Inward looking & Outward Looking

My Diary : Jakarta, Rabu 28 Januari 2009.

Oleh : Abdul Latief.

 

"Tief, tulisanmu kok gak pernah muncul di emailku lagi..? ayo donk, kangen 
neh.. sama tulisanmu"  begitulah sapaan seorang teman yang menyeruak di 
Emailku. Tidak hanya seorang rupanya yang menantikan tulisan catatan harianku 
yang biasa aku forward via email ke beberapa teman dan milist yang merupakan 
bagian dari misi berbagi hikmah pada sesama, beberapa SMS dan teguran serupa 
via YM atau langsung juga dilontarkan teman lainnya.

 

Terhitung dua bulan memang aku tak lagi menggoretkan tinta  di catatan 
harianku, pasalnya aku tengah asyik menikmati hobby baruku yaitu Fotografi.  
Impianku menggeluti hobby fotografi akhirnya terwujud di akhir tahun kemarin, 
temanku melego kamera digital SLR-nya dengan harga miring, yang kontan saja aku 
beli dengan sebuah antusiasme yang sangat, apalagi impian itu sudah terpatri di 
hatiku sejak sekolah dulu. 

 

Impian bergelut dengan fotografi sepertinya tersemai tanpa sadar melalui salah 
satu guruku Khairul Ikhsan yang merupakan seorang fotografer yang handal. 
Beliau seringkali bercerita tentang aktifitasnya hunting foto, mengajariku 
tentang teknik dasar fotografi, bahkan mengajakku mencari kamera untuk 
dijadikan senjatanya dalam menghasilkan gambar yang luar biasa. Satu filosofi 
yang aku ingat tentang fotografi adalah "Fotografi itu bukan take a picture but 
make a picture". Selain itu, Hobi ini mungkin menurun juga dari almarhum 
ayahku, sebab begitu banyak koleksi foto yang dimilikinya sejak beliau kuliah 
di Jerman dulu hingga sudah memiliki anak. Koleksi foto ayahku dikemasnya dalam 
bentuk slide foto yang bisa diputar dengan menggunakan alat semacam Overhead 
Projector. Kata guruku, teknik fotografi dan dokumentasi film yang dipakai 
ayahku ini hanya bisa dilakukan oleh fotografer professional. Namun sayang, 
koleksi Slide Foto ayahku sudah tak terurus dan lapuk dimakan zaman, dan kamera 
antiknya saat kuliah dulu, sudah tidak berfungsi lagi dan hilang entah kemana.

 

Fotografi yang memiliki arti melukis dengan cahaya, telah membuatku 
mengorbankan salah satu produktifitasku dalam menulis. Banyak moment indah yang 
mestinya aku tulis kini berubah menjadi lukisan foto. Liburan akhir tahun dan 
jelang tahun menjadi moment indah yang tak lagi tertulis olehku, bahkan hari 
jadiku di bulan januari yang biasanya tertuang dalam kontemplasi tulisan, kini 
tak lagi tertuliskan dalam catatan harianku. Ironis memang, ini bukti bahwa aku 
masih belum mampu menjalankan pola multi tasking, saat fokus pada satu urusan, 
membuat hal lain malah terbengkalai. Atau inikah yang namanya pilihan? yang 
jelas bagiku sekarang, aku harus bisa mewujudkan kemampuan ku di bidang 
tulisan, gambar, dan lisan yang bermutu agar dapat melengkapi impianku menjadi 
WTS (Writer, Trainer & Speaker) yang handal.

 

Sebagai kompensasi dari terbengkalainya tulisanku, kali ini aku akan menulis 
dari inspirasi hobi  baruku dalam fotografi. Sebelum aku memiliki kamera 
digital professional, aku menggunakan kamera digital saku. Setiap aktifitasku 
bersama kawan-kawan atau dalam perjalanan dinasku, aku selalu menggunakan 
kamera itu untuk mengabadikan setiap moment yang berharga dan menargetkan 
diriku sebagai objek utama. Intinya, aku selalu ingin menghasilkan gambar 
terbaik tentang diriku, semuanya mengacu pada diriku dengan beragam gaya dan 
mode. 

 

Sekarang, keinginan untuk mengeksplore foto pribadi lenyap begitu saja. Mungkin 
hangus terbakar oleh kobaran api kebakaran di Depo Pertamina Plumpang. Saat ini 
lebih menyenangkan untuk mengeksplore keindahan alam, aktifitas hidup manusia, 
dan objek lainnya yang tak ada habisnya untuk di nikmati dan dieksplore 
eksotismenya. Setiap kali memegang kamera dan hunting foto, fokus objek yang 
ingin diraih adalah objek yang indah selain diriku. Saat menghasilkan objek 
indah rasanya menyenangkan dan tak ada habisnya untuk memikirkan hasil karya 
yang lebih bagus dari sekarang.

 

Kesenangan lainnya adalah muncul saat karya-karya yang kita hasilkan dapat 
membuat nyaman orang lain, terlebih sangat berguna buat orang yang kita 
kirimkan. "gw izin pasang foto hasil jepretan lo di desktop komputer gw ya..?". 
ujar seorang kawan saat menerima kirim foto hasil jepretanku berupa bunga, 
landscape maupun human interest. Reaksi yang berbeda pasti akan muncul jika 
yang aku kirim adalah foto diriku. Pasti jawaban mereka "narcist lo..!", 
"emangnya gak ada foto yang lain ya..?" dan komentar miring lainnya pasti akan 
langsung menyeruak tak terbendung. Kalau mau coba silahkan kirimkan foto diri 
Anda kepada rekan-rekan dan silahkan banggakan diri anda sendiri.. 

 

Seperti itulah manusia diciptakan. Saat manusia baru mencapai kesadaran dan 
eksistensi terendah, mereka akan mengalami masa pencarian akan eksistensi 
dirinya dan selalu berusaha untuk meyakinkan dirinya untuk bisa eksis dengan 
mengeksplore dan asyik memandangi dirinya. Dia akan senang mengagumi dirinya 
sendiri atau bahkan menjadi bingung karena tak mendapatkan apapun selain 
kebanggan semu akan dirinya. Lebih sering, efek orang model begini akan 
menghadapi dua hal yang merugikan dirinya sendiri yaitu akan selalu merasa 
dirinya sangat kurang dan menyebabkannya tidak percaya diri, atau sebaliknya 
dia akan menganggap dirinya sangat mengagumkan sehingga lupa memperbaiki 
kekurangan dirinya "over convidence". 

 

Itulah buah dari inward looking. Kegemaran melihat sisi dirinya sendiri bisa 
membuatnya kurang percaya diri, maka eksitensinya di tengah masyarakat dan 
lingkungan akan sangat minim. Atau over confidence, rasa percaya diri yang 
sangat berlebihan sehingga tak menyadari kesalahannya dan berhenti mengoreksi 
diri serta berinovasi. Kita harus ingat, bahwa kurang percaya diri dan percaya 
diri yang berlebihan adalah musuh dari eksistensi lingkungan, keduanya adalah 
musuh social.

 

Inward looking bukan hal yang terlarang, bahkan sangat dianjurkan selama hal 
tersebut diperuntukan sebagai instrospeksi diri. Namun layaknya sebuah kaca 
sepion, yang digunakan hanya untuk mengoreksi arah dan kemudi dengan sesekali 
ditengok jika membutuhkan. Sebab jika kita focus pada inward looking dengan 
mengenyampingkan hal lain maka kaca spion yang kita selalu kita pandangi tanpa 
menoleh akan membuat kita menabrak atau ditabrak.

 

Pada focus yang lebih berbeda, saat manusia sudah mulai berani untuk memandang 
keluar dari dirinya. Saat itu eksistensi diri sudah meningkat pada taraf 
selanjutnya. Mulai mencari fenomena luar diri yang dapat meningkatkan kualitas 
dirinya. Apalagi jika muncul semangat untuk berbagi dan mengembangkan diri 
untuk berkontribusi buat orang lain. 

 

Tidak semua outward looking itu positif memang, terutama jika kita tidak bijak 
menyikapi fenomena yang kita dapatkan di luar sana. Alih-alih mendapat manfaat, 
malah yang kita terjebak dalam kebingungan dan kebanggaan atas pengetahuan yang 
kita miliki. Lagi-lagi penyakit overconfidence juga sangat rentan menghinggapi 
orang dengan outward looking..

 

"Think Out Of The Box" begitulah semangat yang ingin aku sampaikan pada 
kesempatan ini. Manusia akan dapat meningkatkan kualitas dirinya ketika sadar 
bahwa apa yang ada dalam dirinya masih perlu selalu ditingkatkan dan perlu 
semangat untuk membuka diri terhadap sebuah kebenaran yang berada di luar. 

 

Meminjam sedikit kisah yang dilansir dalam buku filsafat berjudul Dunia Sophie, 
 bahwa orang yang enggan membuka alam pikiran dan hikmah yang datang dari luar 
dirinya adalah layaknya seekor kelinci yang berada di dalam dalam topi pesulap 
dan menganggap bahwa dunia sesungguhnya adalah apa yang ia temui di dalam topi 
itu. Maka, sudah selayaknyalah setiap kelinci di topi pesulap itu mulai 
menyadari bahwa dunia yang belum kita ketahui itu sangat banyak, atau bahkan 
pemahaman kita terhadap fenomena yang kita dapati hanyalah sebuah fenomena semu 
yang mengekang kreatifitas kita. 

 

"Jangan seperti katak dalam tempurung" begitulah pribahasa klasik yang akrab di 
telinga kita menjelaskan tentang fenomena inward dan outward looking. Sudah 
selayaknyalah sang katak melakukan inward looking, dengan menyadari bahwa 
dirinya berada di dalam sebuah terpurung. Dan berusaha melakukan Outward 
looking yaitu keluar dari kungkungan tempurung yang menjauhinya dari keindahan 
dunia dan kebenaran yang membuatnya bisa lebih berguna bukan hanya untuknya di 
dalam tempurung itu, melainkan meningkatkan kualitas diri untuk berguna buat 
orang lain.

 

Atau sebuah paragraph hikmah yang penah diucapkan guruku Imandiri saat aku 
kelas 2 SLTP dulu masih terpatri di buku harianku yang berbunyi : "Andaikan kau 
seekor kutu, maka jangan puas dengan darah yang disajikan di satu kepala, 
panjatlah di puncak rambut tertinggi..! lihatlah masih banyak kepala dengan 
darah yang lebih nikmat yang belum kau jelajahi. Terbang dan nikmatilah..!"

 

***

 

Point of view yang berbeda tentang contoh inward dan outward looking adalah 
tentang kisah Seorang rekan pernah mengeluh tentang kesulitan hidup yang 
dihadapinya. Problem nya tak jauh seputar hal klasik yaitu harta dan jabatan. 

 

"kenapa ya, gajiku kecil sekali. Jangankan untuk liburan, untuk makanan pokok 
sekeluargapun kadang tak cukup. Andaikan aku seperti mereka kaya raya dan 
perpangkat tinggi itu..?". Ujarnya suatu siang.

 

"Terus bagaimana, Mau pindah kerja?"  tanyaku.

 

"Pengennya sich begitu, cari yang lebih besar gajinya.."

 

" Setelah itu?"

 

"Ya bisa beli rumah dan mobil, terus mendirikan usaha sendiri"

 

"lalu?"

 

"Tentunya masa tuaku akan tenang dan anakku dapat melanjutkan sekolah hingga ke 
tingkat yang paling tinggi dan sukses".

 

"Bagus juga cita-citamu, tapi adakah yang lebih besar dari itu" tanyaku lagi.

 

"Maksudmu? Kayaknya itu aja deh.."

 

"Ya.., kali aja ada cita-cita yang lebih besar dari itu? Tapi aku doain deh 
semoga cita-citamu tercapai". Aku mengakhiri perbincangan singkat itu untuk 
mengalihkan ke obrolan lain di hari itu.

 

Banyak sekali contoh dan konteks hidup yang bisa ditilik melalui inward dan 
outward looking, cerita di atas adalah salah satu konteks yang bisa kita ambil. 
Bahwa cita-cita yang dibuat olehnya sudah bagus dan mulia. Kesadarannya untuk 
meningkatkan kualitas diri sudah membuncah, namun sudut pandang kemajuan yang 
ingin diraih terlalu berfokus pada kemajuan diri sendiri atau lebih luas lagi 
hanya memikirkan kemajuan diri dan keluarganya.

 

Adakah yang lebih besar dari itu? 

 

Pertanyaan ini hanya buah dari kekhawatiran saya melihat pola pandang manusia 
zaman sekarang yang selalu ego sentris dan egois. Semua yang diniatkan, apa 
yang dilakukan, cita-cita yang diperjuangkan memiliki tujuan akhir kemajuan 
dirinya sendiri. Nilai-nilai tepa selira, gotong royong, kepedulian, dan 
kesadaran untuk berbuat baik untuk sesama mulai terasa langka.

 

Qorun, tokoh laknat di zaman Musa AS, juga memohonkan hal yang sama, yaitu 
kekayaan dan kemegahan untuk diri dan keluarganya, namun egosentris telah 
membutakan mata hati dan menulikan kesombongannya, kesadarannya pada realita 
hidup telah tertutup sehingga tak membuatnya bermartabat lebih tinggi dari 
seharusnya.

 

Para koruptor, juga orang yang sadar untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan 
keluarganya, namun lagi-lagi fonomena egoistis telah menutup hatinya dari 
martabat hidup yang lebih tinggi. 

 

Para Calon Legislator (Caleg) yang kini tengah fokus mengekspose dirinya 
sendiri dan berkata "Sayalah yang paling pantas Anda pilih.., sayalah... dan 
sayalah... " adalah realitas inward looking yang seringkali berlebih dan lupa 
diri. Semoga ketika mereka terpilih nanti kesadarannya untuk outward looking 
dan memnuhi janji pengabdiannya pada masyarakat dapat terwujud. Saya khawatir 
nafsu meraih jabatan, harta dan tahta telah membutakan diri dan menjauhkannya 
dari harapan yang ditumpahkan rakyat padanya.

 

Jadi, adakah yang lebih besar dan berharga dari itu?

 

"Manusia terbaik adalah yang paling berkontribusi bagi umat..." kontribusi 
nyata tidak diukur dari seberapa besar harta yang kau miliki dan seberapa 
banyak ilmu yang kau kuasai, namun sebesar apa manfaat yang kita hasilkan dari 
semua itu di jalan Allah ??? Harta, Ilmu, Tahta, keluarga adalah titipan Allah, 
yang diamanahkan untuk kita pergunakan sebaik-baiknya di jalannya. 

 

Wallahu A'lam Bish shawab.

 





The information transmitted is intended only for the person or the entity to 
which it is addressed and may contain confidential and/or privileged material. 
If you have received it by mistake please notify the sender by return e-mail 
and delete this message including any of its attachments from your system. Any 
use, review, reliance or dissemination of this message in whole or in part is 
strictly prohibited. Please note that e-mails are susceptible to change. The 
views expressed herein do not necessarily represent those of PT Astra 
International Tbk and should not be construed as the views, offers or 
acceptances of PT Astra International Tbk.

Kirim email ke