http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2010031201580115

      Jum'at, 12 Maret 2010 
     
      BURAS 
     
     
     
Terlambat Lapor Anak Lahir-Mati Didenda Sejuta! 

       
      H. BAMBANG EKA WIJAYA



      "WARGA desa seberang kok jadi sok kota!" entak Temin. "Ditanya mana rumah 
adik temanku yang belum lama ini anaknya meninggal saat lahir mereka jawab 
tauk! Tauk! Dan tauk!"

      "Mungkin karena gayamu bertanya seperti intel, atau informan, warga jadi 
takut!" sambut Temon.

      "Kenapa takut?" timpal Temin. "Apa ada teroris?"

      "Sama cekaman ketakutannya jika melihat orang seperti intel atau 
berpakaian PNS! Lebih-lebih menanya soal kematian!" tegas Temon.

      "Kalau sampai salah ngomong pada intel dan PNS soal kematian bisa 
disesalkan seumur hidup oleh keluarga yang dapat kemalangan!"

      "Kenapa jadi seseram itu?" entak Temin. "Karena polisi dan PNS ditugasi 
sebagai penyidik dalam UU No.23/2006 tentang Administrasi Kependudukan dan 
Catatan Sipil!" jelas Temon. "UU itu menetapkan, jika terlambat melaporkan 
(lewat 30 hari) anak lahir mati (Pasal 33) atau kematian lain (pasal 44), 
keluarganya didenda (pasal 90) satu juta rupiah!"

      "Orang kemalangan didenda sebanyak itu?" entak Temin. "Sungguh tak 
berperikemanusiaan! Bagi pejabat negara atau anggota DPR pembuat UU uang sejuta 
kecil! Tapi bagi warga melarat, seperti kebanyakan warga desa seberang yang 
seumur hidup ada yang belum pernah melihat uang satu juta, jelas denda itu 
merupakan beban amat berat! Apalagi baru dapat musibah!"

      "Bagi politisi pembuat UU mungkin aturan itu sepenting arti pencatatan 
anak lahir mati!" timpal Temon. "Kelahiran bayi mati itu menunjukkan tingkat 
kesejahteraan rakyat amat rendah, bayi masih dalam kandungan saja sudah 
kekurangan gizi! Selama ini banyak kelahiran mati yang tak dilaporkan dan 
dicatat, angkanya jadi sangat rendah sehingga pemerintah mengklaim sukses 
menyejahterakan rakyat! Padahal, realitasnya kematian bayi masih tinggi, bukti 
kegagalan pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat!"

      "Tujuan itu memang penting agar peningkatan kesejahteraan rakyat tak cuma 
dalam retorika!" tegas Temin. "Tapi, sanksi administratifnya pada rakyat 
tidaklah harus seberat itu! Sampai rakyat ketakutan, ditanya jawabnya tauk 
melulu!"

      "Mungkin sanksinya dibuat berat agar warga tak anggap enteng pentingnya 
melaporkan kepada RT kematian keluarganya!" ujar Temon. "Lagi pula, sesuai 
Ketentuan Peralihan (Pasal 101), UU itu baru berlaku setelah pemerintah 
memberikan NIK (nomor induk kependudukan) kepada setiap penduduk paling lambat 
lima tahun."

      "Ketentuan peralihan itu bisa saja disembunyikan petugas!" tegas Umar. 
"Itu perlu diingatkan, agar rakyat--yang buta hukum--tak jadi korban!"
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke