Kalau merujuk pada "Emosional Spiritual Quotion"nya pak Ary Ginjar 
Agustian, maka sebenarnya fitrah manusia (senantiasa menyuarakan 
kebajikan dan kebenaran) dapat dibelenggu oleh 7 faktor, salah satu 
di antaranya adalah belenggu sudut pandang, maka pluralisme menjadi 
pro dan kontra.

Boleh jadi yang kontra pada pluralisme karena terlalu melihat sudut 
pandang negatifnya, maka muncul fatwa haram. Sementara yang pro pada 
pluralism karena melihat berdasarkan sudut pandang positifnya, maka 
justru berfatwa halal.

Memang pluralism sebagai kajian akademis dan teori muncul belakangan, 
di zaman nabi Muhammad tidak ada kajian formal mengenai pluralism 
seperti sekarang ini, kendati praktek pluralitas juga bisa ditemukan. 
Boleh jadi topik pluralism adalah masuk kategori mutasyabihat (kajian 
yang potensi menimbulkan multi penafsiran) makanya muncul pro dan 
kontra.

Ary Ginanjar Agustian menawarkan supaya fitrah manusia tidak 
terbelenggu oleh sudut pandangnya masing-masing, ditawarkan pola 
pendekatan asma'ul husna, yakni berpikir multi sudut pandang, semua 
sifat-sifat ilahiyah dijadikan rujukan.

wassalam
Abdul Mu'iz

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Muhkito Afiff 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Sumber:
> http://groups.yahoo.com/group/islamliberal/message/9606
> 
> Salam...
> Sekedar renungan, saat-saat Nuzulul Quran; dan tadarus al-Quran;
> Sebenarnya saya ingin mengutip ayat-ayat Al-Quran yang merayakan
> pluralisme tanpa harus ada penjelasan lebih lanjut. Karena bagi 
saya,
> ayat itu sudah terang-benderang. Tidak butuh penafsiran....
> 
> -GuN-
> ===================
> Menelaah Al-Quran Merayakan Pluralisme
> 
> Judul tulisan di atas bagi pihak yang mengharamkan pluralisme akan
> dianggap aneh, bahkan bertentangan. Bagaimana mungkin Al-Quran bisa
> merayakan pluralisme; jika pluralisme diharamkan? Sebenarnya
> jawabannya sangat mudah, masalah sesungguhnya terletak pada 
pemahaman
> kelompok yang mengaramkan pluralisme tersebut, bukan pada Al-Quran 
itu
> sendiri. Mengutip pendapat mereka, Islam hanya menghalalkan 
pluralitas
> (keragaman), tapi mengaramkan pluralisme. Menurut hemat saya, 
pendapat
> mereka aneh bin ajaib. Jika pluralitas diakui, mengapa ajaran dan
> sikap untuk merawat pluralitas itu yang dipahami sebagai pluralisme
> justeru diharamkan? Ketika sekularisme diharamkan, apakah mereka
> berani menghalalkan sekularitas?
> 
> Padahal kita tidak cukup hanya mengakui keragaman (pluralitas) tanpa
> memiliki sikap dan pandangan yang positif terhadap keragaman 
tersebut.
> Keragaman tanpa aturan akan saling berbenturan dan mencabik-cabik
> keragaman itu. Keragaman tanpa ritme dan komposisi, akan menjadi 
nada
> sumbang dan tidak enak didengar. Oleh karena itu, pluralismelah yang
> menyusun keragaman itu menjadi mozaik, menjadi alunan nada yang 
merdu,
> nikmat didengar. Pluralitas adalah tangga-tangga nada, sedangkan
> pluralisme adalah komposisinya.
> 
> Keragaman juga perlu diletakkan pada prinsip sama rata; ringan sama
> dijinjing, berat sama dipikul, duduk sama rendah, berdiri sama 
tinggi.
> Sikap dan pandangan superioritas satu ragam terhadap keragaman yang
> lain, tidak akan bisa membingkai keragaman itu menjadi sususan 
gambar
> yang apik. Oleh karena itu, pluralitas memerlukan kesetaraan dan
> persamaan. Dalam hal ini, toleransi tidaklah cukup menjadi modal 
untuk
> merawat keragaman tersebut. Apalagi jika toleransi diartikan secara
> pasif; tenggang rasa si kuat pada si lemah; kelompok mayoritas pada
> kelompok minoritas; yang benar pada yang salah; yang tinggi pada 
yang
> rendah dan seterusnya. Untuk itu, kata dialog lebih mumpuni; agar
> kutub-kutub beragam itu saling mengenal, belajar, dan menghargai
> perbedaan. Syukur-syukur bisa menafikan perbedaan dan mempekuat
> persamaan.
> 
> Dalam konteks ini, pluralisme agama jika dimaknai sebagai pengakuan
> hak kesetaraan semua agama, adalah benar adanya. Enyahkan dulu vonis
> benar dan salah; kuat dan lemah; mayoritas dan minoritas. Pluralitas
> agama, perlu ditempatkan secara setara; agar bebas berdialog, tanpa
> satu pihak merasa disepelekan, dan direndahkan. Tujuannya; seperti
> istilah yang digunakan oleh Al-Quran: li ta'ârafû (saling mengenal,
> saling belajar), bukan untuk li takhâshamû (saling bermusuhan), li
> takâfarû (saling mengkafirkan), litahâjamû (saling menyerang) atau 
li
> taqâtalû (saling membunuh)!
> 
> Lantas, bagaimana cara Al-Quran merayakan pluralisme? Pertama,
> Al-Quran memandang keragaman (pluraliats) sebagai given: kehendak
> Allah (masyî'atullah), tradisi Allah (sunnatullâh) dan tanda Allah
> (Âyatullâh). Allah mengakui keragaman jenis kelamin, bangsa dan puak
> (sya'b wa qabîlah) (Al-Hujarat [49]: 13) untuk saling mengenal dan
> belajar (li ta'ârafû). Allah menyebut keragaman lain seperti 
keragaman
> bahasa-bahasa (al-sinah) dan ras (al-alwân) yang disamakan seperti
> penciptaan langit dan bumi (Al-Rum [30]: 22). Allah tidak ingin
> manusia hanya memahami kergaman itu sebagai given saja, manusia
> dituntut berperan aktif memahami dan merawat keragaman tersebut.
> Menyingkap rahasia dan aturan dari keharmonisan keragaman itu. Maka,
> tidak sedikit ayat-ayat Al-Quran yang menceritakan keragaman 
tersebut
> ditutup dengan "bukti-bukti bagi orang yang menggunakan pikirannya"
> (la'âyâtin liqawmin yatafakkarûn); "orang yang mengetahui" (lil
> `âlimîn), "orang yang menggunakan akalnya" (ya'qilûn). Nah, pihak 
yang
> berhenti pada penerimaan terhadap keragaman (pluralitas) semata
> merupakan orang yang malas menggunakan akal pikirannya untuk 
menangkap
> pesan dan keharmonisan keragaman itu.
> 
> Demikian juga dalam hal keragaman agama. Al-Quran memberi hak untuk
> beriman dan hak untuk tidak beriman alias kafir. Iman dan kafir
> kehendak Allah jua. Iman dan kafir adalah manifestasi dari keragaman
> itu sendiri. Dan pihak yang berhak menentukan keimanan dan kekafiran
> seseorang, juga Allah. Jika ada seseorang ataupun kelompok yang 
merasa
> terpanggil untuk membagi keimanan, maka tidak boleh melalui jalan
> paksaan. Jika ada pihak yang menginginkan semua manusia beriman 
dalam
> satu agama, dengan cara memaksa telah melampui wewenangnya. Wilayah
> tersebut merupakan wewenang Allah. Dalam surat Yunus ayat 99
> ditegaskan: Jika Tuhanmu berkenan, tentulah mereka semua beriman,
> mereka yang ada di bumi seluruhnya. Apakah kau hendak memaksa 
manusia
> sampai beriman (semua)? Sedangkan iman dan tidaknya seseorang
> merupakan wewenang Allah, dilanjutkan pada ayat sesudahnya: Tiada
> seseorang akan beriman, kecuali dengan seizin Allah. Dan (Allah)
> menimpakan hukuman kepada orang yang tiada menggunakan pikiran. 
Dalam
> ayat lain juga disebutkan: "maka siapun yang hendak beriman, maka
> berimanlah, dan barang siapa yang hendak kafir, maka kafirlah" 
(faman
> syâ'a fal yu'min wa man syâ'a fal yakfur).
> 
> Dalam konteks ini menurut Abd Aziz Sachedina (2003), pluralisme 
agama
> menghantarkan pada dua makna: keimanan merupakan privasi:
> nonintervensionis. Tidak seorangpun manusia memiliki hak untuk
> memasuki wilayah tersebut karena bukan wewenangnya. Makna kedua
> adalah: koeksistensi: kebebasan beragama untuk mempertahankan
> kedamaian. Pemaksaan terhadap agama akan mencabik-cabik keharmonisan
> tersebut.
> 
> Kedua, Al-Quran mengakui daya penyelamat agama-agama. Tidak hanya
> Islam sebagai jalan keselamatan, namun diakui juga pluralitas
> keselamatan agama-agama lain. Dalam surat Al-Baqarah ayat 62
> disebutkan terdapat ada empat: Islam, Yahudi, Kristen, dan Sabi'in.
> Mayoritas ahli tafsir mengartikan Sabi'in sebagai kaum penyembah
> bintang. Tentu saja bintang sekadar simbol yang merujuk pada Tuhan
> sebagai puncaibadah. Malah, Ibn Jarir al-Thabarî dalam tafsirnya,
> Jâmi' al-Bayân mengutip sebuah pendapat: Sabi'in adalah orang yang
> berpindah-pindah agama: mencari Kebenaran. Jika penyembah bintang 
saja
> diberi jaminan keselamatan, maka, agama-agama lain yang memiliki
> keimanan terhadap Tuhan lebih berhak mendapat jaminan keselamatan
> tersebut. Ayat 62 itu berbunyi: Sungguh, mereka yang beriman 
(muslim),
> dan mereka penganut agama Yahudi, Orang Nasrani dan orang Sabiin,
> siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta
> melakukan kebaikan, bagi mereka ada pahala pada Tuhannya, tiada 
mereka
> perlu dikuatirkan dan tidak mereka berdukacita. Prinsip pluralitas
> jalan keselalamatan itu dipertegas kembali dengan narasi yang hampir
> sama dalam surat Al-Ma'idah ayat 69.
> 
> Ketiga, bukti keimanan kepada ajaran Nabi Muhammad (Islam) memiliki
> konsekuensi beriman kepada ajaran nabi-nabi sebelumnya. Nabi 
Muhammad
> memberi tamsil yang apik, beliau hanya melengkapi sebuah bata pada
> bangunan yang telah tersusun rapi dengan bata-bata sebelumnya. Islam
> adalah "satu bongkah bata" yang melengkapi kesempurnaan sebuah
> bangunan dengan agama-agama lain sebagai "bata-bata" sebelumnya. 
Dalam
> surat Al-Baqarah ayat 285 disebutkan: Rasul (Muhammad) beriman 
kepada
> apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, (demikian pula) orang
> yang beriman (muslim), masing-masing mereka beriman kepada Allah,
> Malaikat-malaikat, Kitab-kitab dan Rasul-rasulnya. "Kami tiada
> membedakan Rasul-rasul-Nya, yang satu dari yang lain" (kata mereka).
> Dan mereka berkata (pula), "Kami mendengar dan kami taat, berilah 
kami
> ampun, Tuhan kami, kepadamulah kami kembali." Ayat di atas merupakan
> ayat terang benderang yang menerangkan konsekuensi keimanan terhadap
> nabi-nabi, dan kitab-kitab sebelum Al-Quran dan Nabi Muhammad. Oleh
> karena itu, sikap diskriminatif terhadap rasul-rasul Allah—sekaligus
> kitab-kitab mereka—dilarang.
> 
> Keempat, pengakuan konstitusional dan legislasi kitab-kitab sebelum
> Al-Quran. Dalam hal ini, Al-Quran bukan "penghapus" dan "pembatal",
> tapi sebagai "penguat" (mushaddiq) dan "penjaga" (muhaymin) terhadap
> kitab-kitab sebelum Al-Quran (Al-Ma'idah [5]: 48). Al-Quran 
menegaskan
> Taurat sebagai "petunjuk" dan "cahaya" (hudan wa nûr) yang terdapat
> "hukum Allah" (fîhâ hukm Allâh). Demikian juga Al-Quran menegaskan
> Injil sebagai "petunjuk" dan "cahaya" (hudan wa nûr) dan "penguat"
> (mushaddiq) terhadap ajaran Taurat. (Al-Ma'idah: 43, 44, 46).
> 
> Maka dari itu, Al-Quran mengakui hukum-hukum yang terdapat dalam
> Taurat dan Injil, bahkan diperintahkan untuk mempraktekkannya. Tiga
> penggalan ayat yang sering digunakan oleh kelompok fundamentalisme
> Islam: "barang siapa yang tiada memutuskan perkara menurut apa yang
> diturunkan Allah": maka merekalah orang kafir (5: 44); orang yang
> zalim (5: 45); dan orang yang fasik (5: 47) untuk mendukung hukum 
yang
> mereka klaim sebagai "hukum Tuhan" dan mengharamkan "hukum manusia"
> pada dasarnya tiga ayat tersebut sebagai kecaman keras bagi yang 
tidak
> mempraktekkan hukum Taurat dan Injil!
> 
> Allah menolak sikap kaum Yahudi ketika mendatangi Nabi Muhammad 
untuk
> memutuskan perkara mereka dengan hukum yang berasal dari Al-Quran.
> Dalam surat al-Ma'idah ayat 43 disebutkan: tapi bagaimana mereka 
(kaum
> Yahudi) meminta keputusan kepadamu (Muhammad), sedangkan mereka
> mempunyai Taurat, yang di dalamnya ada hukum Allah? Dalam ayat 35
> sesudahnya, hukum qishâsh (balasan setimpal: nyawa dengan nyawa, 
mata
> dengan mata dst) yang dikenal sebagai sanksi pidana dalam fikih 
klasik
> berasal dari hukum Taurat.
> 
> Sedangkan kaum Kristen juga diperintahkan untuk mempraktekkan hukum
> Injil. Dalam ayat 47 disebutkan: Hendaklah orang yang berpegang 
kepada
> Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di 
dalamnya..
> 
> Inilah empat cara Al-Quran merayakan pluralisme agama. Tidak sekedar
> mengakui pluralitas agama tersebut, namun juga ada
> konsekuensi-konsekuensi yang berhubungan dengan kesempurnaan 
keimanan
> seorang muslim. Jika Anda seorang muslim, maka secara otomatis dan
> konsekuensinya adalah: beriman pada rasul-rasul dan kitab-kitab
> sebelum Nabi Muhammad, Saw. Wallahu A'lam
> 
> (Mohamad Guntur Romli)
>






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke