Orang Endonesha itu bangsa yang paling tidak menghargai nyawa manusia.
Membunuh gara2 bola, gara2 duit cepek, bahkan gara2 "ngeliat doang"
udah bukan barang aneh. 

Tidak ada keinginan melindungi nyawa2 yg sering melayang akibat
buruknya transportasi umum, buruknya perlindungan TKI, buruknya
infrastruktur, dll meskipun secara statistik nyawa yg hilang udah
ratusan atau ribuan. 

Bangsa yg hidup dengan keteladanan orang2 jahat, akan menghasilkan
bangsa bermental penjahat. Bentuk keteladanan yg di konsumsi publik
setiap hari: Korupsi menjadi acuan standar sosial, anarki agama lebih
tinggi dari UUD, KRiminal yg ga masuk penjara, Napi yg bisa keluar
kapan saja, Andai kata dijadikan satu fakta kebenaran, dll

Di dunia orang jahat, perbuatan baik adalah bahan tertawaan atau
bahkan bentuk kelainan. ORang baik adalah orang2 yg sangat
menyebalkan, sering dijauhi, kalau perlu dijatuhi hukuman. 

Membunuh bukan lagi suatu hal yg perlu dipikir panjang karena segala
konsekuensinya. Membunuh ibarat bohong kecil2an. Itu sebabnya banyak
pembunuh yg menangis melolong2 dan menyesal setelah tau akibat
membunuh itu ternyata sangat merugikan dirinya, padahal waktu
ditangkep ga ada sedikitpun gurat penyesalan.



--- In zamanku@yahoogroups.com, Vincent Liong <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> alternatif kasus Ryan: Dorongan Membunuh, Rasa Keadilan dan
Perhitungan Manfaat
> e-link diskusi:
http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/3874 
> http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/24569 
> note: telah diralat/dikoreksi:
http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/3873
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/24568 
> 
> 
> 
> 
> Dorongan Membunuh, Rasa Keadilan dan Perhitungan Manfaat
> -alternatif pembahasan kasus Ryan / Verry Idam Henyansyah-
> 
> Ditulis oleh: Vincent Liong / Liong Vincent Christian
> Tempat, Hari & Tanggal: Jakarta, Senin, 11 Agustus 2008
> 
> 
> 
> Ketika lahir, seekor singa memiliki dorongan untuk tumbuh dan
memperjuangkan kelangsungan hidupnya (eros), untuk bisa tetap hidup ia
perlu membunuh hewan lain (pathos), kegiatan membunuh memiliki
konsenkwensi dirinya tetap hidup karena masih tercukupi kebutuhan
makanannya dengan memakan daging hewan tersebut, hewan lain mengalami
kematian (tanatos) dan pada akhir hidupnya seekor singa tesebut pun
akan mengalami kematian. Tiap dorongan baik eros, pathos maupun
tanatos memiliki klimaks orgasmenya sendiri-sendiri seperti kenikmatan
dalam hubungan seksual. 
> 
> Sebagai makhluk hidup pemakan segala; pemakan daging dan
tumbuh-tumbuhan manusia juga turut mewarisi insting yang dimiliki oleh
hewan pemakan daging. Jadi ada tiga macam dorongan yang sifatnya tidak
disadari, yang mempengaruhi segala tindakan yang dilakukan manusia,
yaitu: Eros(dorongan untuk hidup), Pathos(dorongan untuk membunuh) dan
Tanatos(dorongan untuk mati). 
> 
> 
> Di zaman ini banyak sekali penelitian mengenai ranah eros pada
manusia, tetapi penelitian tentang pathos dan tanatos sangat jarang,
karena meneliti dan membahas dorongan membunuh dan dorongan kematian
dianggap kejam, tidak manusiawi dan tidak beradab. 
> 
> Banyak usaha dilakukan untuk mengabaikan, meniadakan dan menekan
dorongan membunuh dan dorongan kematian ini, misalnya dengan
pendidikan agama dan nilai moral tentang apa yang baik dan tidak baik
untuk dilakukan. Dalam pendidikan ini diasumsikan bahwa manusia pada
dasarnya adalah baik, dan memiliki derajat yang lebih tinggi daripada
binatang, sehingga diharapkan dapat meniadakan prilaku kebinatangan
tersebut. Permasalahannya: Apakah dorongan naluriah tersebut bisa
diabaikan atau ditiadakan? Atau yang terjadi adalah dorongan naluriah
tersebut hanya ditekan saja? 
> 
> Bilamana dorongan membunuh dan dorongan kematian tersebut hanya
dapat ditekan, tidak dapat dihilangkan atau ditiadakan; maka ada
resiko bila tumpukan dorongan yang ditahan tersebut telah mencapai
tingkat tertentu, maka seperti ember yang terus-menerus diisi air
lama-lama akan luber tidak terkontrol. 
> 
> 
> Orang gila adalah orang yang tidak menyadari kegilaannya, sehingga
kegilaan tersebut dapat muncul tiba-tiba dengan tidak terkontrol;
Kalau seseorang telah mampu menyadari kegilaan-kegilaan yang
dimilikinya, maka tentunya orang tersebut tidak akan kelepasan
melampiaskan kegilaannya di tempat yang tidak semestinya. Pada
tempat-tempat tertentu suatu kegilaan bisa dilampiaskan tanpa
merugikan pihak lain di luar diri kita. Dan pada tempat yang lain
pelampiasan kegilaan dapat merugikan pihak lain, yang menimbulkan
konsekwensi; orang lain tersebut merespon dengan membalas merugikan
diri kita. 
> 
> “Kesadaran” itu; Seperti tuntutan akan keadilan yang selalu
terbatasi oleh perhitungan manfaat (untung-rugi); Seperti kebebasan
yang semakin bebas maka tuntutan tanggungjawab juga semakin besar;
Seperti manusia membuat sistem-sistem untuk menguntungkan dirinya,
pada akhirnya diperbudak oleh sisitem-sistem yang diciptakannya sendiri. 
> 
> 
> Ketika saya memiliki suatu dendam, karena di masa lalu seseorang
pernah merugikan saya, bahkan sampai mengancam keselamatan nyawa
anggota keluarga saya. Dalam hati tentunya saya ingin membalas dendam
untuk menuntut keadilan. Bila saya tidak memiliki kesadaran, tentunya
saya saat ini telah melakukan pembalasan dendam karena saya memiliki
kemampuan untuk melakukannya. Tetapi nyatanya, sampai hari ini saya
belum melakukan pembalasan dendam. Mengapa saya belum melakukan
pembalasan dendam?! Kata Kong Hu Cu; “Manusia melakukan apa yang
menguntungkan dirinya.” 
> 
> Pembalasan dendam belum tentu menguntungkan diri saya. Memang, kalau
saya membalas dendam maka ada perasaan puas yang saya dapatkan, karena
saya merasa telah mendapatkan keadilan. Tetapi konsekwensinya, saya
bisa saja mendapatkan hukuman baik secara fisik (dipenjara), materi
(waktu, pikiran dan tenaga terbuang ke semangat membalas dendam dan
melupakan urusan yang lain), maupun moril (bisa terjadi balas berbalas
dendam tidak berujung). 
> 
> Kalau saya tidak membalas dendam, maka konsekwensinya perasaan puas
karena keinginan mendapatkan keadilan tidak terpenuhi. 
> 
> Atau ada cara lain agar perasaan keadilan tetap terpenuhi dan
pembalasan dendam tidak perlu dilakukan? Caranya adalah dengan tidak
bertindak apa-apa, maka secara alami musuh saya (orang yang pernah
merugikan saya tersebut) akan terpancing untuk terus berusaha mencari
kebenaran dan keadilan bagi dirinya, tanpa memperhitungkan perhitungan
manfaat (untung-rugi) dalam hubungannya dengan pihak lain, termasuk
diri saya. Akibatnya orang tersebut akan bisa merugikan pihak lain
(bukan saja diri saya), sehingga makin banyak pihak akan menuntut
keadilan atas kejahatan orang tersebut. 
> 
> Dorongan mengadili pihak lain berkonsekwensi diadili pihak lain.
Seperti Iblis yang sebelum berkhianat kepada Allah Yang Esa adalah
malaikatnya yang setia, pada akhirnya berkhianat karena
ke-angkuhan-nya untuk merasa berkemampuan mengerti kebijaksanaan Allah
Yang Esa, yang memacu dirinya berusaha menegakkan keadilan yang adalah
kebijaksanaan Allah Yang Esa. 
> 
> 
> Kesadaran akan membunuh dan mati dibunuh, mengadili dan diadili,
kebebasan dan tanggungjawab didapatkan ketika seseorang menyadari
pengalaman dari dua peran yang berbeda, satu peran terhadap peran yang
lain. Banyak pemerintahan memiliki caranya masing-masing dalam
menanggulangi dorongan membunuh dan dorongan kematian ini, misalnya
dengan pertunjukan gladiator dan berbagai jenis eksekusi mati di depan
khalayak umum yang telah terjadi dalam sejarah peradaban manusia;
telah terbukti secara signifikan menurunkan tingkat kriminalitas.
Menyadari membunuh orang lain dan menyadari dibunuh orang lain ketika
berempati menonton pertunjukan gladiator dan eksekusi mati di depan
publik; menteror masyarakat dengan pemenuhan kebutuhan dorongan
membunuh dan dorongan kematian, sehingga maksyarakat memiliki
kesadaran akan rasa keadilan yang selalu berhadapan dengan perhitungan
manfaat.         
> 
> Masing-masing negara yang tidak memiliki pertunjukan gladiator dan
berbagai jenis eksekusi mati di depan khalayak umum seperti Indonesia,
memiliki cara berbeda dalam melampiaskan dorongan membunuh dan
dorongan kematian; misalnya dengan semangat mendukung kesebelasan
sepakbola yang disukai, baik di pertandingan di dalam dan luar negeri
(semangat menang dan semangat kalah). 
> 
> Tetapi sayangnya tetap saja ada yang tidak tersadarkan oleh semangat
nonton sepakbola dan sejenisnya, sehingga akhirnya memilih untuk
melampiaskannya, dengan cara yang tidak disadari konsekwensi
perhitungan manfaat (untung-ruginya); misalnya yang baru-baru ini
terjadi yaitu tindak kejahatan Verry Idam Henyansyah alias Ryan yang
membunuh dan memotong-motong korbannya. 
>    
> 
> Orang gila adalah orang yang tidak menyadari kegilaannya, sehingga
kegilaan tersebut dapat muncul tiba-tiba dengan tidak terkontrol;
Kalau seseorang telah mampu menyadari kegilaan-kegilaan yang
dimilikinya, maka tentunya orang tersebut tidak akan kelepasan
melampiaskan kegilaannya di tempat yang tidak semestinya. Pada
tempat-tempat tertentu suatu kegilaan bisa dilampiaskan tanpa
merugikan pihak lain di luar diri kita. Dan pada tempat yang lain
pelampiasan kegilaan dapat merugikan pihak lain, yang menimbulkan
konsekwensi; orang lain tersebut merespon dengan membalas merugikan
diri kita. 
> 
> 
> 
> Ttd,
> Vincent Liong / Liong Vincent Christian
> founder of Kompatiologi
> Jakarta, Senin, 11 Agustus 2008 
> 
> 
> Download for Free (tidak perlu membership) Update Terbaru
> E-Book “Kompatiologi : Logika Komunikasi Empati”
> e-link:  http://antonwid.gilaupload.com
> * file PDF:  http://antonwid.gilaupload.com/Kompati_LKE.pdf
> * file Ms.Word:  http://antonwid.gilaupload.com/Kompati_LKE.rtf
> File PDF dan RTF(Ms.Word) bebas virus sehingga aman untuk didownload.
> 
> Send instant messages to your online friends
http://au.messenger.yahoo.com
>


Kirim email ke