Yah, masalahnya bukan teori per se, tapi teori di
lapangan...yaitu 'teori mlulu'.
Yang kita diskusikan di milis WM, misalnya - bukanlah 'teori mlulu'.
Dalam konteks proporsional ini penjabaran pemikiran kita adalah
suatu action. Bagaimana solusi yang ditawarkan untuk RUU-APP
misalnya, adala
Iya betul, 30% menunjukkan persentase agregat yang minimum. Itulah
yang saya tekankan, 30% minimum. Kalau bisa 50% kan lebih baik lagi
dong.
Yang terjadi di lapangan itu begini. Mulanya nggak ditekankan berapa
persen, hanya keterwakilan perempuan. Dan nyatanya yang dimasukkan
cuma satu oran
Mbak Mia,
Emang mas Wida bener juga sih, kenapa 30%? kenapa gak 50% :-) wajar
toh, populasi perempuan rata2 lebih dari setengah jumlah populasi
suatu negara secara keseluruhan? huehehehe
Dan utk 'partisipasi', saya sepakat, derajat partisipasi itu sendiri
ada berbagai macam. Ada beberapa m
Wah mas wida,
Kalau saya sih, pertama, justru mempertanyakan soal "nilai-nilainya".
Nilai2 yg seperti apa dan apa reasoning di balik nilai2 itu. Kedua,
kenapa perempuan? Karena biasanya, ketika ada yg bicara "nilai2",
biasanya cuma fokus ke nilai2 yg dipaksakan pada perempuan. Ketiga,
ketika k
i-laki.
>
> Salam,
>
>
>
>
> "Mia" <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> 05/15/2006 01:37 PM
> Please respond to
> wanita-muslimah@yahoogroups.com
>
>
> To
> wanita-muslimah@yahoogroups.com
> cc
&
pada laki-laki.
Salam,
"Mia" <[EMAIL PROTECTED]>
Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
05/15/2006 01:37 PM
Please respond to
wanita-muslimah@yahoogroups.com
To
wanita-muslimah@yahoogroups.com
cc
Subject
[wanita-muslimah] Re: affirmative action di lapangan
Jangan dip
Jangan dipotong konteksnya dong, Pak Wida.
Usulan affirmative action itu idealnya datang dari orang-orang
seperti Pak Wida, berdasarkan pemikiran sbb: adalah kondisi yang
nggak adil kalau fasilitas publik diputuskan oleh 100% laki-laki,
harus ada at least 50% perempuan terwakili, misalnya.
S