Jurnal Sairara:
   
   
  SEANDAINYA 
   
   
  Hari itu  25 April 2008 malam. Sepulang kerja menguli di Koperasi Restoran 
Indonesia Paris,  yang juga merupakan sejenis pusat kegiatan kebudayaan 
Indonesia di ibukota Perancis ini, seperti biasa aku segera membuka laptop 
sederhanaku. Melalui alat inilah aku mengikuti perkembangan tanahair dan dunia 
serta berhubungan dengan teman-teman di 16 penjuru. Dibandingkan dengan 
beberapa dasawarsa silam, adanya komputer sangat membantuku dalam mengurangi 
beaya korespondensi yang tadinya kulakukan menggunakan jasa telkom. Di samping 
itu, komunikasi pun menjadi sangat cepat. Oleh kemajuan tekhnologi begini, aku 
rasakan benar seperti sering dikatakan bahwa dunia menjadi sebuah "desa kecil", 
keadaan yang memperlihatkan potensi positif manusia yang seakan berbataskan 
"pantai keempat" jika menggunakan ungkapan Chairil Anwar.
   
   
  Di antara sekian surat yang masuk  ke kotak suratku, kudapatkan surat pendek 
dari Lily Yulianti, penulis kucerpen "Makkunrai" [bahasa Bugis yang berarti 
Perempuan], yang sekarang bekerja di Jepang. Ly, demikian biasa ia dipanggil 
oleh teman-temannya,  dalam surat pendeknya antara lain berkabar:
   
   
  "Saya ada kabar baik nih. Salzburg Global Seminar mengundang saya menjadi 
pembicara dalam seminar tahunannya bulan Juni mendatang. Saya berpikir, 
barangkali ada baiknya saya mampir di Paris (bila jadwalnya memungkinkan), 
untuk memperkenalkan Sastra dari Makassar di Restoran Indonesia dan sekaligus 
berkenalan dengan Bu Johanna*]".
   
   
  Sungguh-sungguh, ini adalah sebuah berita baik dan menggembirakan. Apabila 
pada Maret-April 2008, penyair M.Aan Mansyur melakukan "Tour de Java Sastra 
Makassar", maka seandainya Lily Yulianty bisa ke Paris dan membicarakan  
"Sastra Makassar" dalam konteks konsep sastra-seni kepulauan, kukira acara 
demikian akan mengkonsolidasi dan memperluas jaringan yang dicapai melalui 
"Tour de Java" Sastra Makassar.  Perluasan kerjasama jaringan dalam dan luar 
negeri, kukira akan sangat mendorong pengembangan sastra-seni kepulauan. 
Jaringan internasional, semacam bentuk diplomasi kebudayaan,  akan sangat 
terbantu jika berangkat dari basis kekuatan di dalam negeri. Dan basis 
sastra-seni  dalam negeri ini sekarang kukira sudah ada. Sudah terdapat di 
berbagai daerah dan pulau. Seandainya Lily Yulianti [selanjutnya kusingkat 
Lily] bisa hadir di Paris untuk berbicara di suatu acara sastra, maka 
kesempatan ini bisa digunakan bukan hanya memperkenalkan sastra-seni di 
Makassar, tapi juga
 perkembangan sastra-seni di berbagai daerah dan pulau di luar sentra-sentra 
kegiatan tradisional. Hal ini akan merupakan pemberitahuan ke dunia 
internasional bahwa kehidupan sastra-seni Indonesia baik yang berbahasa lokal 
atau pun berbahasa Indonesia, tidak hanya terdapat di Jakarta, Yogyakarta dan  
Bandung atau sentra-sentra tradisional yang dikenal. Indonesia tidak sebatas 
sentra-sentra tersebut. Esok Indonesia yang republiken dan berkeindonesiaan,  
justru terdapat dengan terujudnya sastra-seni kepulauan. Sastra-seni kepulauan 
merupakan dasar perekat budaya ber-repulik dan berkeindonesiaan yang dibina 
dari bawah. Sastra-seni kepulauan adalah sastra-seni dengan pusat yang majemuk. 
Majemuk juga dalam bentuk dan standar nilai.  
   
   
  Jaringan internasional berbasiskan kekuatan basis lokal sangat mungkin. 
Pertanyaannya: Seberapa jauh usaha ke arah ini telah dilakukan secara 
berprakarsa. Basis sastra-seni pulau dan daerah akan mempunyai daya paksa pada 
kata. Suatu kehadiran yang tak terabaikan oleh siapa pun. Penggalangan jaringan 
internasional akan sangat menopang pengembangannya. Penggalangan jaringan 
internasional secara aktif berprakarsa akan jauh lebih kongkret makna dan 
dampaknya daripada cemburu yang lebih memperlihatkan ketidakberdayaan  dan 
merengek pengakuan. Kerja, karya, kekuatan nyata, merupakan bahasa paling 
efektif. Merupakan proklamasi eksistensi dan mempunyai daya paksa untuk 
didengar, diindahkan serta merupakan jalan perkembangan tak terbendung. 
Sastra-seni kepulauan adalah suatu politik sastra-seni yang republiken dan 
berkeindonesia. Nama tak usah diminta dan diproklamasikan. Kerja, karya adalah 
ujud proklamasi sastrawan dan seniman. Pengakuan siapa pun adalah salah satu 
dampak
 langsung dari kerja dan karya. 
   
   
  Mungkinkah pulau-pulau dan daerah dengan basis sastra-seni seperti sekarang 
mengembangkan jaringan internasionalnya?
   
   
  Mengapa tidak? Sangat mungkin. Sekali pertanyaannya: Seberapa jauh sudah hal 
ini dilakukan?   Dari mana patner di mancanegara tahu adanya sastra-seni 
kepulauan dan daerah, jika tidak ada keaktifan memperkenalkan keadaan 
sastra-seni Indonesia yang baru. Keadaan saastra-seni Indonesia hari ini? 
   
   
  Berorganisasi, mempunyai program berkesenian, kontrol rencana, kukira akan 
sangat membantu sastrawan-seniman pulau dan daerah menggalang jaringan 
internasional. Dengan adanya komunitas, organisasi, mereka akan lebih berdaya 
dan akan lebih didengar daripada bersuara individual. Di sini aku tidak 
berbicara tentang organisasi yang ketat , hal yang seakan tidak tanggap dengan 
ciri kerja kesenimanan. Yang kumaksudkan dengan organisasi, lebih mengarah 
kepada kebersamaan. Kerjasama dan prakarsa bersama. Proyek Panyingkul yang 
sering dibicarakan oleh Lily, kukira hanyalah sebuah contoh tentang apa yang 
kumaksudkan. Demikian juga lobby-lobby Jepang yang dicoba oleh Lily. Mengapa 
tidak kesempatan ke Austria Juni 2008 nanti, Lily sebagai salah seorang "think 
tank"  Panyingkul memanfaatkannya untuk mendapatkan jaringan sastra-seni 
Austria untuk sastra Makassar? Karena Lily pernah di Australia, mengapa pintu 
Australia tidak diketok? Paris  hanyalah satu pintu perluasan jaringan. Makin
 banyak pintu dibuka, akan makin menguntungkan pengembangan sastra-seni 
kepulauan dan daerah. Maka ketok semua pintu secara berprakarsa dengan kepala 
tegak, mata menyala keyakinan.
   
   
  Dalam pembangunan daerah aku selalu bertolak dari konsep pemberdayaan, di 
mana kita berdiri di kampunghalaman memandang tanahair merangkul bumi. Prinsip 
ini juga, kukira berlaku untuk sastra-seni yang terjabar dalam pandangan 
sastra-seni kepulauan dan daerah.
   
   
  Baris-baris ini anggap saja sebagai sekedar acuan penggelitik pikir,  sambil 
menunggu kehadiran Lily di Paris sebagai kedatangan pertama penulis pulau. yang 
kuharapkan terus berkembang dari ujung barat hingga ujung timur. Baris-baris 
yang kutulis sebagai ucapan ulang, betapa aku sangat mencintai Republik dan 
Indonesia yang sedang menjadi Republik dan Indonesia. Maka seandainya orang 
pulau dan daerah berbuat demikian, aku membayangkan kebangkitan naga 
sastra-seni negeri dan bangsa yang penuh elan .****
   
   
  Paris, Musim Semi 2008. 
  ---------------------------------
  JJ. Kusni, pekerja biasa pada Koperasi Restoran Indonesia di Paris.
   
   
  Keterangan:
  *].Johanna Lederer, seorang sarjana sastra Amerika Serikat, lulusan 
Universitas Sorbonne, Paris. Ketua Lembaga Persahabatan Perancis-Indonesia yang 
menggunakan pendekatan kebudayaan dalam menggalang persahabatan antara kedua 
negeri dan rakyat. Mantan balerina. Ia kelahiran Malang, Jawa Timur. 

       
---------------------------------
Tired of visiting multiple sites for showtimes? 
  Yahoo! Movies is all you need


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke