Tyranical Dictactorship Tidak Akan Berubah Di Iran Syariah Islam itu adalah system kekuasaan diktaktorship yang "Tyranical" yang mengekploitasi umat dan rakyatnya untuk kepentingan penguasa dan keluarganya, dan kroni2nya saja. Sedangkan kesejahteraan rakyat atau umatnya cuma berupa janji pahala yang akan dibayarkan Allah bukan merupakan hadiah dari negara atau penguasanya untuk pengabdian yang diberikan rakyat atau umatnya. Hal inilah yang bisa anda temukan disemua negara2 Syariah.
Tidak Mungkin dan Tidak Bisa Ada Perubahan di Iran, karena system konstitusinya memang seperti itu berdasarkan Syariah. Meskipun Syiah dan Sunni mengandung perbedaan2 yang besar dalam pemahaman Syariahnya, namun perbedaan2 itu hanya labelnya saja bukan mencakup perbedaan management ketata negaraannya. Pelanggaran2 memang bisa berlangsung dan terjadi dimanapun disemua negara2 diseluruh dunia, namun tindakan terhadap para pelanggar dilakukan secara adil tanpa pandang bulu sudah ber-abad2 ditegakkan berdasarkan hukum yang berlaku. Sebaliknya dengan Syariah Islam, pelanggaran hanya ditindak berdasarkan vested-interest dari penguasanya dan tidak perlu sejalan dengan hukum yang berlaku. Kalo pelanggaran itu dilakukan oleh keluarga atau kroni si penguasa, maka pelanggaran itu dilindungi dan saksinya dibunuh. Sebaliknya, terhadap yang dianggap musuh atau mereka yang dibenci bisa ditimpakan tuduhan fitnah sebagai pelanggaran dengan merekayasa saksi2 palsu. Bahkan terhadap yang bukan keluarga/kroninya seringkali dihukum meskipun tidak pernah melakukan pelanggaran. Hal2 seperti inilah yang berlangsung sepanjang sejarah Syariah Islam, sejak nabi Muhammad masih hidup, Aisyah tertangkap basah berzinah, dan Ali sebagai pemimpin berusaha menghukumnya. Namun karena Ayahnya, Abu Baqar menganggap dirinya sebagai sahabat nabi, maka tuduhan itu dianggapnya fitnah, bahkan saksi2nya diculik dan dibunuh, kemudian kejadian ini menjadi pertikaian yang besar sehingga nabi Muhammad sendiri jadi korban dan menemui ajalnya dimana Ali seumur hidupnya di-kejar2 akhirnya juga berhasil dijagal. Amerika sudah mengeluarkan pernyataannya, yaitu tak mau ikut campur dalam kemelut politik di Iran. > "sunny" <am...@...> wrote: > Shaken by the protest, the supreme > leader Ayatollah Ali Khamanei asked > the 12-member Guardian Council to > investigate the challengers' > complaints. The Council is the > ultimate authority for validating > the poll. Masalahnya, memang sudah salah systemnya sehingga tak bisa ada calon yang bisa disupport karena dalam system yang salah akan menghasilkan juga suksesi yang salah. > Its result, leaked to the > Sunday Times of London, showed > 58% backing Mousavi. Little wonder > that the official result of 62.6% > for the incumbent and nearly 34% for > Mousavi - collated and announced > within two hours of the polling > ending at midnight without the > presence of the candidates' > monitors - came as a shock to most > people in Iran and abroad. Cara pemilu di Iran itu tidak tercantum dalam Syariah Islam, sehingga pemilu yang berlangsung itu hanyalah basa basi memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa2 dalam kaitannya dengan kewajiban setiap anggauta untuk penegakkan Demokrasi dan HAM. Oleh karena itulah, tak peduli siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetap seorang presiden hanya syah bila diangkat, ditunjuk, dan dilantik oleh pimpinan tertinggi dewan majelis Ayatollah. > Since then, among the varying > statistics that have appeared > on the opposition websites, one, > attributed to an "informed source" > in the Interior Ministry, gives > Mousavi 57.2% of the vote, > Ahmadinejad 28%, and the remaining > two contestants together nearly 15%, > versus the 3% accorded to them by the > official count. Jadi sebelum pemilu itu dilangsungkan, sang Ayatollah itu sudah menetapkan si A ini yang harus jadi presiden, maka apabila dalam pemilu yang berlangsung kemudian kebetulan si A mendapatkan dukungan suara terbanyak, maka banyak orang mengira si A itu jadi presiden karena menang dalam pengumpulan suara. Namun celakanya, si A ini ternyata suaranya jeblok cuma dapat 17%, tapi karena berdasarkan konstitusi Syariah itu kekuasaan untuk mengangkat presiden berada ditangan Ketua Majelis Dewan Ayatollah, maka sang Ayatollah langsung mengumumkan si A sebagai yang terpilih menjabat presiden meskipun pengumpulan suaranya cuma 17% terkalahkan oleh saingan yang lainnya. Masyarakat di Iran sendiri terkecoh karena mereka sama sekali tidak memahami cara2 Syariah yang sebenarnya, apalagi dibandingkan dengan Demokrasi. Kebanyakan ulama sering mendakwahkan se-olah2 Demokrasi itu asalnya dari Islam. Dan apabila kejadian seperti kasus sekarang ini, maka bisa dipastikan kerusuhan akan berlangsung terus sampai satu dari lawannya hancur. Dalam Islam tidak ada kata mengalah ataupun kompromi dengan musuh, yang ada cuma kata2 hancurkan musuh dan kerusuhan akan berlangsung abadi hingga ada yang bisa memiliki kekuatan yang absolut yang dalam hal ini hanya bisa dicapai melalui pembunuhan2 massal. Ny. Muslim binti Muskitawati.