Korban Gaza: Mereka Membombardir Kami Saat Sedang Bersujud 
[ 02/01/2009 - 02:44 ]    


Kairo – Infopalestina: “Saat kami sedang bersujud menghadap Allah, tiba-tiba 
kami mendengar raungan pesawat tempur Zionis Israel yang datang dari jauh. 
Tidak lama kemudian pesawat-pesawat pembunuhan itu memuntahkan bom-bom ke arah 
kami. Semua itu terjadi dalam hitungan menit hingga masjid yang kami ada di 
dalamnya dihancurkan dari atas kepala-kepala kami.”
Inilah kalimat yang menuturkan kepedihan. Yang menggambarkan aksi bombardemen 
pesawat tempur Israel ke rumah-rumah Allah di Jalur Gaza. Kalimat itu 
dituturkan Ramadhan Khaled al Afsy, salah seorang dari 13 korban luka yang 
sampai di rumah sakit Nasher di Kairo, Mesir, dari total 36 korban luka Jalur 
Gaza yang berhasil dibawa ke wilayah Mesir.
Khaled (27), menuturkan sisi lain “genosida Gaza yang kedua”. Dia mengatakan, 
“Saya adalah satu di antara warga kamp pengungsi Nusairat di Jalur Gaza. 
Bersamaan dengan dimulainya gempuran Israel ke seluruh wilayah Jalur Gaza Sabtu 
(27/12) siang lalu, saya bersama sekelompok orang berangkat menunaikan shalat 
dzuhur di masjid al Zahra, sebuah masjid kecil di kamp pengungsi Nusairat.”
Dia menambahkan, “Baru saja kami memulai pada rekaat pertama hingga 
missil-missil pesawat pembunuhan Israel menghantam kami saat kami sedang 
bersujud. Saya saat itu hanya bica memohon kepada Allah agar melindungi kami 
semua dari segala keburukan dan mengembalikan tipu daya mereka ke leher-leher 
mereka.”
Dia merasa bersyukur atas apa yang menimpanya, lebih baik dari apa yang menimpa 
yang lainnya. Khaled menuturkan, “Tiba-tiba saja masjid sudah dihancurkan total 
dari atas kepala-kepala kami. Bukan hanya masjid satu-satunya. Namun sejumlah 
rumah warga di sekitar masjid juga dihancurkan. Nasibku agak lebih baik. Karena 
saya berada di dekat pintu masjid yang dipenuhi dengan jamaah shalat. Saya 
berhasil dikeluarkan dengan segera dari bawah reruntuhan puing-puing masjid dan 
dibawa ke rumah sakit. Kami, 40 jamaah shalat tertimpa masjid dari atas 
kepala-kepala kami akibat bombardemen Israel. Saya tidak tahu sampai sekarang, 
apa yang terjadi pada mereka (jamaah yang lain).”
Khaled, meskipun mengalami patah tulang di kedua pundahknya dan sejumlah tulang 
rusuk serta terkena serpihan rudal di pinggang kanannya, sehingga membuatnya 
sangat sulit berbicara, namun dia terus melanjutkan penuturannya. “Sesampainya 
saya di rumah sakit as Shifa di kotaGaza, saya tahu bahwa Zionis Israel 
menjadikan masjid-masjid sebagai sasaran bombardemennya. Saya tahu 
pesawat-pesawat tempur Israel menghancurkan sejumlah masjid lainnya. Di 
antaranya adalah masjid as Shifa di barat Gaza, masjid al Qassam di Khan Yunis, 
masjid Imad Aqil di utara Jalur Gaza, masjid Abu Bakar ash Shidiq di kamp 
pengungsi Jabaliya dan masjid al Istiqamah di kota Rafah,” tuturnya.
Khaled, yang kini dirawat di lantai empat bagian gawat darurat di rumah sakit 
Nasher, Mesir, dengan bercucuran air mata melanjutkan penuturannya. “Saya 
memiliki 9 anak. Saya tidak tahu nasib sebagian dari mereka sekarang. Meskipun 
salah seorang anak saya sudah menghubungi saya dan menenangkan saya soal 
mereka, namun saya belum mendengar suara mereka. Saya cemas mereka tertimpa 
bahaya,” ungkapnya sedih.
Mengenai perjalanannya hingga sampai ke Mesir dia mengatakan, “Saya tinggal di 
rumah sakit as Shifa di Jalur Gaza selama dua hari. Selama itu kondisi saya 
terus memburuk. Senin malam saya sampai di Kairo setelah diangkut mobil ambulan 
dari kotaGaza ke perbatasan Mesir. Kemudian mobil ambulan di perbatasan Mesir 
membawa saya ke rumah sakit Arisy. Dari sana saya dibawa ke Kairo karena saya 
sangat membutuhkan tindakan operasi cukup rumit.”
Para Dokter Menangis 
Dengan suara bercampur cucuran air mata, Khaled menyerukan semua pihak segera 
membawa para korban luka agresi biadab Israel di Jalur Gaza ke Mesir untuk 
mendapatkan pengobatan. “Para dokter di rumah sakit-rumah sakit di Jalur Gaza 
menangir karena kengerian yang mereka saksikan dan sedikitnya kemampuan yang 
mereka miliki. Saya sampaikan kepada semua, rumah sakit-rumah sakit di Jalur 
Gaza sama sekali tidak memiliki apa-apa untuk mengobati korban. Semua penuh 
dengan korban luka.”
Di kamar sebelah Khaled, berbaring rekannya bernama Syukri Muhammad Riyad, yang 
menuturkan kondisi kerja pegawai medis di Jalur Gaza. “Saya bekerja di 
departemen kesehatan pemerintah Gaza di kota Rafah. Saat saya melakukan tugas 
mengevakuasi korban luka, kepala saya kejatuhan bagian tembok yang roboh dan 
membuat jaringan mata saya terputus.”
Dengan sangat sedih Riyad menegaskan, “Korban luka di rumah sakit-rumah sakit 
Jalur Gaza tidak mendapatkan apa-apa bahkan sekadar tempat untuk meringankan 
rasa sakit mereka. Kami semua berharap derita sakit itu bisa berkurang dengan 
pengiriman korban luka ke rumah sakit-rumah sakit Mesir dan sampainya bantuan 
Arab ke Jalur Gaza.” Hingga Selasa (30/12), jumlah korban luka yang sampai di 
Mesir baru 36 orang, sebagian besar mereka dalam kondisi kritis, untuk 
mendapatkan pengobatan yang semestinya.
Korban Terus Bertambah 
Sejak sabtu (27/12) siang jet-jet tempur Zionis Israel membombardir seluruh 
wilayah Jalur Gaza. Rumah-rumah warga, masjid dan fasilitas umum menjadi target 
bombardemen Israel. Hingga hari keenam, Kamis 01/01/09), jumlah korban gugur 
mencapai lebih 420-an syuhada dan lebih 2100-an terluka, 300-an di antaranya 
dalam kondisi kritis.
Menteri Kesehatan Palestina Dr. Baseem Naeem sebelumnya telah menegaskan bahwa 
korban pembantaian terbuka yang dilakukan Zionis Israel di Jalur Gaza sejak 
hari Sabtu (27/12), terus bertambah banyak. Terlebih ada ratusan korban luka 
yang dalam kondisi kritis dan puluhan lainnya masih di bawah puing-puing 
reruntuhan.
Naeen menegaskan persediaan obat-obatan dan kebutuhan medis lainnya sangat 
kurang untuk menghadapi kondisi darurat ini. Dia mengungakapkan ada 105 jenis 
obat-obatan utama yang stoknya nol, 225 kebutuhan medis lainnya stoknya juga 
nol. Sementara itu 93 bahan khusus laboratoriam stoknya juga nol.
Naeem mengatakan 50% mobil ambulan tidak bisa beroperasi karena tidak ada gas 
dan bahan bakar akibat blockade. Saat ini juga sangat dibutuhkan pembangkit 
listrik. Naeem menegaskan semua itu sudah terjadi sejak sebelum pembantaian 
yang dimulai Israel Sabtu lalu dan akibat blockade Israel. Dia mengatakan, 
“Agresi terjadi di tengah-tengah sikap diam Arab yang membunuh dan 
persekongkolan dunia.”
Dia menyatakan pasukan penjajah Zionis Israel tidak hanya menggempur 
isntitusi-institusi dan gedung-gedung namun mulai mengempur fasilitas-fasilits 
sipil dan rumah-rumah warga. Ada puluhan peringatan untuk mengosongkan rumah 
dan ancaman kepada para penghuninya akan dihancurkan di atas kepala mereka. Dia 
meminta pengiriman tim medis Arab dan rumah sakit-rumah sakit lapangan untuk 
membantu pengobatan korban luka di saat-saat korban tiba. Dia mengimbau 
Negara-negara Arab untuk mengirim obat-obatan dan kebutuhan medis secepatnya 
dan mengganti kekurangan mobil ambulan dengan mengirim mobil ambulan yang siap 
beroperasi.
Pihak Mesir sendiri tetap menolak membuka pintu gerbang Rafah untuk pengiriman 
obat-obatan, peralatan medis serta tim medisnya ke Jalur Gaza. Mesir hanya 
mengizinkan pengiriman korban ke gerbang Rafah untuk kemudian diangkut ke Mesir 
atau Negara Arab lainnya. 
Mengenai pengiriman korban luka melalui gerbag Rafah ke Mesir, Naeem 
mengatakan, “Ada kesulitan membawa korban ke luar Jalur Gaza. Padahal ada 
banyak korban luka yang sangat serius. Apapun upaya membawa korban dengan tidak 
aman justru membuat hidup mereka terancam bahaya. Kami masih ingat meninggalnya 
6 korban luka di Arisy terakhir.”
Dia mengatakan, “Kami siap membawa korban luka kapan kondisi mereka stabil.” 
Dia menegaskan bahwa pemerintah Haniyah sudah meminta mobil ambulan Mesir masuk 
ke Gaza untuk mengevakuasi korban namun mereka menolak dengan alasan politik. 
Naeem mengatakan, “Siapa yang ingin membantu rakyat Palestina dalam ujian ini 
maka harus memudahkan sampainya tim dokter dan rumah sakit lapangan masuk 
secepatnya pada saat-saat sulit di Jalur Gaza.”
Menurutnya, sudah ada ratusan dokter Arab yang menunjukkan kesiapan mereka 
untuk masuk ke Jalur Gaza. Sebagian mereka sudah bermalam di sisi perbatasan 
Mesir dari gerbang Rafah berharap bisa masuk. Namun otoritas Mesir menahan 
mereka.
Dia menambahkan, bahkan tim medis dari departemen kesehatan Palestina sudah 
berada di sisi Jalur Gaza dari gerbang Rfah sejak pagi untuk menerima bantuan 
medis Arab, namun otoritas Mesir tidak mengizinkan mereka masuk hingga saat ini.
Naeen mengucapkan terima kasih kepada Negara-negara yang sudah membantu seperti 
Qatar, Arab Saudi dan Libia. Namun pihaknya kembali meminta Mesir mempermudah 
masuknya bantuan ini dan membuka gerbang untuk masuk tim tim medis ke Jalur 
Gaza. (seto) 


      

Kirim email ke