dari tetangga, menarik untuk diikuti, membangun kembali
onfra struktur sosial di kampung-kampung yang kini sudah
kehilangan kontrol terhadap kehidupan elite kota.
maaf kalau ganda.





  

Mimbar Kampung: Vergadering Melawan Korupsi

Senin, 06 Desember 2009 | Ulasan

Oleh: Ulfa Ilyas*)

Jakarta (Berdikari-Online) - Vergadering atau rapat akbar menempati
ruang sangat penting dalam lembaran sejarah pergerakan nasional bangsa
Indonesia. Dia tidak bisa dilukiskan sebatas pertemuan massal, rapat
umum, atau pidato-pidato, namun melampaui semua itu; "Organ boeat bangsa
jang terperenta di H.O. Tempat akan memboeka swaranja
`anak-Hindia, "-demikian pernah ditulis Tirto Adhi Suryo, seorang yang
mempelopori pergerakan nasional ini.

Dalam setiap vergadering, setiap tokoh pergerakan bertatap langsung
dengan rakyat, dan mengungkapkan persoalan-persoalan dengan lugas,
terang, dan mudah dipahami. Dengan begitu, rakyat mulai menemukan cara
baru dalam memandang persoalan atau keadaan, lalu mereka menyimpannya
sebagai bentuk kesadaran baru.

Inspirasi besar ini, yang berurat dan berakar dalam sejarah pergerakan
nasional, mendasari sejumlah organisasi pergerakan di Jakarta untuk
membuat acara serupa; mimbar kampung. Bedanya, kalau vergadering masa
itu mengutuk penjajahan Belanda, sementara mimbar kampung ini mengutuk
korupsi yang mengakar dalam sistem politik negeri ini.

Mimbar kampung ini diorganisir oleh sejumlah organisasi pergerakan,
diantaranya Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Partai Rakyat
Demokratik (PRD), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI),
Serikat Tani Nasional (STN), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
(LMND), dan Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker). Ini berlangsung di
puluhan titik perkampungan di Jakarta, diantarnya Kp. Guji Baru Kebon
Jeruk, Kp.Kapuk Cengkareng, Angke Tambora, Kp. Bedeng Cengkareng,
Kembangan, Kp. Kebon Pala, Penjaringan, Kp. Kali Baru Cilincing, dan
lain-lain.

Dalam acara itu, tokoh politik dan aktivis pergerakan silih berganti
menyampaikan pidato politik, sementara rakyat melemparkan pertanyaan dan
tanggapan. Menurut Henri Anggoro, salah satu panitia pelaksana, mimbar
kampung selalu dikunjungi ratusan orang, dan rata-rata merupakan warga
setempat. Setiap pidato mendapatkan sambutan hangat. Setelah itu, setiap
warga boleh unjuk tangan untuk mendapatkan kesempatan bertanya atau
menyanggah.

Persoalan korupsi memang sedang menyeruak, terutama semenjak isu
kriminalisasi terhadap KPK dan isu skandal Bank Century. Namun, isu
besar ini masih menggelinding di kalangan elit politik dan sebagian
kelas menengah. Sementara kalangan bawah-pekerja, petani, miskin kota,
yang seharusnya lebih peka terhadap kasus ini, masih terlihat kurang
aktif dalam merespon persoalan bangsa ini.

Karena itu, menurut Lalu Hilman Afriandi, koordinator pelaksana acara
ini, ini merupakan ajang untuk mensosialisasikan isu korupsi dan bank
century secara lebih mendalam dan meluas kepada masyarakat. Dengan media
ini, lanjutnya, rakyat punya kesempatan langsung untuk mempertanyakan
dan menggali informasi mengenai persoalan ini.

Korupsi memang sudah berurat dan berakar dalam sistem politik di
Indonesia. Semenjak jaman kolonial hingga ini, perekonomian Indonesia
dibuat meradang oleh penyakit sosial paling memalukan ini. Setiap tahun,
banyak anggaran negara dikorup oleh pejabat, baik pejabat tinggi maupun
pejabat rendahan.

Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan terkemuka di negeri ini,
pernah mengatakan, korupsi terjadi karena konsumsi lebih besar dibanding
konsumsi. Di kalangan pejabat, misalnya, tingkat konsumsi untuk
membiayai kemewahan mereka selalu lebih besar dari nilai gaji atau
pendapatan.

Dengan demikian, mengikuti argumentasi Pram, korupsi akan sulit
diberantas apabila tidak melibatkan pergantian sistem. Ini akan
berbicara soal kebudayaan, politik, dan pilihan sistem ekonomi. Pendek
kata, seluruh bangunan sistem sekarang ini harus dirombak menjadi
bangunan baru.

Dengan mimbar kampung ini, persoalan korupsi dan akar penyebabnya bisa
meresap dalam pengetahuan rakyat. Dengan kesadaran baru, nantinya,
rakyat akan menjadi elemen penting dalam gerakan pemberantasan korupsi
di negeri ini.

Disamping itu, mimbar kampung ini bisa menjadi media counter-hegemony
dari media mainstream, khususnya media yang berposisi mendukung rejim
berkuasa. Setiap hari, media menyajikan informasi mengenai isu skandal
century secara terbatas, dan seringkali menutupi kaitan-kaitan penting
kasus ini dengan kekuasaan lebih luas.

*) Staff redaksi Berdikari Online.

Ulasan artikel ini dapat dilihat di :
http://papernas. org/berdikari/ index.php? option=com_ content&task= view&id=\
601&Itemid=44
<http://papernas. org/berdikari/ index.php? option=com_ content&task= view&id\
=601&Itemid= 44>

[Non-text portions of this message have been removed]


 


      

Kirim email ke