http://www.indomedia.com/bpost/072005/17/depan/utama1.htm
Tokoh Agama Mengutuk Jakarta, BPost Sejumlah organisasi Islam dan tokoh antaragama tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Kebebasan Beragama mengutuk penyerangan dan perusakan terhadap kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Mereka menilai pemerintah telah gagal melindungi kebebasan beragama setiap warga negaranya. "Aparat justru memberi perlindungan terhadap pelaku perusakan yang jelas-jelas telah melanggar aturan. Hal ini menunjukkan bentuk negara yang tidak beradab karena memberi ruang bagi kelompok yang tidak beradab melakukan pelanggaran hukum," kata Sukidi dari Pusat Studi Agama dan peradaban Muhammadiyah dalam pertemuan lintas agama yang digelar di gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Sabtu (16/5). Pertemuan dihadiri ke-13 lembaga antara lain Pemuda Muhammdiyah, Ikatan Remaja Muhammadiyah, Indonesia Conference Religion dan Peace (ICRP), PSAP Muhammdiyah, Wahid Institute, Jaringan Islam Liberal, ISIS, Kongres Wali Gereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Ahmadiyah, JAI dan Kontras. Ribuan massa, Jumat (15/6) menyerbu Kampus Mubarok Parung, Bogor, Jawa Barat, kompleks Jemaah Ahmadiyah Indonesia. Mereka merusak kampus karena menilai aliran Ahmadiyah tidak sesuai tuntunan Islam yang benar, sehingga mengajarkan aliran sesat. Aksi itu merupakan yang kedua kalinya setelah terjadi bentrokan antara JAI dengan massa di sekitar lokasi kampus, Sabtu (9/7) lalu. Akibta insiden ini, aparat kepolisian memasang pita garis polisi (police line) "Tindakan pengusiran dan penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) itu merupakan kriminalisasi terhadap kebebasan beragama dan hak sipil masyarakat," kata Sukidi, cendekia muda Muhammadiyah dalam pertemuan. Dawam Rahardjo dari Lembaga Studi Agama dan Filsafat mengaku khawatir tindakan serupa akan merembet ke kelompok lain yang memiliki pemikiran yang berbeda seperti JAI. "Pemerintah terkesan mendukung aksi kekerasan itu. Perbedaan, seharusnya jangan ditentang melainkan menjadi pendukung berkembangnya peradaban," ucapnya. Dawam menyoroti sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa bahwa JAI merupakan aliran sesat dan menyesatkan menjadi dasar bagi massa bersikap anarkis. "Organisasi muslim seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sampai sekarang tidak mengeluarkan komentar tentang JAI, padahal mereka juga orang muslim," cetus dia menyesalkan. Kekesalan juga disampaikan salah seorang pengurus Ahmadiyah, Trisno dalam pertemuan tersebut. Menurut dia, fatwa MUI yang menyatakan Ahamdiyah sebagai aliran sesat perlu diuji lagi. "Keislaman kami bisa diuji dengan Alquran, bukan oleh sembilan buku yang ditulis oleh jamaah Ahmadiyah," tandasnya. "Kontroversi apapun tentang JAI namun jalan kekerasan bukanlah penyelesaian yang terbaik," timpal Siti Nazmi Amal. Pengurus Nasyiatul Aisyiyah ini, mengingatkan bahwa penyerangan di Kampus Al Mubarok, Jumat (15/7) lalu oleh sekelompok massa menunjukkan kegagalan umat Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang santun dan menjunjung tinggi pluralisme. "Tindakan itu tidak bisa dibenarkan karena selain melanggar hak asasi manusia, juga deklarasi universal HAM, Kovenan Sipil Politik serta UUD 1945," cetus Usman Hamid, koordinator Kontras. Usman justru melihat sistem birokrasi yang membiarkan hal tersebut terjadi. Acuan polisi menyegel kampus JAI adalah surat pernyataan jajaran pimpinan Pemda Bogor, mulai dari bupati, ketua DPRD, dandim, kapolres, MUI dan badan terkait lainnya, katanya. Romo Benny dari Konferensi Wali Gereja Indonesia menilai perusakan merupakan ciri-ciri hancurnya keadaban publik dan dampak akhir dari pembiaran kekerasan yang dilakukan sekelompok orang oleh negara. "Perbedaan bukanlah sesuatu hal yang harus dihancurkan," ujarnya. Rekannya, Pendeta Weinata Sairin dari Perseketujuan Gereja-Gereja Indonesia meningatkan, pembiaran atas kasus perusakan akan menjadi preseden buruk dari negara yang seharusnya menjamin kehidupan berbangsa termasuk kebebasan beragama. "Ini bukan soal agama, tetapi bagaimana membangun fungsi bangsa dan negara. Peran pemerintah yang kerap gagal dalam menampilkan sikap kenegarawanan seperti dalam kasus tersebut, juga harus diakhiri," kata Weinata. Provokator Sementara Ulil Abshar Abdalla (Jaringan Islam Liberal) meminta agar Habib Abdurrahman Assegaf yang dinilainya sebagai provokator penyerangan diseret ke pengadilan karena telah melanggar aturan hukum di Indonesia. Namun menurut Ahmad Suaidy dari Wahid Institute, selain menyeret para pelaku perusakan dan penyerangan, motif politik dari tindakan itu harus diselidiki karena melibatkan pejabat-pejabat setempat. "Bahkan, MUI justru menciptakan disintegrasi masyarakat melalui sistem yang ada," cetusnya. Tindakan penyerangan maupun pengrusakan itu, dinilai Asep Saufan dari Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) telah merusak usaha bahwa Islam merupakan agama yang damai. "Kami khawatir akan makin banyak aksi anarkisme antaragama nantinya," katanya. Menyikapi hal itu, dalam waktu dekat Aliansi Masyarakat untuk Kebebasan Beragama akan menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri Jendral Sutanto untuk meminta kejelasan. Fatwa Liga Islam Ketua MUI Amidhan menolak tuduhan bahwa fatwa organisasinya sebagai pemicu kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah. Menurut dia, fatwa MUI mengenai Jemaah Ahmadiyah telah dikeluarkan sejak Musyawarah Nasional MUI, 26 Mei-1 Juni 1980. "MUI membuat peringatan kepada umat, bukan membuat pelarangan," katanya. Dalam mengkaji fatwa, saat itu ulama telah mempelajari sembilan buku Ahmadiyah. Peringatan kepada umat, menurut Amidhan, sifatnya individual. Fatwa itu menyebut, MUI meminta umat Islam berhati-hati sehingga tak terjebak ke dalam Jemaah Ahmadiyah dan yang sudah menjadi bagian kelompok itu agar kembali ke ajaran agama Islam. Setelah dikeluarkan fatwa, kata Amidhan, yang memiliki peran untuk melarang adalah pemerintah. Amidhan menganggap, kekerasan terjadi karena adanya provokasi terhadap massa. "Selain itu, mungkin karena tindakan demonstratif Jemaah Ahmadiyah," katanya. Sesuai surat edaran Departemen Agama, tutur Amidhan, seharusnya jemaah Ahmadiyah menjalankan aktivitasnya secara kontentif atau hanya pada posko jemaah. Sementara Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin juga menolak anggapan fatwa MUI sebagai pemicu kekerasan terhadap anggota Ahmadiyah. Menurut dia, tak ada korelasi antara dikeluarkannya fatwa dengan gerakan anarkis masyarakat terhadap jemaah Ahmadiyah. "Tugas ulama adalah menyatakan yang benar atau salah untuk membimbing masyarakat," tutur Din yang juga sekretaris MUI. Menurut dia, masyarakat masih memerlukan pemahaman bahwa Islam tak mengenal aksi kekerasan. Dia menyatakan, proses aksi kekerasan sebaiknya diserahkan kepada aparat keamanan dan hukum untuk menanganinya. Din menegaskan, fatwa sesat yang dikeluarkan MUI mengacu pada fatwa Liga Negara Islam. "Fatwa MUI itu mengacu fatwa Liga Islam Sedunia (Rabitha al `Alam al Islamy). Fatwa Liga Islam Sedunia mengatakan ajaran Ahmadiyah Qadiani --satu dari dua macam sekte Ahmadiyah-- sesat," jelas Din yang juga hadir dalam pertemuan tersebut. Dijelaskan Dien, Ahmadiyah Qadiani sesat karena meyakini bahwa pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad, sebagai nabi baru setelah Nabi Muhammad. "Hal ini tentu bertentangan dengan dasar aqidah Islam yang meyakini Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir," jelasnya. Menurut dia, fatwa seperti itu memang perlu dikeluarkan MUI. Mengingat kapasitas MUI sebagai lembaga yang berkewajiban membimbing umat. Hanya saja, Dien sangat menyesalkan jika fatwa itu dijadikan landasan kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan penyerangan terhadap kelompok Ahmadiyah. "Fatwa itu tidak boleh dipahami sebagai dasar untuk menyerang kelompok lain, apalagi disertai tindak kekerasan dan pengrusakan," tegas Dien. Menurutnya, Islam sama sekali tidak membenarkan tindak pengrusakan dan kekerasan terhadap orang lain. Jangankan sesama Islam, orang yang tidak beragama pun, lanjut Dien, tidak dibolehkan oleh ajaran Islam untuk menyerangnya. "Makanya, harus dibedakan fatwa satu hal dan pengrusakan itu hal lain yang jelas-jelas melanggar hukum dan ajaran Islam," ujarnya. Sementara itu, Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni menyesalkan terjadinya kericuhan antarumat yang berujung pada tindak kekerasan di Kampus Mubarok Parung, Bogor. Perbedaan pendapat antarsesama adalah hal yang biasa dan harus dihormati. Namun dia menyayangkan ada sebagian masyarakat melakukan tindakan main hakim sendiri sehingga menyebabkan terjadinya kericuhan antara massa jemaah Ahmadiyah dengan massa yang anti terhadapnya. "Memecahkan persoalan seharusnya dapat dilaksanakan dengan baik tanpa harus ada keributan," kata Maftuh, di sela-sela pelaksanaan Muktamar ke-17 dan Mathlaul Anwar di Asrama Haji Pondok Gede, kemarin. Pecah Ahmadiyah didirikan sekitar 1800. Tahun 1908, Mirza meninggal. Pascameninggalnya Mirza, kelompok Ahmadiyah membentuk lembaga dan sistem kekhalifahan untuk memilih pemimpin. Sistem ini meniru gaya pemilihan empat khalifah utama Islam (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), khulafaurrasyidin. Pada awal pemilihan khalifah, terpilih Hakim Nurrduin sebagai khalifah pertama pengganti Mirza sekaligus khalifah terakhir. Pasalnya, sepeninggal Hakim, terjadi perpecahan dalam tubuh Ahmadiyah. Tokoh berpengaruh dalam Ahmadiyah bernama Maulana Muhammad Ali membentuk gerakan sendiri. Pangkal karena ketidaksetujuan Ali karena Mirza Ghulam Ahmadiyah dijadikan nabi. Bersama pengikutnya dia tetap meyakini Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Gerakan inilah yang dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore. "Ahmadiyah Lahore hanya menganggap Mirza pembaharu," jelas Din. Selain itu, kelompok Ahmadiyah Lahore protes terhadap ketidakadilan pemilihan khalifah. Sebab, setelah Nurrudin khalifah langsung diserahkan kepada keturunan Mirza Ghulam Ahmad. Pemilihan terakahir khalifat masih Ahmadiyah terjadi tahun 2003 lalu. Setelah khalifah Masih IV Ahmadiyah, Mirza Tahir Ahmad (cucu Mirza Ghulam Ahmad) meninggal, 19 April 2003, diadakan pemilihan Khalifat Masih V, 22 April 2003. Terpilih Mirza Masroor Ahmad, cicit Mirza Ghulam Ahmad. Masroor inilah yang memegang pucuk pimpinan Ahmadiyah sampai hari ini. JBP/bie/yls/ant [Non-text portions of this message have been removed] WM FOR ACEH Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara! Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti. Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129. Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/