan."

Jawaban itu jelas mengejutkan. Bagaimana mungkin petugas bisa bilang tidak 
mungkin bila Jawa Pos dan sekelompok jamaah tersesat jelas melihat tulisan 
"Muasim Tunnel 05" di ujung terowongan dan tak ada bendera Merah Putih di ujung 
lain terowongan? 

Karena tidak mendapatkan jawaban, para jamaah minta diantar kembali ke ujung 
lain terowongan. "Kami akan kembali ke tempat lempar jumrah saja, mabit di sana 
hingga subuh. Setelah itu, kami akan lempar jumrah, lalu kembali ke pemondokan 
di Makkah. Biarlah kita tidak kembali ke kemah," kata salah seorang jamaah yang 
mengaku berasal dari Kudus.

Jawa Pos akhirnya memang menemukan terowongan yang benar dan sampai di posko 
misi haji Indonesia. Namun, saat Jawa Pos menyampaikan soal jamaah tersesat di 
"Terowongan Muasim lain" itu kepada dua petugas di dekat mulut terowongan, 
keduanya hanya angkat tangan. 

Ketika tiba di depan posko dan melihat Ketua PPIH Nursamad Kamba, Jawa Pos 
menyampaikan perlunya ada petugas di "Terowongan Muasim lain" karena banyak 
jamaah tersesat di sana dan terpaksa menginap di luar kemah. Jawaban Nursamad 
ternyata juga di luar dugaan. "Apa perlu ada petugas di sana? Yang namanya 
Terowongan Muasim ya yang di sini ini. Di sinilah tragedi Mina terjadi. Tidak 
ada Terowongan Muasim lain." 

Melihat Jawa Pos terbelalak, seorang rekan wartawan langsung menarik Jawa Pos 
menjauh. "Kalau diterusin, kamu bisa meledak nanti. Sudah. Ini kan di tanah 
haram," kata rekan wartawan dari Jakarta itu. 

Dia lalu mengatakan, di Maktab 76 ada tiga jamaah lansia yang tidak kembali 
sejak berangkat melempar jumrah Rabu (19/12) pukul 10.00 dan belum ditemukan 
hingga pukul 23.00. "Sepertinya, panitia hanya menempatkan penjaga di jalur 
dari perkemahan ke tempat lempar jumrah. Jalur lain sama sekali tidak 
diantisipasi," komentarnya.

Yang juga bikin trenyuh, beberapa kali Jawa Pos melihat jamaah dengan atribut 
Indonesia membuntuti rombongan jamaah beratribut Malaysia melewati depan posko 
haji. Sepertinya, mereka sengaja melakukan itu agar tidak tersesat sampai di 
pemondokan. Perkemahan jamaah Indonesia memang berdekatan dengan kemah jamaah 
Malaysia.

Sebelumnya, 70 jamaah kloter 49 SUB asal Mojokerto yang ditemui dalam 
perjalanan ke Mina juga menyatakan memilih tidak tinggal di perkemahan Mina. 
Mereka memilih kembali ke pemondokan di Maktab 75 Makkah meski itu berarti 
mereka harus keluar ongkos tambahan untuk beli makanan. "Ya gimana lagi. Jamaah 
kami banyak yang sudah tua. Perkemahan jauh dari tempat lempar jumrah. Kasihan 
kalau mereka tiap hari jalan enam kilometer bolak-balik untuk lempar jumrah," 
kata Trubus, ketua rombongan.

Rupanya, ke-70 jamaah asal Mojokerto itu kebagian pemondokan di azizyah yang 
hanya berjarak sekitar 1,5 kilometer dari tempat lempar jumrah. Karena itu, 
mereka memutuskan tidak tinggal di perkemahan Mina. "Ini bukan soal makanan. 
Makanan banyak di perkemahan. Kami hanya kasihan jamaah yang tua-tua," ujarnya.

Tapi, bagaimana dengan kewajiban mabit (bermalam) di Mina? Ditanya begitu, 
Trubus menunjuk papan berbunyi "Mina Starts Here" beberapa puluh meter di 
depan. "Satu langkah saja kami melewati tanda itu, kan berarti kami sudah di 
Mina. Nah, kalau kami nongkrong aja di sana sampai lewat tengah malam, kan 
sudah mabit di Mina namanya," kata Trubus dengan enteng.

Rombongan Trubus memang tidak mengeluh karena mereka memilih itu dengan sadar. 
Persoalannya, ada jamaah yang memilih langsung menjalankan tawaf ifadah (tawaf 
rukun haji) setelah mabit di Musdalifah Selasa (19/12) lalu kembali ke Mina 
untuk lempar jumrah dan mabit sore harinya. Mereka inilah yang rawan tersesat 
ke "terowongan muasim lain". Sebab, mereka melempar jumrah dari arah Makkah, 
tidak dari arah perkemahan Mina. Jadi, saat menuju perkemahan, jalur yang 
mereka ambil amat mungkin juga beda. 

Padahal, mereka yang tinggal di perkemahan pun berpotensi tersesat. Sebab, 
mobilitas jamaah bisa dibilang optimal di Mina. Padahal, di sini jamaah dari 
seluruh dunia berkumpul. Padahal pula, jarak dari kemah jamaah di Mina ke 
tempat lempar jumrah cukup jauh, sekitar tiga kilometer. Yang kebagian kemah di 
Mina Jadid bahkan harus menempuh perjalanan 15 kilometer bolak-balik tiap kali 
lempar jumrah. Dengan kondisi begitu, bukan tidak mungkin jamaah terbawa arus 
jutaan jamaah selepas lempar jumrah sehingga tidak sadar telah berada di tempat 
yang asing. 

Merebaknya isu adanya jamaah haji yang tewas saat melontar jumrah dipastikan 
hanya isapan jempol. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji meyakinkan, hingga kini 
tidak ada yang meninggal dunia karena terinjak-injak saat melontar jumrah.

Isu yang muncul mulai sehari setelah wukuf itu, ada jamaah haji asal Jawa Timur 
dari kelompok terbang (kloter) 81 tewas saat melontar jumrah. "Kabar itu pasti 
salah. Yang benar, saat rombongan Jatim dari kloter 81 tiba di lokasi jumrah, 
salah seorang jamaah kecapekan, tapi pertolongan terlambat sehingga meninggal 
dunia," kata staf Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Departemen Agama Jawa 
Timur (Humas Kanwil Depag Jatim) H Sugianto di Makkah kemarin. (*/k


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke