Facebook oh Fasbuk
 
 
Jemariku semakin kaku merangkai kata demi kata untuk kemudian merajutnya 
menjadi sebuah kalimat. Aku sudah semakin kehilangan di belantara ribuan kata 
yang berjejal dari mulai mailinglist, blog, situs jejaring massa yang kian 
atraktif hingga kita bisa saling coret-coretan pesan layaknya siswa yang baru 
saja lulus ujian nasional. Beragam pesan mulai dari kesan, rencana kegiatan, 
kutipan diari, sumpah serapah, suasana hati, termasuk juga saat lapar. Ada pula 
yang meninggalkan pesan floating, mengambang. Penuh titik-titik seperti 
menggoda kepada para teman untuk memberikan komentar. Selanjutnya berderetlah 
pesan-pesan berbalas pantun tersebut dan setelah itu cukup sampai disitu. 
(speechless?)

Semua status yang dipajang di dinding depan profil sebagai sebuah papan 
pengumuman dari si pemilik pesan. Ada yang keranjingan mengupdate setiap 
beberapa menit sesuai perintah isi hati.bagi yang tekoneksi via handphone maka 
kemana handphone dibawa ia seperti bercerita di beranda depan. Selanjutnya bisa 
ditebak, sang pemilik seperti hendak menulis papan pengumuman daftar caleg di 
kantor KPU. Berderet panjang dan masing-masing tersedia kolom untuk 
dikomentari. Facebook sebagai sebuah terobosan jejaring massa yang menyihir. 
Setiap saat hati tergelitik untuk mengupdate status, mencari jejak dari 
teman-teman lama masa silam, mengomel, berkomentar, sampai ragam permainan yang 
tidak henti memaksa agar tetap setia 'nongkrong' di facebook. Sihir facebook 
memang seperti mantra-mantra yang melenakan. Bahkan mantra ini pun sampe 
menembus pagar gaib masa silam hingga masa kini. Tempat dulu kita pernah 
mengenal sahabat,teman, artis, politikus, aktivis, dan sebareg
 lainnya.

Semula saya enggan membuat akun di facebook. Alasan idealis saya siapkan 
berantai jika ada yang teman yang menanyakan akun afacebook saya, mulai dari 
facebook punya orang yahudi lah, saya sudah punya blog dan jejaring massa 
sendiri lah, sibuk dan tidak punya waktu karena setiap hari dikejar hapalan 
yang mesti disetor ke Ustad Shaleh-Imam Mesjid East-Ruwais, sampai ke soal 
tugas sebagai ayah yang harus berbagi peran dengan isteri. Namun semua berubah 
tatkala seorang teman lama..lamaaa sekali secara tidak sengaja melemparkan sms. 
Beberapa bait percakapan terjadi akhirnya ia menanyakan akun facebook saya. 
Saya tidak sampai hati menolak, maka saya buka akun baru. Selanjutnya, perlahan 
saya mulai rajin mengisi, meng add, me receive, meng update,ikutan game dan 
ikutan sebagai pendukung anu, program ini, yang saya sendiri makin tidak 
mengerti output actionnya seperti apa. Perlahan, hapalan qur'an saya kedodoran, 
blog saya semakin usang, email bertumpuk, dan
 yang tragis kedua anak lelaki saya berteriak agar dekstopnya jangan diduduki 
sendirian. oopss.!

Bagaimana kisah lainnya? Facebook memang mengasyikkan, bukan?

Ada juga anak manusia yang harus membuat 'account' sampai seri ke-3 karena akun 
pertama dan kedua sudah full terisi ribuan friends. Bagi seorang biasa yang 
meng'add' seorang yang terkenal mungkin berpikir ini saatnya berteman sekalipun 
sebatas facebook. Sekedar kebiasaan usang dari penyakit narsisme. Bagi sang 
pemilik akun 3 seri mungkin sedang dikejar target mencapai rekor 'the 
facebooker who is too muaach friends". jIka saja profil beserta teman-temannya 
bisa dikilo, mungkin berkuintal beratnya.Bagi yang berpikir marketing in 
everywhere maka langka pertama masuk ke kotak search, klik nama selera 
nusantara kemudian add as friends sebanyak-banyak. Ketika diterima sang 
marketing langsung menggelar 'stand kaki lima' disertai ucapan menggelegar 
'Salam kompakk dan super duper semangatt". 

Kisah manusia lainnya yang masih terbelit asmara masa silam. Seperti mimpi 
buruk yang sesekali datang ketika kamis malam Legi. Asmara cinta usang 
sisa-sisa dari cinta monyet ini memang menu gurih tersendiri jika dicampur 
lantunan musik-musik 80 s. Jika ada lorong waktu yang bersembunyi di 
semak-semak mungkin manusia jenis ini sudah lama bergumul di dalamnya. Malang 
tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Semua lembaran kisah cinta itu 
hilang saat pindah kontrakan atau tersapu banjir. Kenangan tentang si dia 
menjadi berdebu menumpuk di album-album lama. Tak ada harapan untuk menemukan 
kembali. Padahal mungkin hanya sekadar ingin melihat, mendengar, atau menyapa 
sudah berapa putranya. Dan ajaib..Mark Zugenberg rupanya bernasib sama..dan 
lahirlah facebuk yang konon sebagai usahanya mencari teman contekan ketika 
elementary school dulu. Para manusia penasaran itu akhirnya lega saat mereka 
dipertemukan kembali dengan mantan teman petak umpet, teman
 surat-suratan, teman jalan kaki, teman bolos waktu SMA, teman di organisasi 
terhormat baris berbaris dan yang paling indah saat melihat profil mantan 
pasangan cinta monyet. Sambil berdesir ditatapnya foto mantan kekasih. 
Sekumpulan frame dari beberapa adegan masa lalu diputar ulang dalam kotak kecil 
ingatan. Debu-debu yang menempel pada album biru ditiup perlahan, diusap, dan 
dibuka perlahan-lahan. Tersenyum sendiri (ini yang diprotes anak-anak kita, 
dikira ibu atau ayahnya kena sawan burung perkutut), geli ternyata. Kesadaran 
sebenarnya memang butuh waktu yang sangat lama untuk kembali. Tapi..semua 
memang terasa singkat. Biarlah, ia bahagia bersama pedamping setia dunia 
ahiratnya (dangdut banget!).



Saya menikmati waktu sebagai sesuatu yang tidak ada. Malam, siang, tahun 
berganti, bulan, nama-nama hari semua hanya penandaan yang dibuat waktu kemarin 
sore saat anak-anak Adam berdebat agar diberikan penandaan waktu untuk 
keperluan menagih hutang. Soal hutang memang harus tepat waktu karena itulah 
angka-angka di almanak kita menjadi penuh. Bagi saya, waktu ada dan tiada sam 
saja halnya. Manusia tidak sedang maju ke depan atau berjalan mundur ke 
belakang. Depan atau belakang, manusia tetap menusia sedari Adam sampai hari 
ini ia akan berkutat dengan bermacam konflik, tragedi, cinta, persahabatan, 
permusuhan, dendam, rindu, dan semua yang sudah tercatat oleh Sang Pencipta. 
Itulah sebabnya Roland Emmerich berani membuat film 10000 bc yang bertemakan 
cinta antara D'leh dan Evolet. Film memang rekaan, fiksi tetapi dalam kontek 
sebenarnya kita bisa menemukan kisah perseteruan Habil dan Qabil dalam 
memperebutkan the blonde Iklima. Arti dari semua ini adalah,
 maju atau mundurnya waktu kehidupan kita di dunia sebenarnya sama saja. Apa 
yang terjadi dahulu juga terjadi esok nanti. Kita semua seperti sedang 
melangkah di atas mistar yang panjangnya sudah ditentukan.

Facebook oh facebook. Aku sudah menemukan yang saat lalu matahari baru saja 
terbenam dan kini aku berdiri di depan dinding penuh coretan. Kita saling 
memandang satu sama lain seperti baru kemarin saja kita tidak bertemu. Kita 
berdiri berhadapan untuk kemudian menyapa di pagi hari. Seperti tidak ada yang 
terjadi. Begitu singkat sekali hidup ini. Dan kita masih asik mencoreti 
dinding..entah apa yang kita cari dalam hidup ini...



Tepian teluk Persia, Rub al Khali
dipenggalan waktu saat bumi sedang gelap.




      

Reply via email to