Saya ulang, bagi orang seperti Satriyo ini, adalah mustahil untuk
dapat menjelaskan dengan komprehensif, intelek dan terhormat serta
Islami apa dan bagaimana aliran yang tidak sesat itu dengan bahasanya
sendiri.

Yang cuma Satriyo sanggup lakukan adalah memposting tulisan-tulisan
orang lain saja.

Saya teruskan.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lasykar5 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> ---------- Forwarded message ----------
> From: ahmad qi <ahmad_qi@>
> Date: Nov 12, 2007 5:21 PM
> Subject: [...] nabi palsu
> To:
> 
>  *Mengimani Nabi Palsu*
> 
> *Oleh: Ahmad Rofiqi, Lc*
> Kandidat Master Program Pendidikan dan Pemikiran Islam, UIKA, Bogor

Kandidat 'master' ini membuat judul yang 'pintar' - tapi ia sendiri
tidak menyadari bahwa IMAN, keimanan, mengimani - adalah mutlak hanya
Allah saja yang bisa menilai kepalsuan serta kebenaran atas apa yang
diimani.

Kandidat master ini berbuat hal yang sama seperti kaum Yahudi dan
Kristen, yang terkadang suka usil mengatakan: "Kaum Kristen itu
mengimani tuhan/nabi palsu" atau "Kaum Islam itu mengimani nabi palsu"

> *"Sesudahku, tak ada lagi nabi-nabi…"*
> - Hadits nabi terakhir Muhammad Rasulullah Saw. Dilaporkan oleh Abu
Daud.

"Laa nabiyya ba'di" (Tidak ada nabi setelahku) - Kalimat ini bisa
ditafsirkan bahwa 'tidak ada nabi setelah nabi Muhammad saw. yang
membawa syari'at yang menggantikan atau mengubah atau mengganti
syari'at yang dibawa oleh nabi Muhammad saw' - dengan kata lain, nabi
Muhammad saw. adalah nabi yang terakhir membawa Syari'at.

> Mari kita menyederhanakan kasus nabi palsu yang nampak begitu rumit.
Suatu
> penyederhanaan yang menjamin kejelasan dan ketegasan sikap. Sama seperti
> sikap Islam yang simpel-jelas-tegas. Kita telisik, untuk diurutkan
logika
> keimanan orang yang mengimani nabi tiruan. Agar pengalaman ini lebih
> meresap, saya memposisikan Anda seolah mau melangkah menjadi
pengiman nabi
> tiruan.

Keimanan kok mau dicari logikanya...piye toh kandidat 'master' ini...

> Pertama, mungkin Anda ambil dulu daftar nama nabi palsu untuk
dipilih. Di
> tingkat internasional, ada nama Muhammad bin Ismail (nama agama:
> Ismailiyah), Mirza Ghulam Ahmad (nama agama: Ahmadiyah), Mirza Ali
Muhammad
> (nama agama: Babiyah) atau Mirza Husain Ali Nuri (nama agama:
> Baha'iyah). 

Kandidat 'master' ini sudah mulai membual dengan mengatakan Ahmadiyah
sebagai agama. 

Ahmadiyah bukanlah nama agama. Agama yang dianut oleh Jemaat Ahmadiyah
adalah Islam.

> Jangan
> lupa, Anda juga bisa beriman kepada dua belas imam (atau
salahsatunya) dari
> sebuah agama yang bernama Syiah. Adapun untuk nabi lokal, Anda boleh
pilih
> Lia Aminuddin (nama agama: Salamullah), atau yang baru ini muncul
namanya
> Ahmad Moshadeq dengan agama: Al Qiyadah Al Islamiyah. Tak lupa, di
tingkat
> lokal ini Anda juga punya pilihan Nur Hasan Ubaidah Lubis yang
mengaku punya
> hadits layaknya seorang nabi. Nama agamanya: LDII.

(...)

> Syarat pemilihannya tidak susah. Anda tinggal menyesuaikan pilihan
tersebut
> dengan hasrat ideologis, biologis termasuk (maaf) seksual Anda. Soalnya,
> nabi palsu biasanya mengaku bisa menggugurkan peraturan agama dengan
cara
> yang aman tanpa dosa. Sampai-sampai hasrat seksual Anda boleh disalurkan
> tanpa melalui pernikahan konvensional alias zina. 

Nabi mana yang mengajarkan zina?

Kok kandidat 'master' ini sepertinya bikin diagnosis tanpa landasan
ilmiah.

Satriyo, coba dibantu kandidat 'master' ini ...

T> entu dia tidak
> menyebutnya zina, melainkan—misalnya—kawin mut'ah yang itu bisa
dilakukan
> cukup satu malam saja. Tapi yang lebih enak lagi kalu Anda mengikuti
agama
> seperti Isma'iliyah dan sejenisnya yang melakukan penafsiran esoteris
> (kebatinan) untuk menghapus aturan-aturan Islam. Anda tak perlu lagi
> "repot-repot" shalat, zakat, puasa dan menjauhi yang haram-haram.

Saya tanya, apakah ada dari 12 Imam itu yang mempraktekkan kawin Mut'ah?

Satriyo, coba bantu deh...

> Setelah itu, langkah berikutnya adalah Anda harus mengingkari Al Qur'an.
> Pertama, karena dalam Al Qur'an terdapat ayat yang mengatakan
Muhammad Saw
> nabi terakhir. 

Di sebelah mana ayat dalam al-Qur'an yang mengatakan Muhammad saw
sebagai "aakhirul anbiya" (nabi terakhir)?

Mana?

Satriyo, coba dong dibantu kandidat 'master' ini...

Pernyataan ini akan berlawanan dengan keyakinan Anda terhadap
> nabi baru yang telah datang. Kedua, karena tugas nabi adalah
menerima wahyu,
> berarti Anda tidak perlu lagi Al Qur'an sebagai wahyu. Wahyu yang
turun pada
> nabi baru akan menghapus Al Qur'an sehingga Anda cukup berpegang dengan
> wahyu yang turun pada nabi Anda itu.

Konsep wahyu yang keliru.

Wahyu yang turun kepada hamba-hamba pilihan-Nya tidak selalu menghapus
al-Qur'an.

Wahyu adalah cara bagaimana Allah berkomunikasi dengan hamba yang
dikehendaki-Nya.

Bahkan, menurut ajaran al-Qur'an, perempuan - yang adalah bukan nabi -
bisa dapat wahyu. Laki-laki yang bukan nabi bisa dapat wahyu. Bahkan
binatang bisa dapat wahyu. 

Jadi, tidak selalu wahyu itu menghapus wahyu syari'at yang sudah ada
sebelumnya.

Setelah Kanjeng Rasulullah saw wafat, bahkan banyak para wali yang
mendapatkan wahyu dari Allah - beberapa nama yang terkenal mendapat
wahyu adalah Imam Syafi'i, Syekh Abdul Qadir al-Jaelani, dll.

> Berikutnya, Anda harus mengingkari Nabi Muhammad Saw. Karena, ajarannya
> dipastikan bertentangan dengan ajaran nabi Anda itu. 

Kata siapa?

Paling-paling cuma kata kandidat 'master' ini saja yang merasa dirinya
bisa menentukan ajaran mana yang sesuai dengan ajaran Nabi saw, ajaran
mana yang tidak sesuai...

> Apalagi nabi Anda
> memang harus berbeda dengan ajaran Nabi Muhammad. Kalau ajarannya sama
> dengan Nabi Muhammad, untuk apa dia menjadi nabi? 

Untuk mencerahkan orang-orang seperti 'kandidat master' dan
penggemarnya seperti Satriyo ini yang merasa dirinya sebagai pemilik
Islam ...

Satriyo yang punya kebiasaan dengan entengnya sibuk menunjuk hidung
suatu kaum/golongan sebagai sesat inilah yang memerlukan pencerahan...

> Selain itu, Nabi Muhammad
> sendiri sudah menyatakan "Tidak ada lagi nabi sesudahku" (Abu Daud).
Artinya
> menurut Anda Nabi Muhammad itu telah berdusta, karena nyatanya nabi baru
> telah muncul.

Coba baca Hadits ini:

Rasulullah SAW menyatakan: "Allah telah memberkati aku dengan enam
macam kebaikan yang tidak dinikmati Nabi-nabi terdahulu: - Aku
dikaruniai keahlian berbicara yang efektif dan sempurna. - Aku diberi
kemenangan kare musuh gentar menghadapiku - Harta rampasan perang
dihalalkan bagiku. - Seluruh bumi telah dijadikan tempatku beribadah
dan juga telah menjadi alat pensuci bagiku. Dengan kata lain, dalam
agamaku, melakukan shalat tidak harus di suatu tempat ibadah tertentu.
Shalat dapat dilakukan di manapun di atas bumi. Dan jika air tidak
tersedia, ummatku diizinkan untuk berwudhu dengan tanah (Tayammum) dan
membersihkan dirinya dengan tanah jika air untuk mandi langka. - Aku
diutus Allah untuk menyampaikan pesan suciNYA bagi seluruh dunia. -
Dan jajaran Kenabian telah mencapai akhirnya padaku (Riwayat Muslim,
Tirmidhi, Ibnu Majah)

Dalam hadist ini terlihat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa banyak
peraturan/hukum disebutkan dalam Hadits ini dan yang dimaksudkan oleh
peraturan-peraturan itu adalah Syari'at yang sempurna (Islam) telah
berakhir pada kenabian Hz. Muhammad saw.

> Lalu, karena Anda sudah mengingkari Al Qur'an dan Rasulullah, Anda
tinggal
> mengingkari Islam, yaitu agama yang dibangun diatas dua sumber tadi. Ini
> aksiomatik. Tak perlu penjelasan rumit. Kalau Anda berhasil
menghancurkan
> fondasi, maka sebuah bangunan sekokoh apapun akan rubuh.

Salah diagnosis.

Islam tidak akan hancur jika ada orang yang mengaku nabi setelah Nabi
Muhammad saw.

Rupanya kandidat 'master' ini tidak yakin dengan agamanya sendiri...

Udah dulu, makin ngalor ngidul bicaranya kandidat 'master' ini...

Salam,
MAS

> Langkah keempat, Anda harus menganggap semua orang di dunia
(termasuk yang
> mengaku muslim) mulai dari Maroko Mesir, Saudi Arabia, Pakistan,
Malaysia
> hingga Papua adalah kafir karena tidak mengakui nabi Anda itu.
Termasuk yang
> kafir dalam keyakinan Anda adalah semua anak pesantren, ormas Islam,
MUI,
> Dewan Dakwah, kampus-kampus di Timur Tengah seperti Al Azhar Mesir dan
> Jamiah Islamiyah Madinah Munawwarah bersama staf pengajar hingga
rektornya,
> Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan seluruh masyarakat muslim dan
ulamanya
> di dunia ini. Termasuk Dien Syamsuddin, Hasyim Muzadi, kiyai-kiyai,
DR Yusuf
> Al Qardhawi, Syaikh Utsaimin dan Bin Baz, Al Albani, Wahbah Zuhaili,
Said
> Tanthawi (rektor Al Azhar) dan lain-lain. Termasuk yang Anda
kafirkan adalah
> penduduk dua tanah suci Makkah dan Madinah bersama imam masjid dan
ulamanya.
> 
> 
> Masih ada lagi. Anda juga harus menilai semua apa yang ditulis oleh para
> ulama dalam Islam seperti hadits, fiqih, ushul fiqih, tafsir, ilmu
tafsir,
> ilmu kalam, ulumul qur'an dalam bentuk buku yang jumlahnya jutaan
jilid itu
> adalah warisan omong kosong dan sia-sia. Karena semuanya ditulis
berdasarkan
> keyakinan kebenaran Al Qur'an, hadits dan Rasulullah Saw.
> 
> Implikasi ini terus berlanjut ke hal-hal lain lagi. Tapi, sampai
disini saja
> rasanya saya sudah takut membayangkan. Yang jelas, proses ini
berlangsung
> secara logis akibat mengimani nabi palsu tersebut.
> 
> Wajarlah, jika dalam kacamata Islam, tindakan nabi palsu adalah
kriminalitas
> yang harus dibasmi. Seperti Abu Bakar yang membasmi nabi palsu
Musailamah Al
> Kadzab di Yamamah; pelakunya dihukum mati dan pendukungnya disuruh
> taubat. Kalau
> tidak mau, dia juga dibunuh.
> 
> Mengapa? Anda lihat sendiri hebatnya pelecehen terhadap Islam oleh
nabi baru
> dan pengikutnya diatas tadi. Si pengaku nabi dan para pengikutnya
> *plus*para pembela, mengakumulasikan berbagai unsur kekufuran
> *zindiq-satanic* (Ibnu Qayyim: *Ad Da' wa Dawa'*) dalam bentuk yang
paling
> ekstrim.
> 
> Ternyata, jauh melampaui debat aqidah dan disiplin ilmu, keimanan
terhadap
> nabi palsu merupakan pemberontakan dan pencabutan Islam dari
akar-akarnya
> sampai habis, tuntas tak tersisa. Persoalan yang prinsipiil ini
nampaknya
> tidak disadari banyak orang sehingga diskusi yang berlangsung lebih
berkisar
> pada persoalan perbedaan penafsiran mengenai dalil-dalil tentang nabi
> terakhir. Orang lupa, sebelum menafsirkan argumen tentang nabi terakhir,
> logika penerimaan terhadap Nabi palsu itu otomatis merupakan logika
> pengingakaran terhadap Islam itu sendiri. Disinilah nampaknya,
Rasulullah
> tidak *repot* menjelaskan cara menyikapi nabi palsu. Pesan beliau sangat
> singkat, *"Ketahuilah, tiada lagi nabi sesudahku!"*. Karena beliau ingin
> kita menyikapi pasal kenabian secara aksiomatik bahwa setiap orang yang
> mengaku nabi sesudahnya, pasti dia itu nabi palsu. Ini bukan semata
> persoalan sah atau tidaknya nabi palsu, tapi lebih jauh lagi, ini
menyangkut
> legalitas Islam itu sendiri.
> 
> Dalam pasal-pasal hukum positif dikenal delik mengenai pencemaran
nama baik.
> Itu sangat logis dan manusiawi. Di dunia ini tidak ada orang yang rela
> dirinya atau ayahnya, atau ibunya untuk dihina. Orang Indonesia juga
marah
> kalau presidennya dihina. Padahal dalam ajaran Islam, Allah, Al
Qur'an dan
> Nabi Muhammad adalah nama-nama yang lebih dimuliakan dari orang tua atau
> pemimpin negara sekalipun. Kalau orang Indonesia marah presidennya
dihina,
> tentu mereka lebih berhak marah kalau Allah, Al Qur'an dan Nabi Muhammad
> dilecehkan. Sepantasnya delik semisal pencemaran nama baik ini juga
berlaku
> terhadap pelecehan agama seperti itu.
> 
> Dalam Islam ditetapkan, prioritas kemaslahatan yang paling tinggi adalah
> kemaslahatan agama (*hifdzud dien*). Kemaslahatan ini berada diatas
> kemaslahatan nyawa dan harta-benda sekalipun. Makanya, Al Qur'an
mewajibkan
> jihad dengan harta dan nyawa untuk membela agama. Jikalau Jakarta
diserang
> oleh Australia misalnya, maka umat Islam harus turun berperang meski itu
> nanti menyebabkan hilangnya nyawa. Jadi nyawapun kadang harus
dikorbankan
> demi membela kemaslahatan tertinggi, yaitu kemaslahatan agama.
> 
> Maka dari itu, kalau unsur-unsur agama seperti Allah, Rasulullah, Al
Quran,
> Al Hadits dan hukum-hukum Islam dilecehkan, dalam pandangan Islam dan
> umatnya pelecehan ini lebih besar kejahatannya daripada pembunuhan.
Inilah
> logika yang tidak dipakai (mungkin dengan sengaja) oleh para
pengikut dan
> pembela nabi palsu. Contohnya seperti komentar Syafii Anwar dari ICIP
> tentang nabi palsu dalam dialog Metro TV (5/11). Dia memandang, tindakan
> nabi palsu dan pengikutnya bukanlah kriminalitas. Oleh karena itu
dia tidak
> setuju dalam hal ini pemerintah melakukan campur tangan melalui proses
> hukum. Tindakan yang sama dilakukan oleh kelompok JIL yang menjadi induk
> dari komunitas ICIP tersebut. Ini logika yang aneh. Mengapa mencela
presiden
> (atau simbol negara lainnya) dianggap kejahatan tapi mencela Al
Qur'an tidak
> jahat? Mengapa menginjak-injak merah-putih adalah kejahatan tapi
menginjak
> lafadz Allah tidak kriminal? Mengapa fitnah terhadap Pak Harto atau
seorang
> selebriti seperti Inul bisa diproses melalui jalur hukum, sementara
fitnah
> terhadap Allah dan RasulNya yang berimplikasi luas terhadap kehormatan
> ratusan juta manusia Indonesia bukan kejahatan dan tidak boleh diproses
> secara hukum?
> 
> Dalam tataran sosial, kasus nabi palsu jelas menyebabkan kejahatan
terhadap
> keyakinan masyarakat. Dalam bahasa langsung atau tak langsung, si nabi
> gadungan ini memvonis atau mengejek (*abuse*) keimanan ratusan juta
muslim
> di Indonesia. Ini adalah serangan terhadap keyakinan masyarakat yang
akan
> memicu keresahan. Apalagi terbukti pula penderitaan warga yang anggota
> keluarganya mengikuti nabi palsu. Ini semua akan menyebabkan reaksi
fisik
> yang berujung pada kerawanan sosial. Kalau begitu, gerakan nabi
palsu telah
> menjadi faktor instabilitas masyarakat. Ini bukan lagi "kebebasan
menyatakan
> pendapat", tetapi berubah menjadi "kebebasan mengganggu masyarakat".
> 
> Akhirnya kasus ini akan berakibat kekerasan fisik. Soalnya,
masyarakat perlu
> melakukan pembelaan keyakinan. Karena mereka tidak memiliki pengetahuan
> agama memadai, maka pembelaan keyakinan itu tidak bisa dilakukan secara
> ilmiah. Saat keyakinannya diserang otomatis fisiklah yang bermain.
Ini bukan
> penindasan terhadap minoritas. Justru minoritas itulah yang memprovokasi
> masyarakat melalui propaganda, pencarian dukungan dan penyebaran
faham sesat
> mereka. Seandainya mereka membatasi penyebaran ajaran itu, tentu mereka
> tidak dipermasalahkan.
> 
> Maka dari itu, kekerasan masyarakat terhadap aliran sesat selama ini
lebih
> sebagai reaksi alamiah yang tidak mungkin dihindari. Daripada
menyalahkan
> masyarakat yang melakukan kekerasan, sebaiknya kelompok sesat itu
dihimbau
> untuk tahu diri dan menghargai keyakinan orang lain. Bukannya malah
dibela.
> Seandainya MUI memfatwakan larangan anarkhisme pun, saya yakin itu belum
> tentu dituruti. Maka dari itu, yang bijak adalah dilakukannya
langkah hukum
> yang adil. Hukum yang sanggup mencegah wabah aliran sesat pengganggu
> stabilitas. Hukum yang berfihak kepada hajat orang banyak. Bukan hajat
> segelintir orang. ****
> 
>  <[EMAIL PROTECTED]>
> 
>   .
> 
> 
> 
> 
> 
> -- 
> Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Reply via email to