REPUBLIKA
Senin, 22 Agustus 2005


Quovadis RAPBN 2006? 

Oleh : Revrisond Baswir 


Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2006 memiliki makna 
yang sangat strategis dalam menyimak pergeseran kekuasaan di Indonesia. Berbeda 
dari APBN tahun berjalan yang dibuat oleh pemerintahan era sebelumnya, RAPBN 
2006 adalah RAPBN pertama yang dibuat secara langsung oleh pemerintahan SBY-JK.

Sebagai RAPBN pertama yang dibuat oleh pemerintahan yang sedang berkuasa, 
bersama-sama dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005 - 2009, 
RAPBN 2006 dengan sendirinya mengungkapkan secara lebih akurat corak dan 
orientasi kebijakan ekonomi pemerintahan SBY-JK. Sebab itu, pertanyaan mendasar 
yang perlu diajukan dalam mencermati RAPBN 2006 adalah, jika dibandingkan 
dengan APBN 2005, perbedaan mendasar apakah yang tampak dalam RAPBN 2006? 
Artinya, sejalan dengan komitmen pemerintahan SBY-JK untuk tampil secara 
berbeda dari pemerintahan sebelumnya, sejauh manakah komitmen tersebut dapat 
disimak melalui RAPBN 2006?

Sayang sekali, jawabannya secara umum cenderung mengecewakan. Walau pun dalam 
penyampaian nota keuangan 16 Agustus lalu SBY dengan tegas mengemukakan tujuh 
program yang menjadi prioritas pemerintahannya, namun jika dicermati penampilan 
RAPBN 2006, perbedaan corak dan orientasi kebijakan ekonomi pemerintahan SBY-JK 
dengan pemerintahan sebelumnya cenderung sulit ditemukan.

Kesamaan antara RAPBN 2006 dengan APBN tahun berjalan sekurang-kurangnya dapat 
disimak pada tiga hal berikut. Pertama, pada sisi asumsi, sama seperti APBN 
tahun berjalan, RAPBN 2006 cenderung disusun dengan asumsi kurs rupiah dan 
harga minyak mentah yang cenderung sangat rendah. Kurs rupiah ditetapkan 
sebesar Rp 9.400 per satu dolar AS. Padahal, kurs riel telah hampir menembus Rp 
10.000 per satu dolar AS. Sedangkan harga minyak mentah, di tengah-tengah harga 
minyak mentah dunia yang masih berada pada kisaran 65 dolar AS per barel, hanya 
diasumsikan 40 dolar AS per barel.

Sikap konservatif pemerintah yang sangat berlebihan tersebut tentu tidak tanpa 
alasan. Salah satu alasannya, hemat saya, adalah untuk membatasi alokasi 
anggaran ke daerah. Sebagaimana diketahui, alokasi anggaran ke daerah melalui 
pos Dana Alokasi Umum dan pos Bagi Hasil, ditetapkan berdasarkan pos Penerimaan 
Dalam Negeri dan pos Penerimaan Migas. Dengan ditetapkannya asumsi kurs rupiah 
dan harga minyak mentah pada tingkat yang sangat rendah, alokasi anggaran ke 
daerah dengan sendirinya turut tertekan.

Kerugian terbesar tentu dialami oleh daerah penghasil migas. Dengan 
ditetapkannya asumsi harga minyak mentah sebesar 40 dolar per barel, daerah 
penghasil migas dengan sendirinya mengalami kerugian sebesar lebih dari 35 
persen dari jumlah yang seharusnya mereka terima. Koreksi memang dapat 
dilakukan pada saat penyusunan APBN-Perubahan. Tetapi sesuai dengan ketentuan 
yang berlaku, koreksi dana Bagi Hasil dibatasi sebesar maksimum 30 persen dari 
jumlah yang telah ditetapkan dalam RAPBN.

Kedua, pada sisi belanja, sama seperti APBN tahun berjalan, pemerintah SBY-JK 
ternyata tetap mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk membayar 
angsuran pokok dan bunga utang. Pelunasan angsuran pokok utang dalam dan luar 
negeri masing-masing dianggarkan sebesar Rp 30,4 triliun dan Rp 60,4 triliun. 
Pembayaran bunga utang dalam dan luar negeri masing-masing dianggarkan sebesar 
Rp 30,7 triliun dan Rp 27,3 triliun. Jika dilakukan penjumlahan terhadap 
keempat pos tersebut, maka praktis sekitar sepertiga belanja negara habis 
tersedot hanya untuk membayar angsuran pokok dan bunga utang.

Pembayaran angsuran pokok dan bunga utang yang secara keseluruhan berjumlah Rp 
148,8 triliun tersebut, lebih-lebih pembayaran angsuran pokok dan bunga utang 
luar negeri, tentu memiliki implikasi yang sangat serius terhadap berbagai pos 
belanja negara lainnya. Setidak-tidaknya, sebagaimana telah dikampanyekan 
secara gencar oleh beberapa pejabat pemerintah dalam beberapa waktu belakangan 
ini, selambat-lambatnya akhir tahun ini atau awal tahun depan, harga BBM 
kembali akan dinaikkan. 

Gambaran yang lebih pahit dapat disimak pada alokasi belanja untuk Departemen 
Pendidikan Nasional. Walau pun alokasi belanja untuk departemen ini tidak 
sepenuhnya mencerminkan volume anggaran pendidikan, tetapi volume anggaran 
pendidikan secara nasional boleh dikatakan tidak terlalu banyak berubah. Secara 
nominal, anggaran Departemen Pendidikan Nasional memang meningkat sekitar Rp 6 
triliun. Tetapi secara relatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), nilainya 
ternyata tidak banyak berbeda dari APBN tahun berjalan.

Ketiga, pada segi pembiayaan defisit, sama seperti APBN tahun berjalan, 
pemerintahan SBY-JK ternyata tetap bermaksud melaksanaan privatisasi Badan 
Usaha Milik Negara (BUMN) dan membuat tambahan utang dalam negeri dan utang 
luar negeri. Sebagaimana diketahui, RAPBN 2006 direncanakan mengalami defisit 
sebesar Rp 19,8 triliun. Untuk menutupi rencana defisit tersebut, pemerintah 
antara lain bermaksud melakukan privatisasi BUMN, menjual aset program 
restrukturisasi perbankan, dan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) neto 
sebesar Rp 30,7 triliun. Sedangkan utang luar negeri baru yang akan dibuat 
pemerintah diperkirakan berjumlah sekitar Rp 29,9 triliun.

Dengan dianggarkannya privatisasi BUMN dalam RAPBN 2006, kesamaan antara 
pemerintahan SBY-JK dengan pemerintahan sebelumnya tampak semakin jelas. 
Pernyataan yang pernah dibuat oleh Menteri Negara BUMN bahwa ia terpaksa 
melanjutkan pelaksanaan privatisasi karena telah tercantum dalam APBN 2005, 
kini menjadi sulit dicerna. Lebih-lebih dengan dianggarkannya pembuatan utang 
luar negeri baru dengan jumlah yang hampir sama dengan APBN tahun berjalan. 
Pengakuan dosa Perkins dalam bukunya Confession of an Economic Hit Man, 
tampaknya tidak bermakna apa-apa bagi pemerintahan SBY-JK.

Mencermati ketiga kesamaan RAPBN 2006 dengan APBN tahun berjalan tersebut, 
rasanya tidak terlalu berlebihan bila disimpulkan bahwa corak dan orientasi 
kebijakan ekonomi pemerintahan SBY-JK, pada dasarnya masih tetap mengacu pada 
cetak biru yang telah ditetapkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF). 
Artinya, selama IMF masih bercokol di sini, pejabat yang berkuasa boleh saja 
berganti beberapa kali, tetapi corak dan orientasi 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke