--- Ivan Wibowo <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Bung Sato Yth, > Mohon informasi mengenai komisi penasehat yg Bung > sebut itu. Juga laporannya dll. Aku ingin sekali > mempelajari lebih jauh. > Nama Bung saya dapat dari Mediacare - milis di > Indonesia > > Hormat saya, > Ivan Wibowo
Saya tidak tahu darimana Bung Radityo Djadjoeri mengutip tulisan saya. Kemungkinan besar dari milis Wanita-Muslimah sebab saya tahu beliau juga anggota milis itu. (Dan saya tidak tahu sudah sampai kemana saja cerpen khayal saya yang termasyhur dijapri berantai oleh banyak orang hehehehe.) Mengenai komisi yang dimaksud, nama resminya adalah the Presidential Commission on Obscenity and Pornography yang dibentuk di masa Presiden Lyndon Johnson, dan laporannya dikeluarkan di masa Presiden Richard Nixon. Berikut saya kutipkan dari sumber saya yang sudah saya edit karena terlalu panjang: Presidential Commission on Obscenity and Pornography In 1968, the U.S. Supreme Court ruled in Stanley v. Georgia that people could read and look at whatever they wished in the privacy of their own homes. The deeply concerned U.S. Congress, in hope of finding another approach to controlling what many considered to be a threat to traditional American values, authorized $2 million to fund a Presidential commission to study pornography in the United States and recommend what Congress should do about it. Of the original 18 members of the commission appointed by President Johnson, all served to the end of the commission's existence except Judge Kenneth Keating (no relation to his replacement, Charles H. Keating, Jr.), who was appointed Ambassador to India by President Nixon. In the final report, the Commission made the following non-legislative recommendations: (1) A massive sex education campaign should be initiated, encompassing biological, social, psychological and religious information; (2) There should be continued open discussion, based on facts, of issues relating to obscenity and pornography; (3) Additional factual information should be developed through long-term research; (4) Citizens should organize at local, regional, and national levels to aid the implementation of these recommendations (PCOP 47-49). The Commission's legislative recommendations were divided into statutes relating to adults, and statutes relating to young persons. In general, with regard to adults, the Commission recommended that legislation "should not seek to interfere with the right of adults who wish to do so to read, obtain, or view explicit sexual materials." Regarding the view that these materials should be restricted for adults in order to protect young people from exposure to them, the Commission found that it is "inappropriate to adjust the level of adult communication to that considered suitable for children." The Supreme Court supported this view. The Commission recommended legislative action prohibiting the sale of sexual materials to young persons, and to protect any person from unwanted exposure to sexual materials either through the mails or through open public display (PCOP 51-64). The Commission's 650-page report was the result of a study covering definitions, effects, extent, existing, and proposed legislation for the control of pornography and obscenity. Its members included leading judges, educators, scientists, attorneys, psychiatrists, and clergymen. Declaring it "exceedingly unwise to attempt to legislate individual moral values and standards", the recommendations were based on detailed findings that sexually-explicit materials do not cause crime, juvenile delinquency, anti-social acts, character disorder, sexual or non-sexual deviation. Established patterns of sexual behavior were not found to be substantially altered by exposure to eroticism, though pre-existing patterns may be temporarily activated: another way of saying that one does not become a sado- masochist, a homosexual, or a rapist by looking or by reading. Substantial numbers of married couples reported better and more agreeable marital communication, increased feelings of love and closeness, increased willingness to discuss sexual matters and to ex- periment, and greater tolerance towards other peoples' sex activities. Most importantly, no link whatsoever was found with sex crimes. In fact, sex offenders were found to have had less adolescent exposure to erotica than other adults, less sexual experience, and a more repressive and sexually deprived environment. The conclusions of the Commission were very specific: a. The Commission recommends that federal, state and local legislation prohibiting the sale, exhibition and distribution of sexual materials to consenting adults be repealed. b. Governmental regulation of moral choice can deprive the individual of the responsibility for personal decision which is essential to the formation of genuine moral standards. Such regulations would also tend to establish an official moral orthodoxy, contrary to our most fundamental constitutional traditions. c. Though there is no definite evidence, the Commission favors, due to insufficient research, that children not be exposed to pictorial eroticism (except by parents), this to be reconsidered every six years due to changing standards. d. The Commission does not believe that sufficient social justification exists for the retention or enactment of broad legislation prohibiting the consensual distribution of sexual materials to adults. With the release of the Commission's report, the political firestorm intensified. Vice President Agnew associated the commission with the Johnson administration, and said, "As long as Richard Nixon is President, Main Street is not going to turn into smut alley". President Nixon is quoted as saying, "So long as I am in the White House, there will be no relaxation of the national effort to control and eliminate smut from our national life". President Nixon's only appointment to the commission, Charles H. Keating Jr., asserting that he was the only "ordinary citizen" on the commission, said that the report points up the "'root cause of the trouble' on American campuses-namely, permissive professors". Keating accused members of the Commission who supported the report of doing so out of economic self-interest. > Patut juga dikemukakan bahwa pada tahun 1970 sebuah > komisi penasehat yang dibentuk US Congress, setelah > melakukan penelitian, mengeluarkan laporan yang > menyimpulkan bahwa tidak ada bukti pornografi > mengakibatkan peningkatan sikap atau perilaku > anti-sosial. Sebab itu komisi tersebut menganjurkan > pencabutan semua undang-undang menyangkut bacaan > porno dsb-nya, kecuali dalam beberapa hal, misalnya > yang berkenaan dengan larangan menjual kepada anak- > anak. > Karena tidak ada alasan pemerintah mencampuri > kebebasan penuh orang dewasa untuk membaca, > memiliki, atau melihat apapun yang ingin mereka > baca atau lihat. > Rekomendasi komisi itu ditolak oleh presiden Nixon > dan Senat. > ----- Original Message ----- > From: radityo djadjoeri > To: wartawangaul ; wartawanindonesia ; wolu ; berita > ; bizzcomm-milis ; fpk > Cc: mediacare ; mudawijaya ; wartawan ; > communicationsindonesia ; jatim_mania > Sent: Sunday, January 16, 2005 8:01 AM > Subject: [mediacare] Pornografi di AS > > PORNOGRAFI > Oleh: Sato Sakaki > email: [EMAIL PROTECTED] > > Tanya: > Bung Sato, menurut pengamatan anda bagaimana > kriteria pornografi oleh masyarakat USA, mengingat > banyaknya media cetak, elektronika dan film yang > menggelar gambar-gambar yang seronok dan bebas > diperjualbelikan untuk umum di Amerika Serikat? > > Jawab: > Baiklah saya jawab, anda keliru kalau mengira bahan > bacaan, video atau film porno beredar dan > diperjualbelikan dengan bebas di Amerika Serikat. > > Majalah seperti Playboy dan Penthouse misalnya, > tidak akan anda peroleh di sembarang tempat di > Amerika. Ada saja ketetapan atau peraturan lokal > yang melarang atau membatasi peredarannya. Di > wilayah Northern Virginia, di pinggiran kota > Washington misalnya, majalah seperti itu tidak > boleh dipajang di > etalase. Di toko-toko buku atau kios, kedua majalah > itu dan majalah sejenisnya dibungkus rapi dengan > plastik dan dijepit sehingga tidak bisa > dibalik-balik halamannya sebelum dibeli. Majalah > yang dikirim ke langganan juga dibungkus rapat > sehingga gambar sampulnya tidak terlihat. Peraturan > yang berlaku umum adalah larangan menjual produk > pornografi kepada anak di bawah umur. Batas umur > ini di hampir semua negara bagian adalah 18 tahun. > Begitupun dalam hal rekaman video. Rata-rata > pengecer yang menjual atau menyewakan kaset video > atau VCD menghindari video porno. Sejumlah kecil > yang menyediakan menempatkannya > di ruang khusus dengan peringatan keras yang > berbunyi: Dilarang bagi yang berumur di bawah 18 > tahun. Di kota-kota besar seperti New York, Los > Angeles, San Francisco, Seattle dan juga ibukota > Washington terdapat sejumlah bioskop yang khusus > memutar film biru. Tetapi di loket penjualan karcis > senantiasa tercantum peringatan: Undang-undang kota > melarang masuk yang berusia di bawah 18 tahun. Dan > kasir yang menjual karcis akan menanyakan kartu > identitas orang yang diragukan umurnya. > > Masalah sampai sejauh mana produk pornography dapat > diterima memang menjadi isu yang dipertentangkan > dalam masyarakat Amerika. Ada saja perkara gugatan > menyangkut pornografi diajukan ke pengadilan dan > diteruskan sampai ke Mahkamah Agung (US Supreme > Court). > > Usaha melarang penjualan majalah yang dianggap porno > misalnya ditentang para penerbitnya dan dicela > banyak kalangan di Amerika. Kata mereka, usaha kaum > fanatik untuk melarang atau membatasi peredaran > sesuatu penerbitan sama dengan usaha penyensoran > yang > dipraktekkan di negara-negara komunis dan totaliter > atas apa yang boleh ditulis dan dibaca orang. > Golongan penentang ini bahkan menuntut agar segala > peraturan atau ketetapan yang membatasi peredaran > majalah porno dsb-nya dicabut, karena bertentangan > dengan amandemen pertama undang-undang dasar yang > menjamin kebebasan > mengemukakan pendapat dan kebebasan ber-ekspresi. > Patut juga dikemukakan bahwa pada tahun 1970 sebuah > komisi penasehat yang dibentuk US Congress, setelah > melakukan penelitian, mengeluarkan laporan yang > menyimpulkan bahwa tidak ada bukti pornografi > mengakibatkan peningkatan sikap atau perilaku > anti-sosial. Sebab itu komisi tersebut menganjurkan > pencabutan semua undang-undang menyangkut bacaan > porno dsb-nya, kecuali dalam beberapa hal, misalnya > yang berkenaan dengan larangan menjual kepada anak- > anak. > Karena tidak ada alasan pemerintah mencampuri > kebebasan penuh orang dewasa untuk membaca, > memiliki, atau melihat apapun yang ingin mereka > baca atau lihat. > Rekomendasi komisi itu ditolak oleh presiden Nixon > dan Senat. > > Tetapi seperti anda tanyakan, yang juga sangat > penting tentu saja adalah kriteria atau definisi > pornografi itu sendiri. Apa patokan dalam > menetapkan bahwa sebuah majalah, buku, gambar atau > film, porno atau tidak. > Pada tahun 1966, dalam tinjauan atas perkara > menyangkut sebuah novel berjudul "Fanny Hill", > Mahkamah Agung menyatakan bahwa "sebuah karya baru > dapat dikatakan porno jika karya tersebut sama > sekali tidak mengandung nilai sosial." Ini merupakan > kemenangan bagi penerbit novel tersebut. Namun tahun > 1973, dalam meninjau perkara "Miller lawan > negarabagian Kalifornia", the US Supreme Court > membuat definisi baru dengan menyatakan bahwa > "sebuah karya dapat dikatakan porno jika > menggambarkan > perilaku seksual dalam cara yang nyata-nyata tidak > sopan, dan yang secara keseluruhan, tidak memiliki > nilai artistik, kesusastraan, politik dan keilmuan > yang serius." > > Jadi kriteria mengenai porno dan tidak porno itu > bisa berubah sesuai dengan perubahan pandangan > masyarakat. > Dan saya menilai masyarakat Amerika sekarang ini > cenderung lebih konservatif dibanding sepuluh tahun > yang lalu. Jadi tidak mengherankan jika para > penerbit majalah Playboy atau Penthouse atau > produser vcd porno > sering menyelipkan pesan kepada langganan mereka > agar terus memberikan dukungan bagi kelangsungan > kebebasan berekspressi dengan hati-hati memilih > wakil rakyat yang akan menduduki badan-badan > legislatif lokal, tingkat negara bagian dan > nasional. > > Sato Sakaki, > Los Angeles, California > (artikel ini saya tulis beberapa tahun yang lalu > untuk satu media) > > Ungkapkan opini Anda di: > http://mediacare.blogspot.com __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/