Pihak-pihak yang melakukan konspirasi untuk membubarkan FPI.

Pertama, kelompok mafia, yang memang selama ini FPI dianggap sebagai momok yang 
sangat menakutkan sekaligus menganggu bisnis haram mereka. Adapun yang dimaksud 
mafia disini, apakah mereka yang terlibat dalam sindikat narkoba, film-film 
porno, perjudian, pelacuran dan sebagainya. Ini semua sudah menjadi sindikat 
dan bukan kejahatan biasa, sementara FPI sejak lahir sangat concern dalam 
persoalan tersebut. FPI banyak mengungkap, menguak bahkan memejahijaukan mereka 
sehingga sudah jelas mana kelompok mafia ini menjadikan FPI sebagai musuh. 
Mereka mempunyai kepentingan untuk membubarkan FPI.

Kedua, yang masuk dalam konspirasi adalah kelompok liberal. Karena mereka 
melihat FPI secara fulgar melakukan konfrontasi terhadap gerakan-gerakan kaum 
liberal. Artinya FPI tidak lagi sembunyi-sembunyi bahkan perang pemikiran 
maupun perang di lapangan sekalipun. Karena kalau dilihat peristiwa perjuangan 
RUU Pornografi dan Pornoaksi, bagaimana kelompok liberal memanfaatkan 
preman-preman untuk menyerang posko FPI di berbagai daerah. Jadi artinya mulai 
perang pemikiran sampai perang otot. Belakangan ternyata banyak usaha kaum 
liberal yang kandas, apakah itu judicial review UU Pornografi, UU Penistaan 
Agama. Termasuk juga upaya konspirator memanfaatkan Gus Dur untuk membatalkan 
TAP MPRS No XXV/MPRS/ 1966 soal PKI, tetapi kan usaha mereka kandas. Sebetulnya 
kandasnya mereka bukan hanya karena perjuangan FPI, tetapi semua ormas Islam. 
Cuma karena FPI dianggap terlalu fulgar, mungkin lebih meninjau atau mungkin 
konfrontasinya lebih terbuka, sehingga mereka melihat FPI sebagai musuh utama. 
Jadi kelompok liberal ini masuk dalam konspirasi tersebut.

Ketiga, kelompok Kristen radikal. Radikalisme ada di semua kelompok. Kelompok 
Kristen radikal mempunyai catatan tersendiri terhadap laskar-laskar Islam, 
mulai dari peristiwa Ambon hingga Poso. Dimana salah satu diantaranya adalah 
FPI. Ditambah lagi gerakan Kristen radikal ini yang mencoba mendirikan 
gereja-gereja liar di berbagai tempat. Jadi bukan geraja resmi yang mempunyai 
ijin resmi dan sesuai dengan peruntukannya, no problem. Markas FPI di 
Petamburan Jakarta Pusat ini sekitarnya ada 5 gereja, hubungannya dengan FPI 
saat ini baik-baik saja. Bahkan para pendetanya suka sowan ke sana dan diskusi 
dengan aktivis FPI, no problem. Kenapa, karena gereja-gereja ini resmi punya 
ijin dan sesuai dengan peruntukannya. Sementara kalau ruko jadi gereja, kan 
lain cerita. Berarti peruntukannya untuk rumah tinggal dan toko, kok tiba-tiba 
berubah jadi gereja.

Sebetulnya penutupan gereja-gereja liar ini merupakan gerakan masyarakat, 
tetapi lagi-lagi FPI yang dituduh. Mungkin dalam gerakan tersebut ada warga FPI 
yang ikut bersama masyarakat. FPI kan sekarang dimana-mana ada, warganya juga 
dimana-mana ada. Tidak selalu perbuatan mereka mengatasnamakan organisasi FPI. 
Ada kalanya mereka bergerak atas nama organisasi tetapi ada kalanya atas nama 
masyarakat, jadi mereka tidak sendiri. Kalau mereka bersama masyarakat 
setempat, jangan salahkan FPI. Tetapi walau bagaimanapun juga, keterlibatan 
warga yang berafiliasi kepada FPI ini akhirnya membuat FPI terseret juga, 
Sehingga bagi kelompok Kristen radikal, FPI menjadi musuh utamanya. Jadi ada 
kelompok mafia yang merasa bisnis haramnya terganggu, ada kelompok liberal yang 
aqidah sesatnya juga terganggu dan ada kelompok Kristen radikal yang gerakan 
Kristenisasinya juga terganggu.

Keempat, adanya konspirasi politik. Kelompok-kelompok politik melihat banyak 
kepentingan politik mereka yang terganggu dengan gerakan-gerakan ormas Islam. 
Sekarang ada konspirasi, dimana kelompok politik ingin mengoalkan suatu UU, 
tiba-tiba UU ini berbenturan dengan Syariat Islam. Secara otomatis akan 
berhadapan dengan gerakan Islam dan salah satunya adalah FPI. Mungkin dimata 
mereka FPI dilihat terlalu fulgar melakukan konfrontasi, sehingga dianggap 
menganggu agenda politik mereka. Jadi konspirasi antara kelompok mafia, 
liberal, Kristen radikal dan politik. Mereka bersatu untuk menjadikan FPI 
sebagai musuh bersama.

Konspirator mencoba mencari momentum untuk pembubaran FPI. Momentum apa saja 
yang mereka dapat, apakah momentum peristiwa Depok, dimana ada kontes waria 
yang dibubarkan warga yang didalamnya juga ada FPI. Bagaimana dengan peristiwa 
Bekasi, dimana ada patung yang dirubuhkan, walaupun sebetulnya yang merubuhkan 
patung adalah Walikota Bekasi atas desakan masyarakat. Tetapi di media massa 
yang dituduh kok FPI.

Kenapa peristiwa Banyuwangi dianggap momentum, karena memang lebih dahsyat 
daripada Bekasi, Singkawang dan Depok. Persoalannya ada tiga anggota DPR RI 
yang katanya sedang melakuan kunjungan kerja. Artinya, kalau melibatkan anggota 
DPR RI berarti bersingungan dengan lembaga tinggi negara. Ini berarti bisa 
dikatakan subversi kalau membubarkan acara negara. Meraka lihat ini momentum 
penting untuk dibenturkan dengan berita FPI telah membubarkan kunjungan kerja 
anggota DPR RI dan FPI mengusir anggota DPR RI .

Peristiwa Banyuwangi mereka jadikan momentum untuk membubarkan FPI. Cuma 
konspirator kecelek, mereka salah fakta, karena ternyata di Banyuwangi, 
subhanallah nasrullah. Munarman, Ustad Awit dan Ustad Khathath tampil di 
televisi, dengan debat terbuka dan diungkapkan fakta-faktanya. Tepatnya pada 25 
April 2010 lalu, DPW FPI Banyuwangi dibekukan karena ada konflik internal 
diantara mereka yang terkait Pilkada. Kemudian sikap politik dari para pengurus 
FPI berbeda, yang membuat mereka ada sedikit konflik. Kemudian ditugaskan 
Sekjen FPI untuk menyelesaikannya dan akhirnya disepakati supaya tidak ada 
fihak yang dimenangkan dan dikalahkan, maka dibekukan dulu. Berarti, kalau 
sudah dibekukan tidak boleh ada pergerakan apapun atas nama FPI. Tahu-tahu 
konspirator mengkaitkannya dengan FPI, kan salah fakta dan mereka kecelek. Pada 
peristiwa ini kan tidak ada yang memakai seragam FPI. Jadi kesimpulannya, 
mereka salah fakta. Mereka sudah ramai-ramai ingin membubarkan FPI, ternyata 
salah fakta.

Karena konspirator malu, maka mereka lari ke berbagai peristiwa sebelumnya 
seperti insiden Monas. Sekarang semua film yang ditayangkan Metro TV, RCTI atau 
televisi swasta lainnya, itu peristiwa yang sudah diadili, sudah divonis dan 
pelakunya sudah dipenjara, artinya sudah inkracht dan sudah selesai. Tidak ada 
satu persoalan hukum yang diadili sampai dua kali. Kalau persoalan hukumnya 
telah selesai, kok televisi mengadili lagi. Pengadilan saja tidak berhak untuk 
mengadili lagi, apalagi televisi. 

Kalau media massa memojokkan FPI, memang ada beberapa asumsi. 

Pertama, kelompok-kelompok yang memusuhi FPI adalah kelompok beruang seperti 
kelompok mafia, liberal, Kristen radikal dan kelompok politik. Meraka bisa 
dengan mudah untuk membeli siaran televisi. Jadi ini hanya persoalan duit, 
siapa yang bisa bayar itu yang mereka beritakan dengan senang hati.

Contoh: pada saat Ustad Awit tampil di salah satu televisi dengan menyerahkan 
salah satu film ceramah Ribka Tjiptaning di Banyuwangi, FPI tantang untuk 
berani menyiarkannya karena isinya soal PKI, ternyata televisi tidak berani. 
Adapun yang disiarkan televise lagi ribut-ributnya. Tetapi ceramah Ribka soal 
PKI di Banyuwangi selama 20 menit, kok tidak berani televise siarkan. Apa 
karena FPI tidak bayar, kalau disuruh bayar nanti dulu. Tadi itu asumsi 
pertama, tetapi indikasinya kan kuat siapa punya duit bisa menguasai media 
massa .

Kedua, jangan lupa, hampir semua stasiun televisi tidak ada yang luput dari 
protes FPI. Hampir semua televisi pernah didemo oleh FPI. Biasalah, mungkin 
mereka tersinggung karena pernah didemo FPI. Jadi mereka enggan untuk 
menyiarkan berita-berita yang menurut mereka dapat mengangkat citra FPI. Jadi 
sepertinya ada sakit hati dan dendam kepada FPI yang pernah mendemo mereka. FPI 
tidak peduli kalau mereka salah FPI demo. Metro TV, SCTV, RCTI dan Indosiar 
pernah didemo FPI, bahkan TVRI pernah juga didemo. FPI tidak peduli apakah 
beritanya akan dimuat atau tidak dimuat di televisi. Itu asumsi kedua.

Ketiga, ini yang paling kuat. Sesuai dengan dokumen Rand Corporation, disitu 
ditulis donasi-donasi AS dan sekutunya memang berupaya dengan segala kekuatan 
finansialnya untuk membeli media massa . Paling tidak, kalau tidak beli ya 
mereka kuasai. Itu memang ada dalam Rand Corporation, itu artinya terperinci 
betul. Adapun yang menarik disitu juga disebutkan, kalau ada 
perbuatan-perbuatan yang menaikkan citra yang dilakukan kelompok Islam manapun 
tidak boleh dimuat. Bukan hanya FPI, tetapi kelompok Islam manapun. Sebaliknya, 
kalau ada perbuatan-perbuatan yang sekiranya dapat menurunkan citra kelompok 
Islam, maka harus dimuat dan harus diulang-ulang.

Makanya jangan kaget, kita bisa lihat acara di Metro TV dan SCTV, peristiwa 
penyerangan tempat biliar yang dijadikan ajang judi oleh laskar FPI tahun 2002 
atau sudah 8 tahun lalu. Tetapi film itu selalu diulang, kadang-kadang kalau 
diulang seperti peristiwa Banyuwangi filmnya selalu diulang. Berarti apa yang 
dilakukan SCTV dan Metro TV serta beberapa televisi lain sesuai dengan dokumen 
Rand Corporation. Bukan dicoba mengkait-kaitkan, tetapi faktanya memang begitu.

Dalam dokumen Rand Corporation juga disebutkan, kalau kelompok-kelompok Islam 
yang mereka anggap sebagai musuh, kalau menyebutkan identitas cukup nama saja, 
tidak perlu disebut titelnya seperti Prof Dr dan sebagainya. Kalau Kyai Haji 
dan Habib jangan disebut KH dan Habibnya. Kalau Ustad jangan disebut ustadnya, 
pokoknya disebut namanya saja. Tetapi sebaliknya, kalau kelompok yang mendukung 
mereka harus disebut dengan lengkap titelnya, seperti Prof, Dr, PhD, MA, MSc 
dan sebagainya, itu tertulis dalam dokumen Rand Corporation. Jadi dengan 
demikian, ini memang grand design mereka. Jadi tidak perlu kaget dan ini tidak 
akan menjadi yang terakhir. Besok pasti konspirator akan mencari lagi momentum 
untuk membubarkan FPI, dan itu akan terus berlangsung sampai konspirator 
berhasil membubarkan FPI. Diharapkan sekarang gerakan Islam semakin merapatkan 
barisan dan memperkokoh ukhuwan Islamiyah, karena sebetulnya yang ditarget itu 
bukan hanya FPI saja tetapi semua gerakan Islam. Mungkin FPI dianggap sebagai 
pintu gerbangnya untuk dibobol terlebih dahulu.

Klau FPI dibubarkan tidak ada masalah. Kalau hari ini Front Pembela Islam 
dibubarkan, maka besok akan dibikin Front Pecinta Islam. Dengan singkatan yang 
sama, pengurus yang sama, gerakan yang sama dan wajah yang sama pula, kan UU 
tidak melarang. Jadi tidak perlu dipusing dengan pembubaran. Nanti kalau Front 
Pecinta Islam juga dibubarkan, maka akan dibentuk Front Penyelamat Islam. Jadi 
mengapa pusing-pusing, tidak perlu dipusingi, tidur nyenyak saja.

Ada FPI atau tidak ada FPI amar makruf nahi mungkar tetap wajib dijalankan. Ada 
FPI atau tidak ada FPI, perjuangan para kader FPI yang ada dimana saja tetap 
berjalan. Artinya, FPI tidak pernah dijadikan FPI sebagai tujuan perjuangan. 
FPI cuma kendaraan. Jadi kalau kendaraan rusak ditengah jalau atau dibakar 
orang atau dicuri orang atau kendaraan terbalik dan tidak bisa dipakai lagi, 
diganti kendaraan yang lain. Kenapa susah-susah amat karena FPI bukan tujuan, 
tujuan perjuangan hanya mencari ridha Allah, liilai kalimatillah subhanahu wa 
taala. 

Konspirator yang kelompok liberal ini tidak mempunyai massa , tidak mempunyai 
grass-roots. Mereka antek Barat dan hanya mampu membuat LSM-LSM komprador. 
Mereka dibantu dengan bantuan asing, ini mereka sendiri yang mengakuinya. Kalau 
kita ingin bicara jujur, FPI ingin dibubarkan karena melanggar UU No. 8 Tahun 
1985 tentang Keormasan. Sekarang salah satu larangan dalam UU Keormasan adalah 
menerima bantuan luar negeri atau asing. LSM yang dibuat kelompok liberal, 
semuanya menerima bantuan asing. Bubarkan meraka dulu, FPI sudah siap untuk 
dibubarkan. Jadi kita bubar-bubaran, mereka ini tidak bercermin. Jadi kalau ada 
pepatah mengatakan kuman di sebarang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak 
tampak. Kesalahan FPI yang kecil jauh mereka lihat, tetapi kesalahan 
konspirator yang besar dalam diri mereka sendiri, tidak mereka lihat.

Kelompok liberal memang tidak punya massa. Masyarakat mana yang mau jadi antek 
asing. Serendah-rendahnya pendidikan, pemikiran, status sosial dan ekonomi 
masyarakat Indonesia, secara umum mereka masih mempunyai ras cinta tanah air,  
cinta bangsa dan negara. Mereka tidak mau menjual negaranya untuk orang asing. 
Sehingga kelompok liberal tidak mendapatkan tempat di tengah masyarakat dan 
mereka tidak mempunyai kekuatan grass-roots. 

Kelompok liberal melihat FPI sebagai ancaman dan FPI mempunyai kekuatan 
grass-roots kebawah. Bagaimana cara untuk menghadapi FPI, mereka berusaha untuk 
menunganggi NU tetapi tidak berhasil. Karena waktu itu Ketua PBNU KH Hasyim 
Muzadi, beliau dikenal orang baik, cerdas dan tidak bisa ditunggangi oleh Ulil 
dan kawan-kawan. Karena itu ketika tersiar kabar di beberapa daerah terjadi 
konflik antara massa FPI dengan NU, KH Hasyim Muzadi langsung klarifikasi. Itu 
ternyata bukan NU, tetapi massa preman yang dibayar suatu kelompok dan 
dipakaikan baju NU. Akhirnya kebongkar semua dan mereka cuma ingin mengadu 
domba.

Dikabarkan ada seorang tokoh yang kirim Banser palsu ke Pengadilan, tetapi 
ternyata itu preman yang diberi baju Banser. Padahal Banser sendiri tidak tahu 
menahu. Berbagai cara kotor seperti ini dilakukan kelompok liberal. Karena Gus 
Dur sudah meninggal dunia dan mereka menunganggi NU sudah tidak ada pintunya, 
maka sekarang mereka mencoba menunganggi PDIP. Kebetulan ada kasus Banyuwangi 
PDIP sedang marah, maka masuk Ulil ngipasin PDIP. Kebetulan Ulil pengurus 
Partai Demokrat. Maka FPI sampaikan informasi itu ke PDIP, apa anda mau 
ditunganggi sama Partai Demokrat dan diadu dengan FPI, sehingga PDIP jadi mawas 
diri. 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke