Precedence: bulk KEBRUTALAN MODEL DOM TERJADI LAGI DI ACEH (Kontact: [EMAIL PROTECTED]) ---- Kebrutalan dalam bentuk pembunuhan, penculikan dan pemerkosaan seperti yang terjadi pada masa ketika DOM (Daerah Operasi Militer) masih diberlakukan di Aceh dalam beberapa bulan ini terjadi lagi di daerah yang terus bergolak itu. Berdasarkan laporan para aktivis HAM, mahasiswa, penduduk sipil dan para korban yang disampaikan kepada Koalisi NGO-HAM Aceh, Senin (28/6) di Banda Aceh, setidaknya ada tiga kasus pemerkosaan dan 13 kasus penculikan dilakukan oleh petugas PPRM, sementara berbagai kasus pembunuhan yang tidak jelas pelakunya tidak terhitung jumlahnya. Sementara itu, gelombang pengungsian baru di Aceh Barat dan Aceh Utara sampai hari Senin (28/6) terus bertambah, meskipun puluhan ribu pengungsi di beberapa daerah, sebelumnya sempat menyusut setelah para penduduk kembali ke desanya masing-masing. Kondisi para pengungsi itu semakin buruk dengan terdapatnya beberapa orang meninggal, puluhan mendapat perawatan serius dan ribuan mengalami gangguan kesehatan. Sedangkan di Geumpang, Pidie dikabarkan harta-benda para penduduk yang mengungsi habis dijarah oleh orang-orang yang tidak diketahui identitasnya. Berdasarkan laporan yang diterima Koalisi NGO-HAM Aceh, Senin (28/6) dalam minggu ini ada tiga laporan kasus pemerkosaan dan 12 kasus penculikan serta sejumlah kasus pembunuhan brutal yang tidak jelas motifnya selain mengindikasikan sebagai tindakan teror untuk mengacaukan situasi dan menciptakan kecemasan yang menyeluruh di Aceh. "Masyarakat yang tidak berdosa ini harus ada yang menyelamatkan,"kata seorang aktivis. Disebutkan, kedatangan aparat TNI yang oleh masyarakat dikenal sebagai Pasukan Penindak Rusuh Massa (PPRM) di Kecamatan Teunom, Aceh Barat, telah melakukan tindakan yang brutal dan serampangan. Mereka menangkapi sembarangan orang seenaknya dan sesuka-sukanya. Mereka juga telah memperkosa perempuan-perempuan yang tinggal berdekatan dengan pos mereka. Pos PPRM/TNI di Teunom menggunakan rumah salah-seorang penduduk warga transmigrasi SP (Sektor Pemukiman) I UPT (Unit Pemukiman Transmigrasi) yang kosong ditinggal penghuninya. Para perempuan yang diperkosa itu, menurut data yang diterima Koalaisi NGO-HAM Aceh, antara lain, Ayem (17 Tahun, nama sebenarnya), Rum (25 tahun, nama inisial, janda) dan Mar (30 Tahun, nama inisial, bersuami). Ketiganya adalah warga SP I UPT Teunom. Kondisi Ayem sangat memprihatinkan, karena ia diperkosa oleh 7 orang sekaligus. Dan berdasarkan pengakuannya yang disampaikan kepada orang tuanya, Ayem diperkosa oleh anggota PPRM. "Kondisi ini persis seperti ketika masa DOM masih diberlakukan di Aceh, bahkan lebih parah, karena pelakunya lebih berani dan seperti yakin, hukum tidak menjamahnya,"ujar Jehalim Bangun, seorang aktivis HAM Terungkapnya kasus pemerkosaan terhadap ketiga perempuan warga trans itu menurut investigasi lapangan tim Koalisi NGO HAM Aceh, karena orang tua Ayem membawa anaknya berobat ke Meulaboh, ibukota Aceh Barat. Dari Ayem kemudian di ketahui adanya dua perempuan lain yang juga disekap dan diperkosa di Pos PPRM/TNI tersebut. Kejadian-kejadian pemerkosaan itu kemudian diketahui oleh masyarakat Teunom dan menjadi pergunjingan pada hari Kamis (24/6) lalu. "Saat ini para aktivis kemanusiaan bersama mahasiswa sedang melakukan pemantauan dan investigasi di lapangan untuk mengetahui kondisi korban yang sebenarya,"ujar sumber-sumber masyarakat Koalisi NGO-HAM Aceh. Penculikan dan Penangkapan Sementara itu, penculikan-penculikan dan penangkapan sembarangan dalam aksi-aksi swepping yang dilakukan oleh PPRM semakin mencemaskan masyarakat. Banyak diantara orang-orang yang ditangkapi itu masih tidak jelas nasibnya, dan ada sebagian yang masih ditahan. "Terhadap korban yang masih ditahan di Makodim Aceh Barat, atau dimanapun, termasuk yang tidak jelas nasibnya, perlu diupayakan bantuan segera," kata Khairul (15) seorang warga Teunom yang berhasil lolos dari penculikan dan memberikan kesaksian kepada Koalisi NGO-HAM Aceh. Menurut catatan Koalisi N.G.O HAM Aceh, warga masyarakat yang diculik antara lain, Samsul Amri (28), pedagang ikan, penduduk Desaa Pasi Lhok, Kecamatan Kembang Tanjong, Pidie. Ia diculik pada hari Jumat, 11 Juni pukul 10.15 WIB oleh Serka Lukman serta anggota Kodim Pidie lainnya saat swepping di Desa Paru Kecamatan Bandar Dua, Pidie. Abdul Hamid (40), petani warga Desa Beuracan, Ulee Glee, Kecamatan Bandar Dua, Pidie. Ia diculik pada 9 Juni, jam 12.00 WIB. Bersamanya turut lenyap sebuah sepeda motor merek Yamaha Force-one. Informasi dari Pos mahasiswa di Pidie melaporkan, tiga korban penculikan lain, Amri Harun, Bahrurrazi dan Abdul Rahman, ketiganya petani, hilang ketika TNI melakukan swepping 20 Juni lalu di perbatasan Kebon Nilam dan Blang Muko, Kecamatan Tangse Pidie. Semua korban sampai saat ini tidak jelas nasibnya. Korban lainnya yang ditangkap oleh PPRM/TNI adalah, M. Nur Husen (30), pedagang kayu, penduduk Desa Padang, Teunom, Aceh Barat, ditangkap hari Minggu, 20 Juni. Khairul (15) dan M. Ali (20) masing-masing penduduk Desa Krueng Beukah, dan Desa Tuwi Pria, Teunom, Aceh Barat, ditangkap 21 Juni jam 15.00 WIBdi daerah SP I Blang Rame dan dibawa ke Pos PPRM. Tetapi mereka berhasil meloloskan diri pada 22 Juni jam 03.00 WIB. Segera setelah itu mereka memberikan kesaksian kepada para aktivis LSM dan mahasiswa. Selain itu, korban lainnya adalah Junaidi (22) petani waarga Desa pasi Teubai, Teunom Aceh Barat, ditangkap hari Jumat, 25 Juni jam 10.30 WIB, M. Diah (46) petani, warga Desa Krueng Beukah, Kecamatan Teunom, Aceh Barat serta Iskandar (40) juga dikabarkan hilang setelah diculik, namun data tentang kehilangan mereka masih dalam konfirmasi. Sementara itu seorang korban lainnya, Nurdin alias Din Mata Satu (33) ditangkap Jumat 25 Juni sekitar jam 12.00 WIB dan Siradjuddin alias Din Raja Kuneng (30) dikabarkan ditangkap 18 Juni lalu sekitar jam 02.00 WIB dan diperkirakan tewas setelah penduduk menemukan sesosok mayat membusuk di belakang SDN Batee Roe, sekitar 7 KM menjelang Teunom dari arah Banda Aceh. Mayat itu diduga ditembak di kepalanya, dan alat kelaminnya dipotong. Pengungsi Sementara itu gelombaang pengungsi di Samalanga, Aceh Utara dikabarkan terus bertambah mencapai 5.100 jiwa, padahal sebelumnya hanya tercatat 2.882 jiwa (513 KK). Tambahan sebanyak 2.218 jiwa berasal dari Desa batee Iliek sebanyak 1.200 jiwa, berasal dari Desa Meurak. Arus pengungsi itu bergerak pada Sabtu dan Minggu kemarin. Kades batee Iliek kepada wartawan mengatakan, penduduk mengungsi karena takut menjadi korban pertempuran antara TNI dengan GAM. Ketua Aksi Keprihatinan dan Kepedulian Sosial Aceh, Drs, Azhari Ali AK yang memantau pengungsian di Samalanga mengatakan, ada tiga orang yang meninggal dalam pengungsian. Mereka yang meninggal adalah, Ny. Aman Muhammad (75), Maimunah (70), keduanya penduduk Krueng Meuseugob, dan seorang bayi yang baru dua hari dilahirkan. Sementara itu catatan di Pos Kesehatan pengungsian menunjukkan, 2.406 orang mengalami perawatan kesehatan. Di dua tempat, yaitu Simpang Mamplam dan Puskesmas Kota Samalanga. Mereka unmumnya mengalami flu, pilek, penyakit saluran pernapasan dan diare. Laporan: Divisi Kampanye dan Jaringan Koalisi NGO HAM Aceh NGO's Coalition for Human Rights ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html