JATI DIRI BANTEN Sebuah Pemikiran Tentang Idealisme, Egoisme dan Kepentingan
Biarkan orang Banten tetap bodoh! Sepenggal kalimat yang sangat menyakitkan warisan dari orang Belanda pada masa VOC merajalela di bumi ini. Mereka percaya betul, untuk menguasai Nusantara haruslah meluluh-lantakan Banten terlebih dahulu. Sehingga berbagai cara dipergunakan guna melemahkan Banten termasuk membuat masyarakat Banten tetap bodoh dan menanamkan konflik-konflik horisontal di berbagai kelompok masyarakat. Kemandirian Banten adalah cita-cita kita semua. Namun jalan menuju ke satu titik visi dan misi tidaklah mudah. Walau terlihat -dalam ucapan, kesamaan visi dan misi, tapi dalam hati siapa tahu. Kita hidup pada sebuah daerah yang mempunyai potensi konflik yang besar. Dalam perjalanan enam tahun berdiri, Daerah Tangerang beberapa kali membuat pernyataan untuk memisahkan diri dari Banten. Sehingga dalam mata awam saya Banten terpecah menjadi tiga bagian besar yaitu Banten Utara yang diwakili oleh Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, Banten Selatan yang diwakili oleh Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak serta Banten Timur yang diwakili oleh Kabupaten dan Kota Tangerang. Banten Utara yang berbahasa Jawa terlalu ekslusif untuk berbicara sejarah. Kebanyakan "Orang Utara" akan berbicara sejarah hanya mulai penaklukan Pucuk Umun, berdirinya Kesultanan hingga saat ini. Sedang "orang selatan" yang berbahasa Sunda kerap kali meyakinkan bahwa meraka ada terlebih dahulu ketimbang "orang utara". Sedang "orang timur" yang lebih banyak tidak menggunakan bahasa Jawa dan Sunda karena posisinya yang lebih dekat ke metropolis serta banyaknya pendatang, sering merasa tidak pernah diajak rembukan. Merasa penyumbang PAD terbesar serta jumlah penduduk yang hampir sama dengan jumlah "orang utara" ditambah "orang selatan" namun tidak pernah diajak rembukan serius, maka mereka berkali-kali mengancam "lepas". Unik Berbicara tentang kebudayaan dan jati diri Banten perlu wawasan, kelapangan hati serta mau menanggalkan segala egoisme dan kepentingan diri atau golongan. Perlu kebijaksanaan seluas-luasnya guna melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada. Banten ini sangat unik. Benar-benar sangat unik, Banten ada karena percampuran multi etnik dan budaya. Menurut catatan yang ada ada tiga garis keturunan yang mendominasi di Banten ini. Pertama adalah keturunan suku Baduy yang berdiam di Banten Selatan, kedua adalah keturunan Mesir dari Bani Israil (Palestina) yaitu Sultan Mesir Syarif Abdullah yakni ayahanda Syarif Hidayatullah dan ketiga adalah keturunan dari Pajajaran dari putri Prabu Siliwangi yaitu Ratu Rara Santang yang juga ibunda Syarif Hidayatullah. (Riwayat Kesultanan Banten - Rafiudin Hafidz). Jika demikian ketiga garis tadi menggunakan bahasa arab dan sunda, bagaimana dengan bahasa jawa yang ada sekarang? Berdirinya Kesultanan Banten adalah pengaruh dari Cirebon dan Demak yang berbasis bahasa jawa yang diturunkan oleh Maulana Hasanuddin putera dari Syarif Hidayatullah. Dengan demikian, daerah yang masih baru dibuka oleh Hasanuddin berpotensi besar menggunakan bahasa jawa. Sedang yang sudah berpenduduk, mayoritas akan menggunakan bahasa sunda. Dalam perjalanannya daerah berbasis bahasa sunda yang "terkepung" pendatang baru berbahasa jawa, lambat-laun mulai beralih ke bahasa jawa. Daerah Serang yang posisinya agak ke selatan dekat perbatasan Lebak dan Pandeglang lebih menggunakan bahasa sunda dengan beberapa macam dialek. Sunda Pamarayan tentu lain dengan sunda Ciomas dan Cinangka, tentu juga beda dengan sunda malingping dan sunda Baduy. Sedang sekitar Pontang yang tadinya terdapat pengaruh sunda lambat laun menggunakan bahasa jawa. Pada suatu kajian di desa Kubangpuji, Kecamatan pontang, saya menemukan sebuah adat perkawinan khas Pontang yang belum tercatat sama sekali di dinas Pariwisata Kabupaten maupun Provinsi. Yang menarik dalam adat ini adalah adanya seorang 'enyong-enyong" seorang pria yang berperan jadi wanita sebagai penghubung kedua mempelai. Saat itu diadakan adu pantun yang dilagukan dari kedua belah pihak. Semua prosesi tadinya berbahasa jawa pesisiran (nira, manira dlsb) hanya ketika adu pantun ternyata masih menggunakan bahasa sunda. Itulah bukti seberapa kuatnya pengaruh kebudayaan sunda di Banten ini. Salah satu bukti lagi adalah digunakannya kata-kata sunda di wilayah yang berbahasa jawa. Kata Serang dalam bahasa sunda berarti "sawah" tidak diketemukan dalam bahasa jawa. Atau mungkin kata Serang adalah kata serang untuk maju berperang? Tapi bukti dilapangan menunjukan bahwa alun-alun kota Serang pada masa lalunya adalah sebuah lokasi persawahan. Itu sebab suku Baduy selalu melakukan seba di depan Pendopo Kabupaten Serang. Tidak ada hubungannya Kabupaten Serang dengan Baduy. Namun Baduy juga menganggap bukan Kabupatennya yang dituju tetapi adalah "lokasi seba" yang dijadikan patokan terletak di kantor Kabupaten Serang. Bawaan padi dan hasil bumi lainnya bukanlah sebagai upeti karena "ditaklukan" namun sebagai adat ketimuran yang membawa oleh-oleh untuk tuan rumah. Belum kata-kata lain yang berbasis sunda diwilayah bahasa jawa seperti Cilegon, Cilame, Ciruas, Cikande membuktikan adanya percampuran nilai-nilai budaya sehingga membentuk satu ciri adat dan budaya baru setempat. Satu lagi yang mungkin dilupakan, bahwa di Anyer, Kabupaten Serang sekitar kampung Gudang Arang, Cikoneng, Penibungan, hingga Kamasan terdapat komunitas Lampung yang sudah menetap sekitar berdirinya Kesultanan Banten. Mereka menyebut diri mereka dengan Lampung Sai. Sehingga bahasa Lampung jelas kental di daerah tersebut. Beda tipis dengan bahasa Lampung asli, maka bahasa Lampung Cikoneng menggunakan huruf "A" untuk mengganti huruf "O" pada bahasa aslinya. Agadipo menjadi Agadipa di Cikoneng. Mereka juga merasa berjasa mengawal Banten pada masa Syarif Hidayatullah sehingga mendapat tempat di suatu daerah yang dapat mendengar dentuman Ki Amuk yang tidak terlalu keras juga tidak terlalu pelan. Mereka juga bagian dari Provinsi Banten. Perda Ada tidaknya perda tentang budaya tidak berpengaruh langsung terhadap perkembangan budaya setempat namun dapat mengarahkan kemana kita mau melangkah. Memang tidak ada perda yang langsung mengarah ke sebuah kebudayaan seperti perda bahasa, namun seperti kesenian, bahasa, pakaian, rumah adat atau yang lainnya dimasukan sebagai pelengkap di sebuah perda, misalnya pada perda masalah pariwisata atau perda tentang pendidikan. Perda atau Surat Keputusan Bupati/Walikota ataupun Gubernur tentang budaya daerah Banten sangat penting karena menghindarkan konflik horisontal yang bakal terjadi. Jika tiba-tiba di anjungan Provinsi Banten TMII berdiri rumah Baduy karena memang rumah adat yang ada di Banten adalah rumah Baduy, tentu akan menimbulkan silang pendapat dan akan ramai. Juga seperti ketika tanpa landasan jelas seseorang mengklaim "Batik Banten" yang akhirnya berbuah stroke pada sang tokoh. Banyaknya egoisme daerah dan kepentingan pribadi ataupun golongan akan semakin memperkeruh masalah ini. Dengan adanya sebuah peraturan atau keputusan tentunya setelah melalui study yang jelas dan panjang, melibatkan banyak pihak, akan lebih indah kita melangkah. Membentuk sesuatu yang baru untuk jatidiri kita masa yang akan datang bukanlah jal yang tabu. Justru kekuatan ini yang akan menjadu "lem" antara "orang utara", "orang selatan" dan "orang timur" Namun sebenarnya di Banten sudah ada perda yang menyinggung tentang budaya setempat. Misalnya Perda 05/Dp30/PD/1982 di Pandeglang, memuat temuan hasil kajian panitia sejarah untuk menentukan dari mana asal kata Pandeglang dan hari jadinya. Atau yang bisa menjadi jati diri lainnya adalah Keputusan Bupati Lebak no:522.51/SK.233/Ekon/1993 yang menyebutkan tanaman Namnam (Cynometra caulitflora.L) dan Owa bu-abu (Hylobotes moloch) sebagai tanaman dan binatang khas Kabupaten Lebak. Untuk Serang, Pandeglang dan Tangerang juga punya Surat Keputusan Bupati seperti itu. Adanya Perda atau surat keputusan juga tidak akan berguna banyak jika tidak dilandasi kesadaran pembentukan jati diri. Ambil contoh gapura Kabupaten Serang yang dahulu pernah dibuat peraturannya. Disana sangat jelas menggunakan Gapura Bentar dari Kaibon beserta dimensi ukuran masing-masing bagian. Komplit! Kenyataannya berapa macam gapura Bentar yang ada di Serang. Banyak sekali karena masing-masing menurut selera tukang semennya. Sebelum Provinsi Banten berdiri, tidak pernah terdengar ada kesenian "sisingaan" di Kecamatan Kasemen, Serang. Hal itu dibuktikan dalam catatan seni tradisional Kabupaten Serang yang diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Serang. Setelah Provinsi ini berdiri masing-masing daerah mulai menggali jati dirinya, maka munculah "sisingaan" di Kecamatan Kasemen. Padahal Sisingaan sudah menjadi ciri dari kota Kuningan dan beberapa kota lainnya di Jawa Barat. Usut punya usut ternyata didaerah Kasemen banyak pendatang baru penggarap sawah yang berasal dari Jawa Barat. Lalu bagaimana dengan reog Ponorogo yang ada di sekitar Cikotok yang dibawa oleh pendatang dari Jawa Timur saat romusha? Karena tidak ada peraturannya maka pakaian pengantin adat Baduy di musium Sribaduga Bandung sangat jauh dari yang saya saksikan sendiri pada beberapa acara pernikahan adat di Baduy. Kemudian kita semua mengenal debus berasal dari Banten. Kenyataannya disetiap daerah juga punya kesenian tradisi seperti debus. Ada yang menggunakan istilah lain ada yang menggunakan istilah yang sama yaitu, debus. Jika diperhatikan acara TV seperti "Luar Biasa" ANTV dan "Busyeeeet" Trans7 bahkan pemain "debus" yang mengaku dari luar Banten tetap mengenakan ikat pinggang "ijo', celana komprang baju kampret dan iket kepala romal Baduy. Mereka memberi pengetahuan pada pemirsa bahwa "debus" juga ada di daerah lain selain Banten. Memang tidak dapat menuntut atau sejenisnya namun dengan adanya bukti tertulis itu setelah beratus tahun baru akan ketahuan gunanya. Seperti saat ini sedikit sekali data filologi tentang Banten yang banyak justru foklor yang merembes masuk nilai histori. Ketika tempe sudah diklaim oleh Amerika, Sembilan mikroba kita sudah dipatenkan amerika, orang lain akan belajar bahwa tempe adalah dari Amerika. Malaysia mengambil Batik dari Jawa kemudian mengklaim sebagai Batik Malay dan laku dengan harga tinggi. Gitar OSLO sebenarnya buatan dari SOLO namun di Singapura gitar tersebut sangat terkenal dan laris sebagai produk Singapura. Ketika sepatu Nike, Reebook di Eropa dan Amerika dijual, pembelinya tahu itu bukan dari Indonesia. Pabriknya di Cikande padahal. Mau sampai kapan kita jadi pengekor dan jadi kuli? Giliran Pabrik Ekstasi langsung saja teriak Cikandeeeeee......... Dengan adanya peraturan setidaknya jalan dan sejarah bisa lebih indah dilalui karena bukan hanya sekedar bahasa dan seni tradisi saja yang ditentukan masih banyak hal lain seperti busana, bangunan, makanan dan lainnya sehingga ketika kita bertemu seseorang di luar Banten, dia akan berkata lebih dahulu,"Dari Banten yah" Proses Tidak mudah untuk menjalankan semua itu namun jika didiamkan terlalu lama tentunya akan sangat tidak baik. Jika tidak tentunya akan berpotensi berfikir kedaerahan bukan keBantenan. Masing-masing akan dengan bangga dan berlebihan membawa daerahnya sehingga berbahaya bagi keutuhan Banten. Semua ini memerlukan proses panjang dan tidak kenal lelah. Kita sudah lelah meributkan hal-hal yang gak ada juntrungannya. Semua karena berdasarkan "like or dislike" saja. Jangan sampai ada ketersinggungan di masing-masing daerah. Saya sebagai "orang utara" yang banyak berkunjung ke "orang selatan" (Ke "orang timur jarang euy, bingung kebayakan kendaraan disana, takut nyasar lagi) tidak punya maksud apa-apa hanya ingin melihat Banten itu lebih bermartabat dan berbudaya dalam artian yang positif. Di milis ini yang menggunakan bahasa sunda lebih banyak dari yang berbahasa jawa. Namun alangkah bijaksananya jika penulisan dalam bahasa daerah disertakan terjemahannya sehingga dapat menjadi pelajaran juga bagi pembacanya. Ratu Shova hengkang dari milis karena "lieur" (pusing) liat bahasa sunda yang tanpa terjemahan. Padahal milis ini bukan saja untuk menyampaikan gagasan atau sesuatu, tapi milis ini juga bisa sebagai obat stress bagi yang mengalami "Home sick" Jadi nulis apa saja silahkan asal tidak SARA. Sebagai penutup, warga Baduy memakai pakaian apa saja tetap merasa sebagai warga Baduy namun orang di luar komunitas Baduy akan berfikiran lain. Jika orang Baduy sudah berpakaian seperti masyarakat kebanyakan, maka tentunya orang tidak akan mengenal dia sebagai Baduy. Sebaliknya justru orang luar seperti orang Ciboleger dan Citorek yang justru mengenakan busana ala Baduy dengan berdagang madu, obat kumis, kulit macan dan empedu lutung, banyak orang tertipu menyangkanya orang Baduy. Justru saat ini kokolotan Baduy mulai memperketat aturan termasuk mengenakan busana dan barang elektronik agar Baduy tetap sebagai Baduy seutuhnya. aturan ini tidak tertulis karena di baduy "tidak dikenal" tulis-menulis. Namun tetap ada aturan. Karena kokolotan sadar jika Baduy sudah seperti masyarakat luar maka tamatlah Baduy ketika itu secara adat tradisi. Demikian kita ini membentuk sebuah jati diri sehingga orang mengenal kita sebagai diri kita sendiri bukan orang lain. Karena jika kita menilai diri kita sendiri ya hasilnya kita tetap melihat kita dikala ternyata kita bukan kita. Jangan kalah dengan "Kucing Garong" ____________________________________________________________________________________ Bored stiff? Loosen up... Download and play hundreds of games for free on Yahoo! Games. http://games.yahoo.com/games/front