http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-774%7CX
Jumat, 16 Februari 2007 Sejarah Panjang Perdagangan Perempuan di Nusantara Jurnalis Kontributor: Latifah Jurnalperempuan.com-Yogyakarta. Perdagangan perempuan mempunyai sejarah yang panjang di bumi Nusantara ini, setidaknya dapat dilacak hingga kurun waktu tahun 1786. Pada masa itu, perempuan sudah menjadi komoditas yang menarik karena mempunyai harga jual yang lebih tinggi daripada laki-laki untuk keperluan domestik, pelacuran, atau dijadikan istri. Perempuan dijual seharga 60 dollar Spanyol, sedangkan laki-laki hanya 40 dollar Spanyol. Hal ini terkuak dalam penelitian yang dilakukan oleh Anatona Gulo, Dosen Universitas Andalas, Padang. Dari rekontruksi yang dilakukannya mengenai perbudakan dan perdagangan budak di kawasan Selat Malaka selama kurun waktu tahun 1786-1880-an, Anatona menghasilkan sebuah karya historiografi yang memuat wacana budak, perbudakan, dan perdagangan budak dalam konteks local dan regional Asia Tenggara. Anatona memaparkan hasil penelitiannya tersebut dalam acara pengukuhan doktoralnya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada Senin (12/2). Berdasarkan penelitian Anatona tampak bahwa pada 1786-1820-an praktik perdagangan budak dan perbudakan di kawasan Selat malaka berjalan legal dengan melibatkan berbagai kelas sosial, etnis, dan golongan. Namun, pada kurun waktu 1820-1870 muncul kesadaran untuk menentang praktik perbudakan dan perdagangan budak. Kesadaran itu ditandai dengan munculnya peraturan-peraturan yang melarang aktivitas perbudakan dan perdagangan budak. Larangan tersebut makin ketat pada periode 1870-1880-an sehingga praktik perdagangan budak dan perbudakan, baik yang legal dan illegal, makin terbatas. Sebagian budak yang masih ada dimerdekakan melalui kebijakan penebusan. Tetapi, praktik perbudakan belum dapat sama sekali dihilangkan. Perlakuan-perlakuan yang serupa dengan perbudakan dialami oleh para kuli kontrak di sejumlah perkebunan di kawasan Selat Malaka. *