Precedence: bulk


KIAN BESAR TUNTUTAN MENDISKUALIFIKASI GOLKAR

        JAKARTA (SiaR, 26/5/99), Dahulu berjaya, kini nelangsa. Kira-kira ungkapan
itu pantas ditujukan pada Partai Golkar. Berbagai kalangan kini terus
menuntut agar partai berlambang pohon beringin itu didiskualifikasi dari
keikutsertaan mereka pada Pemilu bulan Juni 1999 mendatang menyusul berbagai
pelanggaran berat yang dilakukannya.

        Menyusul insiden di Kantor DPD Partai Golkar DKI Jakarta Senin (24/5) lalu,
maka Wakil Ketua Pengawas Pemilihan Umum Pusat (Panwaslu) Todung Mulya Lubis
dan Ketua Panitia Pengawas Pemilu Daerah Tingkat I (Panwasda I) DKI Jakarta
Benny Johan Simatupang, Selasa (25/5) kemarin menegaskan, bahwa pihaknya
kemungkinan akan memberikan sanksi hukuman berat kepada Partai Golkar.

        Pasalnya, para satgas Golkar tidak hanya memperlengkapi diri dengan senjata
tajam golok, tapi juga ditengarai melakukan kekerasan dan perampokan
terhadap salah seorang anggota Panwasda, H Abi Ichwanudin. Abi selain
dirampas jam tangan Seiko-nya, juga dikuras isi dompetnya yang berisi uang
Rp 350 ribu. Abi sendiri hadir di sana dalam kaitan tugasnya sebagai
pengawas pelaksanaan Pemilu. 

        Sejumlah saksi mata menuturkan, ketika peristiwa perampokan tersebut,
beberapa orang yang ditengarai satgas Golkar, berpakaian hitam-hitam, dengan
golok, mengancam Abi. "Siapa kamu, apa kerjamu di sini mencatat-catat.
Kemarikan itu," ucap orang-orang tersebut kasar seraya merampas block-note Abi.

        Baik Mulya Lubis maupun Benny Simatupang menyebutkan, bahwa penggunaan
senjata tajam ---termasuk oleh para satgas parpol-- tidak dibenarkan dalam
setiap aktivitas yang berkaitan dengan kampanye. Abi sendiri berencana akan
mengadukan apa yang dialaminya ke kepolisian.

        Selain insiden di Kantor DPD Partai Golkar DKI Jakarta, partai yang menjadi
"kuda tunggangan" Orde Baru selama tujuh kali Pemilu sebelumnya itu, juga
disorot atas berbagai pelanggaran berat lainnya seperti kasus-kasus money
politics dan pembagian sembako "bermasalah" di beberapa daerah [baca berita
SiaR (25/5) --red.] serta yang terakhir kasus ditemukannya lobang coblosan
di antara  800 ribu kartu suara yang sudah diseleksi di Panitia Pemilihan
Daerah II Sumenep. Akibatnya kartu-kartu suara itu dibatalkan dan diseleksi
ulang.

        Berdasarkan temuan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jaringan
Madura, dari antara kartu-kartu suara tercoblos itu ada yang sempat dibawa
pulang oleh oknum-oknum pegawai negeri sipil (PNS). Kartu-kartu tercoblos
itu, menurut sumber di PPD II Sumenep, antara lain ada yang dilubangi di
nomor 33, yaitu nomornya Partai Golkar.

        Terhadap berbagai pelanggaran berat yang dilakukan Partai Golkar, praktisi
hukum Bambang Widjojanto bersepakat bahwa jenis-jenis pelanggaran tersebut
khas Orde Baru. Ia menyebutkan, pembagian sembako yang disisipi selebaran
Golkar, penggunaan fasilitas negara dan dana JPS, serta adanya kartu-kartu
suara yang telah dicoblos terlebih dahulu, merupakan ciri-ciri kecurangan
ketika Orde Baru berkuasa.

        Menurut Bambang, jika Panwaslu tidak mengambil tindakan tegas, ia khawatir,
pada akhirnya masyarakat akan menggugat hasil akhir Pemilu, apalagi jika
Golkar dan partai-partai yang diduga memanipulasi anggaran negara
memenangkan Pemilu ini. Hal ini, lanjut Bambang, berpretensi untuk
terjadinya chaos dan kerusuhan yang jauh lebih dahsyat lagi.

        Bagi Bambang, Partai Golkar tidak hanya mesti menghentikan kampanyenya,
tapi juga harus berbesar hati untuk mengundurkan diri dari keikutsertaanya
dalam Pemilu bulan Juni mendatang.

        "Persoalannya bukan lagi kampanye dihentikan. Kalau saran saya Golkar tidak
usah ikut Pemilu. Tapi semua itu haknya Golkar, jadi terserah mereka. Saya
hanya menyarankan," katanya.***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to