BASMALAH HAMDALAH SHALAWAT SALAM SYARI'AT ISLAM, KEBEBASAN DAN NASIONALISME(*) oleh H.Muh.Nur Abdurrahman(**)
Syari'at Islam Adapun Syari'at Islam mencakup: 'aqidah, hukum-hukum Syari'ah dan akhlaq. 'Aqidah tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 1 s/d 4, hukum-hukum Syari'ah tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 5, dan akhlaq tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 6 s/d 7. Syari'at Islam meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan nafsi-nafsi (individu), maupun kehidupan kolektif (publik) dengan substansi yang bervariasi seperti keimanan, ibadah mahdhah (ritual), karakter perorangan, akhlaq individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah mu'amalaat (non-ritual) seperti: hubungan keluarga, kehidupan sosial politik ekonomi, administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban warga-negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang teridiri atas komponen-komponen: substansi aturan-aturan perdata-pidana, damai-perang, nasional-internasional, pranata subsistem peradilan dan apresiasi hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq. Syari'at Islam itu di samping mementingkan isi (substansi) juga mementingkan kulit (institusi, struktural), karena Syariat Islam itu seperti dijelaskan di atas tidak hanya mengurusi persoalan individu tapi juga persoalan publik. Maka nilai-nilai islam supaya mendapat dorongan yang kuat perlu diback-up oleh institusi yang legitimate. Simaklah ayat yang berikut: -- waltakum mingkum ummatuy yad'uwna ilal khayri waya'muruwna bilma'ruwfi wayanhawna 'anil mungkari waula-ika humul muflihu-n (s. ali 'Imra-n 3:104), artinya: -- Wajiblah ada di antara kamu kelompok yang menghimbau kepada nilai-nilai kebajikan dan memerintahkan berbuat baik, mencegah kemungkaran, serta mereka itulah orang-orang yang menang. Waltakun, di dalamnya ada lam al amar, lam yang menyatakan perintah, jadi Allah memerintahkan mesti ada tiga kelompok, yaitu -- pertama, organisasi yang menghimbau, seperti MUI, FUI, Muhammadiyah, NU, IMMIM, KPPSI, HT, MMI dll. Organisas-organisasi keagamaan ini berda'wah secara kultural menanamkan nilai-nilai Al Furqan dalam masyarakat. -- kedua, organisasi yang memerintahkan, yang beroperasi di bidang da'wah politik / struktural, yaitu birokrasi yang memerintah dengan peraturan perundang-undangan yang ditimba dari Nilai Mutlak Al Furqan. -- ketiga, organisasi yang mencegah, yaitu pranata hukum yang mencegah kejahatan. Dalam mekanisme kenegaraan di Indonesia adalah polisi, jaksa dan hakim. Maka Syari'at Islam tidak boleh dipaksakan dalam konteks kaki yang pertama, yaitu Syari'at Islam ditanamkan dalam nuansa sejuk ke dalam masyarakat secara kultural oleh mekanisme organisasi Da'wah. Namun apabila nilai-nilai Syari'ah telah ditimba dan diwujudkan dalam Peraturan Perundang-undangan, maka dalam konteks kaki yang kedua dan kaki yang ketiga oleh mekanisme birokrasi dan pranata hukum, dipaksakanlah Syari'ah itu berupa "law enforcement". Syari'at Islam dalam Piagam Jakarta Piagam Jakarta sesungguhnya dibuat untuk dijadikan Muqaddimah UUD kelak, yang juga sekaligus dipersiapkan untuk dibacakan dalam maklumat (proklamasi) kemerdekaan Indonesia. Itulah sebabnya maka Piagam Jakarta hampir identik dengan Pembukaan UUD-1945, yang perbedaannya hanya terletak dalam dua hal seperti yang akan dijelaskan di bawah. Disebut dengan Piagam Jakarta, karena Muqaddimah UUD yang akan dibacakan dalam maklumat kemerdekaan Indonesia, adalah sebuah piagam yang dibuat di Jakarta pada 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan yang terdiri dari sembilan orang, yaitu: Ir Soekarno sebagai ketua merangkap anggota, Drs.Moh Hatta, Mr AA Maramis, KH Wahid Hasyim, Abd.Kahar Moedzakkir, Abikoesno Tjokrosoejoso, H.Agoes Salim, Mr Ahmad Soebardjo, Mr Moh.Yamin. Sebenarnya ke-7 kata itu dalam alinea ke-4 dari Piagam Jakarta itu adalah hasil kompromi. Pada mulanya diusulkan: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari'at Islam, dengan pengertian secara implisit hanya diperlakukan bagi orang-orang Islam. Sidang Panitia Sembilan dapat menerima usulan itu dengan perbaikan. Yaitu harus ditegaskan secara eksplisit: bagi pemeluk-pemeluknya. Sebab dikuatirkan tanpa penambahan ketiga kata itu akan dapat membuahkan dua implikasi, yaitu pertama, dapat ditafsirkan salah sehingga orang-orang non-Islam tentu merasa was-was, dan kedua lembaga-lembaga milik negara juga harus menurut Syari'at Islam. Piagam Jakarta yang dipersiapkan untuk dibacakan dalam maklumat kemerdekaan Indonesia urung dilaksanakan, karena sejarah berkata lain. Bung Karno dan Bung Hatta pada 15 Agustus 1945 larut malam diciduk oleh pemuda Murba yang Marxist Trotzkist ke Rengas Dengklok dan di sana didesak untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Atas jaminan Mr Ahmad Soebardjo kedua pemimpin itu dikembalikan ke Jakarta pada malam 16 Agustus 1945 dengan janji akan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada pagi-pagi keesokan harinya 17 Agustus 1945. Karena naskah Piagam Jakarta tidak ditemukan malam itu, berhubung keberangkatan yang tergesa-gesa karena diciduk pada larut malam 15 Agustus itu, maka dibuatlah teks proklamasi berdasarkan ingatan alinea ketiga Piagam Jakarta. Sehingga diambillah bagian kalimat terakhir dari alinea ketiga Piagam Jakarta: rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kata "rakyat Indonesia" diganti dengan "kami bangsa Indonesia". Inilah yang dijadikan bagian pertama dari teks proklamasi. Bung Hatta kemudian mengusulkan tambahan untuk menegaskan status hukum peralihan kekuasaan dan itulah yang menjadi bagian kedua dari teks proklamasi: Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Teks itulah yang dibacakan pada 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi. Karena bukan Piagam Jakarta yang dibaca secara keseluruhan pada waktu proklamasi kemerdekaan, akibatnya ialah Republik Indonesia diproklamasikan tanpa Muaddimah Undang-Undang Dasar, sehingga terjadi kevakuman UUD selama satu hari. Pada 18 Agusutus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dibahaslah Piagam Jakarta yang dipersiapkan untuk menjadi Muqaddimah Undang-Undang Dasar itu. Seperti diketahui pada 17 Agustus 1945 petang hari seorang Kaigun datang menyampaikan kepada Bung Hatta, bahwa bagian timur Indonesia tidak ikut membela RI yang baru diproklamasikan itu jika ke-7 kata dalam alinea ke-4 itu tidak dicoret. Maka dicoretlah ke-7 kata itu dalam sidang PPKI tersebut dan diganti dengan 3 kata: Yang Maha Esa, maka Piagam Jakarta itu disahkanlah sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan dua perubahan: Muqaddimah diganti dengan Pembukaan dan Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syari'at Islam bagi Pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Personel Kaigun ini perlu pembahasan. Pada waktu pendudukan Jepang di Kawasan Timur Indonesia diduduki oleh Kaigun, yaitu pasukan Angkatan Laut, sedangkan Jawa-Sumatera diduduki oleh Rikugun, yaitu pasukan Angkatan Darat Jepang. Tentera Jepang tidak mempunyai khusus Angkatan Udara, jadi masing-masing angkatan itu mempunyai pasukan udara masing-masing. Bahwa kemerdekaan Indonesia akan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 barulah diketahui oleh kelompok kecil yang ada di Rengas Dengklok pada 16 Agustus 1945 malam hari. Jadi kemerdekaan Indonesia baru diketahui merata di seluruh Indonesia, ialah pada 17 Agustus 1945 itulah. Dan pada 17 Agustus 1945 petang hari itu juga sudah ada Kaigun di Jakarta yang membawa aspirasi mencoret 7 kata dari kawasan Indonesia bagian timur. Proses mengumpulkan aspirasi pada 17 Agustus 1945 di kawasan yang begitu luas, yang pada waktu itu alat komunikasi dan transportasi tidak secanggih sekarang dan cepatnya anggota Kaigun itu tiba di Jakarta pada 17 Agustus 1945 petang hari. Ini yang perlu dipertanyakan, sebab ada kemungkinan personel Kaigun itu adalah Kaigun gadungan dan aspirasi yang disampaikannya hasil rekayasa politik. Pekerjaan rumah bagi para peneliti sejarah! Pencoretan Syari'at Islam dibayar dengan harga mahal. Ummat Islam yang "sadar politik" dengan ideologi Islam yang "beraliran keras" mengadakan perlawanan bersenjata. Itulah latar belakang timbulnya Darul Islam dengan angkatan perangnya, Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Perlawanan DI/TII itu berlangsung bertahun-tahun. Di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang dilanjutkan oleh Tengku Hasan di Tiro, di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar dan di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Abdul Qahhar Mudzakkar. Di Aceh perlawanan itu berlanjut dengan baju baru yaitu Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang dipimpin dari Swedia oleh Tengku Hasan di Tiro. AlhamduliLlah masalah GAM sudah selesai hasil upaya tiga orang Bugis: Yusuf Kalla, Hamid Awaluddin dan Farid Wajdi Husain. Apakah Rakyat Sudah Bebas? Dalam risalah yang berjudul Mencapai Indonesia Merdeka (1933) Bung Karno menulis bahwa dalam Indonesia yang merdeka nanti, Indonesia bukan saja merdeka dalam bidang politik, tetapi juga merdeka dalam bidang ekonomi, dan lain-lain. Jangan sampai secara politik kita sudah lepas dari penjajahan Belanda, tetapi dalam bidang ekonomi, kita masih dijajah, baik oleh bangsa asing, tetapi juga dijajah oleh bangsa sendiri. Kekhawatiran Bung Karno menjadi nyata, bukan saja sekarang tetapi sejak Orde Baru berkuasa. Padahal, pada 1967, ketika mulai berkuasa, Presiden Soeharto mencanangkan tekad untuk melaksanakan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Tetapi, kenyataan di lapangan lain. Kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan air serta di atas bumi juga dikuasai kapitalis asing maupun kapitalis domestik. Lihat saja Freeport Indonesia di Papua, New Mont di Minahasa maupun di NTB. Minyak dan gas bumi pun sudah dimasuki Tiongkok meski dikemas dalam bentuk kontrak karya. Tetapi, posisi Indonesia tidak dominan. Dalam menyambut HUT Ke-61 Kemerdekaan RI, patut direnungkan apakah rakyat sudah merdeka, bebas dari penindasan dan penderitaan? Kebebasan bangsa ini memang mengalami pasang surut. Dulu Bung Karno bersama rakyatnya berhasil membebaskan bangsa ini dari kolonialisme. Tetapi, ia belum mampu membebaskan diri dari belitan keterbelakangan ekonomi bangsa ini dibandingkan dengan bangsa lain. Ia hanya mampu menggerakkan bangsa dalam gelora revolusi. Tapi kecemasan melanda sebagian rakyat, ketika komunis dibiarkan menterror kelompok lain dengan gerakan politiknya. Lalu, Soeharto berhasil membebaskan bangsa ini dari terror komunisme, juga kelihatannya seperti berhasil memerangi keterbelakangan ekonomi. Citra sebagai negeri yang berdaulat kelihatannya sempat terangkat lewat gerakan yang menjadikan ekonomi sebagai panglima dengan strategi pembangunan akselerasi modernisasi. Ketika itu tak pelak negeri ini dilirik banyak pihak sebagai ladang investasi. Dikatakan kelihatannya, oleh karena dalam keadaan sesungguhnya Konseptor strategi pembangunan akselerasi modernisasi ini adalah CSIS, yang diotaki oleh para pakar madzhab Berkeley. Strategi akselerasi modernisasi ini ialah mempercepat (acceleration) petumbuhan ekonomi yang diukur dalam gross national product (GNP), memunculkan para taipan, konglomerat yang dekat istana (baca: nepotisme), yang disusul oleh anak cucu Presiden Suharto. Para taipan yang konglomerat ini bersama-sama dengan anak cucu Presiden Suharto memberikan imbas pada birokrat yang menumbuh suburkan kolusi dan korupsi. Demikianlah madzhab Berkeley ini yang tidak menghiraukan kebijakan yang populis dalam strategi pembangunan, yang bersinergi dengan gerakan "sikap kebulatan tekad" di bidang politik menjelang pemilihan presiden, itulah sesungguhnya yang bertanggung-jawab secara moral dan intelektual tumbuhnya penyakit KKN dalam era Suharto. Penyakit kronis KKN ini berlanjut hingga sekarang ini, yang sangat sulit untuk ditanggulangi. Nasionalisme Islam itu tidak mengenal konsep nation state (negara bangsa) berikut batas-batas teritorialnya yang mengikat semua penduduk di wilayahnya. Umat islam itu diikat dalam ikatan kesamaan aqidah di manapun ia berada tanpa batas wilayah/teritorial (internasionalisme). Sayang sekali, faktanya ukhuwah islamiyah kita amat parah di mana-mana. Karena itu biarlah umat islam berperan serta di mana saja dan kapan saja dalam bingkai negara apapun termasuk NKRI bersama umat lain, toh aspirasi mengaktualkan Syari'at islam sepenuhnya dijamin konstitusi. Kalau begitu apa yang dapat dijadikan perekat Nasionalisme. Apakah Patriotisme dapat dijadikan perekat? Patrotisme tumbuh di tengah-tengah masyarakat, tatkala manusia hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan menetap di situ. Ketika itu, naluri ingin mempertahankan diri sangat berpengaruh dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat di mana mereka hidup dan bergantung. Ikatan atau perekat ini bersifat emosional. Ikatan seperti ini hanya muncul ketika ada ancaman dari pihak asing yang hendak menyerang atau menakluki sesuatu negeri. Akan tetapi jika pihak asing dapat dikalahkan dan diusir dari negeri itu, lumpuhlah kekuatan perekat ini. Jadi perekat ini hanya efektif tatkala revolusi mempertahankan kemerdekaan. Karena patrotisme sudah tidak dapat lagi diandalkan sebagai perekat Nasionalisme berhubung revolusi mempertahankan kemerdekaan telah berlalu, maka yang tinggal yang dapat diharapkan adalah Keadilan sama ada keadilan politik maupun keadilan ekonomi/kesejahteraan. Perekat ini perlu dikelola dengan baik. WaLlahu a'lamu bisshawab. *** Makassar 2 Sya'ban 1427 / 26 Agustus 2006 ------------------------------------------ (*) Makalah yang disajikan dalam Seminar Refleksi 61 Tahun Kemerdekaan yang diselenggarakan oleh DPD ! Hizbut Tahrir Indonesia- Sulawesi Selatan (**) Anggota Majelis Pengkajian MUI Sulawesi Selatan __________________________________________________ Apakah Anda Yahoo!? Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam http://id.mail.yahoo.com ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/