Sahabat semua,

Saya forward-kan Email dari sahabat saya tentang apa yang terjadi pada
Bakrie beserta trik-2 lobi politik yang menyertainya. Semoga Rakyat
tidak perlu lagi korban trik lobi politiknya. Cukup tragedi Sidoarjo
saja saksi hidup keberhasilan trik lobi Bakrie. 

Kutipan dari Tempo:

„Entah kebetulan entah tidak, sepekan setelah itu, mencuat wacana agar
pemerintah membantu Grup ¬Bakrie mengumpulkan dana US$ 1,2 miliar…"

… Tak aneh bila di pekan yang sama mengemuka rencana konsorsium BUMN
bersama swasta membeli 35 persen saham Bumi. Salah satu anggota
konsorsium itu Northstar Pacific, yang dimotori Patrick Walujo,
anggota Sekoci— TIM   S-U-K-S-E-S   SBY dalam pemilihan presiden 2004…

Selamat membacanya…

Salam,

Ferizal Ramli

XXX

Assalam. w. w.,

Krisis keuangan yg dialami perusahaan Bakrie jadi topik laporan utama
di majalah Tempo.

Berikut linknya (salah satunya saya cut-and-paste di bawah):

http://tinyurl.com/6qskhs

http://tinyurl.com/5k68ac

http://tinyurl.com/5ggwbd

http://tinyurl.com/5kr7cm

Wassalam. w. w.,

Cepi Syies

-------------------------------------------------------------------

Kapal Bakrie Menahan Badai

Dibelit utang, beragam lobi—dari menjual saham hingga mencari
pinjaman—dijajaki Bakrie agar kapal tidak karam. Menteri Keuangan Sri
Mulyani bilang itu risiko bisnis.

AKHIR pekan-pekan belakangan ini bukan waktu berleha-leha buat para
broker di bursa saham. Sudah tiga pekan mereka dihantui rasa waswas
karena nilai saham yang digadaikan oleh PT Bakrie & Brothers Tbk.
untuk memperoleh pinjaman tergelincir di pasar modal. Sedangkan niat
Bakrie menjual sahamnya di PT Bumi Resources untuk menutup utang
masih diragukan.

Itu sebabnya, Ahad sore dua pekan lalu, belasan perusahaan broker—
dimediasi oleh manajemen Bursa Efek Indonesia—bertemu dengan Nirwan
Dermawan Bakrie di private dining room lantai enam Hotel Ritz-
Carlton, Pacific Place, Jakarta.

Inilah tatap muka pertama para broker dengan nakhoda kapal bisnis
Bakrie sejak keluarga itu kelimpung¬an dibelit utang. Nirwan datang
ditemani eksekutif kepercayaannya, Ari S. Hudaya, Direktur Utama Bumi
Resources. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah dan
Direktur Pencatatan Eddy Sugito ikut mendampingi.

Pertemuan itu dilakukan, kata Eddy, agar para broker mengetahui
langkah yang akan diambil Grup Bakrie untuk menyelesaikan seluruh
utangnya. "Ini sekaligus untuk meminimalisasi tekanan dan kepanikan
di pasar," katanya.

Kesempatan itu tentu saja digunakan para broker untuk bertanya
tentang kepastian pengembalian pinjam¬an yang mereka berikan, yang
jumlahnya ditaksir sekitar Rp 4 triliun. Mereka juga mempertanyakan
keseriusan Bakrie melepas saham Bumi.

Berbincang selama 45 menit, adik kandung Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie itu berjanji mengembalikan dana
mulai Kamis dan Jumat pekan lalu. Bahkan penjualan 35 persen saham
Bumi direncanakan tuntas pada Rabu.

Bakrie berlomba dengan waktu karena pinjaman dari sumber lokal dan
luar negeri yang belum dilunasi menyentuh US$ 1,192 miliar dan Rp
510,81 miliar, dengan tingkat suku bunga 8,5 persen sampai 20,75
persen.

Seluruh pinjaman itu didapat dari serangkaian aksi gadai saham anak
usaha Bakrie sepanjang April hingga September. Mengacu pada
kapitalisasi pasar lima bulan lalu, nilai kolateral saham yang
dijaminkan menembus US$ 6 miliar. Tapi kini nilainya susut tinggal
US$ 1,35 miliar. Nilai saham yang merosot hingga di bawah perjanjian
gadai membuat Bakrie harus menutup kekurangannya.

Tapi Bakrie & Brothers lagi bokek. Rasionalisasi terhadap portofolio
perusahaan mau tidak mau harus dilakukan. Karena itu, Nirwan
menegaskan, keluarga Bakrie siap kehilang¬an Bumi. "Dalam kondisi
seperti sekarang, tidak ada pilihan buat keluarga Bakrie selain
menjual aset terbaiknya," kata sumber Tempo di perusahaan broker
menirukan ucapan Nirwan.

Ternyata janji Nirwan masih sekadar janji. Hingga Jumat malam, para
broker belum menerima pembayaran. Kepastian penjualan saham Bumi pun
kembali mengambang.

Sumber Tempo di Kementerian Badan Usaha Milik Negara mengatakan
penjualan saham Bumi belum ada titik temu karena konsorsium Texas
Pacific Group, Northstar Pacific-Farallon, dan tiga perusahaan
tambang milik negara mengajukan penawaran US$ 1,28 miliar (Rp 12,8
triliun dengan kurs Rp 10.005 per dolar), atau setara dengan Rp 1.846
per lembar saham. "Harga itu di bawah ekspektasi Bakrie," katanya.
Nilai itu jauh di bawah posisi terakhir saham Bumi saat disuspensi 7
Oktober lalu, yakni Rp 2.175 per lembar.

Sedangkan keluarga Bakrie mematok harga US$ 2 miliar (Rp 20,1
triliun), atau Rp 2.916 per lembar saham. Tak cuma itu. Grup Bakrie
ingin memasukkan opsi bisa membeli kembali (buy back) 20 persen saham
Bumi dalam waktu tiga tahun. Konglomerasi yang dibangun Achmad Bakrie
sejak 1942 itu, kata sumber tadi, juga meminta posisi Ari S. Hudaya
sebagai Direktur Utama dan Nalinkant A. ¬Rathod sebagai Komisaris Bumi
tidak diganggu gugat.

Di pihak lain, pembicaraan di antara para anggota konsorsium itu juga
tidak mudah. "Perkawinan di antara mereka terkesan dipaksakan,"
katanya. Akibatnya, niat konsorsium membeli saham Bumi bercampur-baur
antara pertimbangan bisnis dan politik. Tiga perusahaan pelat merah
yang disebut-sebut masuk konsorsium adalah PT Tambang Batubara Bukit
Asam, PT Aneka Tambang, dan PT Timah.

Masalahnya, kemampuan finansial dan pengalaman Bukit Asam mengelola
bisnis batu bara diragukan. "Dari dulu perusahaan itu cuma
memproduksi 10 juta ton batu bara per tahun," kata salah seorang
pengusaha papan atas. Padahal, melihat cadangannya, mestinya produksi
Bukit Asam bisa digenjot.

Bekas salah satu anggota direksi emiten tambang mengatakan
keterlibatan Aneka Tambang dalam konsorsium juga mengandung
risiko. "Bukan kompetensi Aneka Tambang terjun di batu bara,"
katanya. Ia khawatir ke¬ikutsertaan perusahaan itu bisa mengurangi
perhatiannya ke bisnis inti. Padahal perseroan lagi punya pekerjaan
rumah seabrek.

Bantahan datang dari Direktur Utama Bukit Asam Sukrisno. Menurut dia,
konsorsium sama sekali belum menyampaikan penawaran. "Kami masih
mempelajari aspek keuangan dan hukum," ucapnya. Kalaupun nanti¬nya
memutuskan bergabung, perseroan akan tetap meminta persetujuan rapat
umum pemegang saham luar biasa.

Lagi pula, kata Direktur Keuangan PT Bukit Asam Dono Boestami, Ba¬krie
belum tentu menjual saham Bumi. "Kami tunggu saja penawaran resmi
dari mereka, baru mengajukan harga," katanya. Anggota konsorsium pun,
kata Sukrisno, masih bisa berubah.

Kalaupun ada pembicaraan antara Bukit Asam dan Aneka Tambang,
sifatnya masih prematur. "Semuanya masih wacana," kata Direktur Utama
Aneka Tambang Alwin Syah Loebis kepada Ari Astri Yunita dari Tempo.
Soal bergabung-tidaknya perusahaan ini ke dalam konsorsium,
Sekretaris Perusahaan Aneka Tambang Bimo Budi Satriyo belum bisa
memastikan.

Dari luar negeri, Bakrie mengaku telah diincar investor Australia,
India, Malaysia, dan Filipina. Penawaran itu tidak hanya menyangkut
harga dan struktur transaksi, tapi juga perjanjian pasokan batu
bara. "Proses negosiasinya memerlukan pertemuan intensif, yang
diadakan di Indonesia dan di luar negeri, sehingga memerlukan waktu,"
kata Direktur Bakrie & Brothers Dileep Srivastava dalam rilisnya.

Investor Malaysia yang dimaksud, kata Ketua Kamar Dagang dan Industri
Indonesia M.S. Hidayat, adalah Khazanah Berhad—perusahaan investasi
pelat merah milik negeri jiran itu. Sedangkan investor India tak lain
Tata Group.

Bila benar peminatnya kian banyak, boleh jadi transaksi tidak bisa
dieksekusi dalam waktu dekat. Suspensi terhadap saham Bumi, Energi
Mega Persada, dan Bakrie & Brothers pun bisa berlanjut. Padahal
Bakrie meminta suspensi diperpanjang sampai Selasa pekan ini.
Janjinya, penjualan Bumi dituntaskan pekan lalu.

Namun seorang analis menengarai Nirwan sengaja mengulur-ulur
waktu. "Dia bilang ada negosiasi, tapi belum tentu serius," katanya.
Apalagi, pekan lalu terbetik kabar, Bakrie juga bergerilya mencari
pinjaman. Salah satunya, kata sumber Tempo, menunjuk Cre¬dit Suisse
First Boston untuk mengatur pencarian pinjaman US$ 1,1 miliar.
Caranya lewat penerbitan surat utang yang bisa ditukar dengan saham.

Seorang pengusaha menambahkan, berlarut-larutnya soal ini juga karena
Bakrie agaknya berharap ada sentimen positif baik di Bursa maupun
terhadap saham Bakrie sendiri, sehingga ketika suspensi dibuka,
harganya tidak akan jatuh. Dengan begitu, ada harapan harga jual Bumi
akan lebih baik.

Berkali-kali ditanyai soal itu semua, Nirwan enggan
berkomentar. "Saya masih di luar negeri," katanya kepada Ismi Wahid
dari Tempo.


lll
KISRUH ini bermula ketika Ba¬krie & Brothers berniat memompa pe¬
nyertaan sahamnya di tiga anak usaha keluarga Bakrie (lihat "Dari
Krisis ke Krisis"). Ketiganya adalah Bumi Resources (35 persen),
Energi Mega Persada (40 persen), dan Bakrie Deve¬lopment (40 persen).
Akuisisi internal tiga anak usaha itu menelan fulus Rp 48,44 triliun.
Ditambah aksi korporasi lain, total dana yang dibutuhkan jadi Rp 51,3
triliun.

Sebagian dana aksi itu diperoleh melalui penerbitan saham terbatas Rp
40,118 triliun pada April 2008. Sisanya ditutup melalui pinjaman dari
Odickson Finance US$ 1,086 miliar, yang diperoleh dengan menggadaikan
saham Bumi, Energi Mega, dan Bakrieland. Padahal yang digadaikan
adalah saham yang akan diakuisisi.

Sepanjang Juli hingga Oktober, Bakrie kembali menggadaikan saham Bumi
dan Bakrie Sumatera Plantation untuk mendapatkan tambahan pinjam¬an.
Total pinjaman US$ 1,386 miliar dan Rp 560,81 miliar.

Para kreditor, kata Eddy Sugito, mau menerima jaminan berupa saham
anak usaha Bakrie karena kinerjanya bagus. Saham Bumi, misalnya,
pernah menembus Rp 8.550 pada 12 Juni 2008.

Siapa sangka, nilai kapitalisasi pasar saham Grup Bakrie menyusut 75
persen hanya dalam waktu sembilan bulan. Sementara awal tahun
nilainya Rp 283,83 triliun, per 6 Oktober susut tinggal Rp 70,83
triliun. Saham Bumi mencatat penurunan terendah, dari Rp 165,9
triliun tinggal Rp 42,2 triliun.

Keluarga Bakrie panik. Mereka harus menyetor uang muka kepada
kreditor US$ 500 juta untuk menutup selisih harga saham yang anjlok
dari batas minimum seperti disyaratkan dalam perjanjian gadai saham.
Bumi pun masih terbebani kewajiban me¬nyetorkan tunggakan royalti batu
bara dua unit usahanya: Kaltim Prima Coal (US$ 349 juta) dan Arutmin
(US$ 161 juta) ke kas negara.

Bakrie juga harus melunasi pembayaran PT Danatama Makmur kepada
investor setelah memerintahkan perusahaan itu membeli kembali saham
Bumi pada 26 dan 29 September 2008. Transaksi itu tercatat Rp 423,262
miliar. Jatuh temponya tanggal 6 dan 7 Oktober, dan ditalangi dulu
oleh PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia.

Berbagai kiat dikeluarkan. Sumber Tempo mengatakan, tiga pekan lalu,
Bakrie sempat mendekati para ¬taipan, seperti Putera Sampoerna, bos
Grup Artha Graha Tomy Winata, Grup Djarum, dan Indika kepunyaan
Sudwikatmono. Mereka ditawari saham Bumi.

Namun Tomy Winata menepis kabar itu. "Saya tidak ditawari dan tidak
menawar," katanya. Tapi sumber tadi mengatakan Tomy sejak awal tak
tertarik karena Bakrie tidak langsung melakukan deal khusus
dengannya, melainkan mempertandingkannya dengan calon investor lain
(Koran Tempo, 13 Oktober 2008). Hal itu jugalah yang mengganjal
Djarum dan Putera Sampoerna. "Ini sulit diterima," kata sumber
itu, "karena, buat bos-bos, pi¬lihannya adalah ikuti sepenuhnya cara
mereka atau tidak sama sekali."

Yang pasti, siasat yang ditempuh Bakrie kali ini berbeda. Sementara
pada krisis 1997 dulu Bakrie berani menukar utangnya dengan
kepemilikan saham, kali ini lebih mengedepankan jejaring koneksi
politik. Sumber Tempo mengatakan Nirwan dan Aburizal kedapatan
menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden, Selasa
tiga pekan lalu

Entah kebetulan entah tidak, sepekan setelah itu, mencuat wacana agar
pemerintah membantu Grup ¬Bakrie mengumpulkan dana US$ 1,2 miliar.
Usul itu dilontarkan Kamar Dagang dan Industri saat rapat paripurna
kabinet terbatas di Gedung Utama Sekretariat Negara. Namun Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolaknya. "Itu adalah risiko bisnis
yang harus ditanggung perusahaan," kata¬nya di tempat yang sama.
Akhirnya Presiden, kata M.S. Hidayat, ¬mengisyaratkan agar Bakrie
dibantu oleh perusahaan dalam negeri.

Tak aneh bila di pekan yang sama mengemuka rencana konsorsium BUMN
bersama swasta membeli 35 persen saham Bumi. Salah satu anggota
konsorsium itu Northstar Pacific, yang dimotori Patrick Walujo,
anggota Sekoci—tim sukses SBY dalam pemilihan presiden 2004.

Tapi juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, membantah bila
Yudhoyono dikatakan sampai mengadakan pertemuan khusus untuk membahas
penyelamatan Grup Bakrie. Niat konsorsium BUMN membeli saham Bumi,
kata Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, juga bukan atas saran
pemerintah. "Tapi pemerintah tidak melarangnya."

Sanggahan juga datang dari Jusuf Kalla. Ditutupnya tiga emiten Ba¬krie
berlama-lama, kata dia, bukan untuk melindungi kelompok usaha Ba¬
krie. "Suspensinya sesuai aturan, bukan perintah," katanya kepada
Anton Aprianto dari Tempo. Ini karena Ba¬krie butuh waktu untuk
menyelesaikan aksi korporasinya.

Sri Mulyani sendiri sudah memberi sinyal, pemerintah tidak akan
memberikan perlakuan khusus kepada emiten di pasar modal yang sedang
bermasalah. Jika ada perusahaan yang mengalami situasi khusus terkait
dengan anjloknya pasar modal, harus mengacu pada aturan pasar modal.

Ketua Badan Pengawas Pasar Mo¬dal dan Lembaga Keuangan Fuad Rahmany
meminta Grup Bakrie terbuka menjelaskan rencana divestasinya. Ia
khawatir beredar rumor negatif dari rencana bisnis Bakrie yang tidak
kunjung jelas.

Yandhrie Arvian, Setri Yasra (Beijing), Amandra Megarani, Gunanto

Utang Bakrie & Brothers

US$ 1.086 juta
(Sudah dibayar US$ 70 juta)
Kreditor: Odickson Finance
Jaminan: 3,739 miliar saham BUMI
4,760 miliar saham ENRG
3,796 miliar saham ELTY
Jatuh Tempo: April 2009

Rp 198 miliar (Current)
Kreditor: Recapital Securities
Jaminan: 116,6 juta saham UNSP
45,9 juta saham BUMI
Jatuh Tempo: Oktober 2008-Sep 2009

US$ 150 juta
(Sudah dibayar US$ 78 juta)
Kreditor: JP Morgan
Jaminan: 581,4 juta saham BUMI
Jatuh Tempo: Juli 2010

US$ 150 juta
(Sudah dibayar US$ 45,5 juta)
Kreditor: ICICI
Jaminan: 697,3 juta saham BUMI
Jatuh Tempo: Juli 2010

Rp 15 miliar (Lunas)
Kreditor: Sucorinvest Gani
Jaminan: 3,529 juta saham BUMI
Jatuh Tempo: Oktober 2008
Status: Lunas

Rp 231,8 miliar (Current)
Kreditor: PNM Investment Management
Jaminan: 59,122 juta saham BUMI
Jatuh Tempo: Januari-Februari 2008

Rp 10 miliar (Current)
Kreditor: Aldira
Jaminan: 11,450 juta saham UNSP
Jatuh Tempo: November 2008

Rp 35 miliar (Current)
Kreditor: Sarijaya Sekuritas
Jaminan: 86,3 juta saham UNSP
Jatuh Tempo: Desember 2008

Rp 50 miliar (Current)
Kreditor: Mandiri Sekuritas
Jaminan: 97,402 juta saham UNSP
Jatuh Tempo: Desember 2008

Rp 30 miliar (Current)
Kreditor: Dinar Sekuritas
Jaminan: 83,143 juta saham UNSP
Jatuh Tempo: Desember 2008

Keterangan: BUMI: Bumi Resources, UNSP: Bakrie Sumatera Plantation,
ENRG: Energi Mega Persada, ELTY: Bakrieland Development


Kirim email ke