Precedence: bulk Date: 30 Jun 99 16:31:08 MET DST RENCANA PENGIBARAN BENDERA PAPUA DI WAMENA Dari sebuah sumber di Numbay: Summary The Baliem valley in the last few weeks overwhelmed with a news of West Papua flag raising. However community and church leaders have been successfull to make it fail. WR, a pastor, who has been colaborating with the Indonesian Armed Forces (ABRI) known to be the one initiating and organising this activity. So far the community and church leaders could stop this irrational activity however they're concerned with the fragility of such oppressed society. The report attached has been obtained from IHRSTAD's source in Wamena the capital of Jayawijaya regency. __________________________________________________________________ Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELS-HAM), Irian Jaya Institute for Human Rights Studies and Advocacy (IHRSTAD) Jl. Kampus STTJ - Padang Bulan, Jayapura, IRIAN JAYA Tel/Fax: 62-967-581600; Email: [EMAIL PROTECTED] MASYARAKAT LEMBAH BALIEM - JAYAWIJAYA DILANDA ISU AKSI PENGIBARAN BENDERA PAPUA BARAT DAN DEMONSTRASI PRO KEMERDEKAAN PAPUA BARAT Sunday, June 27, 1999 Tiga pekan terakhir ini masyarakat Lani di Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya/West Papua dilanda isu gencar akan ada aksi demonstrasi besar dan pengibaran bendera Papua Barat "Bintang Kejora" di kota Wamena, Ibukota Jayawijaya. Sumber ELS-HAM di Wamena menyebutkan bahwa sejak awal bulan Juni 1999 masyarakat Lani/Dani hendak melakukan aksi secara besar-besaran, namun aksi tersebut sempat dibatalkan oleh beberapa tokoh masyarakat setempat karena dinilai merupakan provokasi pihak tertentu dan juga aksi tersebut tak akan menghasilkan apa-apa sebagaimana dipropagandakan oleh provokator yang mengorganisir aksi dimaksud. Tetapi isu serupa kembali muncul lagi bahwa akan dilaksanakan aksi pengibaran bendera Papua Barat "Bintang Kejora" dan demonstrasi massal orang Papua se-kabupaten Jayawijaya pada hari selasa 22 Juni lalu. Rencana kedua ini sempat pula dibatalkan oleh beberapa tokoh masyarakat dan pemuda termasuk saudara Agus Alua anggota Tim Seratus Dialog Nasional (26 Februari 1999). Menurut sumber yang sama aksi yang skenarionya diatur oleh seorang provokator ulung yang tinggal di kota Wamena berinisial WR dibatalkan satu hari sebelumnya. Sehingga rencana besar tersebut tidak sempat terjadi, namun hingga laporan ini diturunkan ada isu yang lagi hangat berkembang di setiap pemukiman penduduk Papua di kota Wamena maupun sampai honai-honai di Lembah Baliem maupun di urat-urat gunung Jayawijaya bahwa tanggal 26 Juni adalah tanggal pasti yang telah ditetapkan di Jayapura (tak jelas siapa yang menetapkan)sebagai tanggal dilakukannya aksi pengibaran "Bintang Kejora" dan Demonstrasi damai pro kemerdekaan secara serentak di seluruh Papua Barat. Berikut adalah kronologis rencana aksi tersebut di atas yang diterima dari sumber ELS-HAM/IHRSTAD yang terlibat langsung dalam menenangkan massa maupun membatalkan berturut-turut aksi yang telah direncakan tersebut. Yafet Yelemaken, tokoh masyarakat adat Tangma Kecamatan Kurima, Jayawijaya mengatakan bahwa pada 3 (tiga) pekan yang lalu dia menerima informasi dari seorang anggota masyarakat bahwa pada 3 Juni 1999 ada rencana untuk pengibaran Bendera Papua Barat "Bintang Kejora" dan Demonstrasi massal pro kemerdekaan Papua Barat secara damai yang akan dilakukan secara umum dan diikuti oleh masyarakat Papua di Kabupaten Jayawijaya termasuk masyarakat adat Tangma di kecamatan Kurima. Setelah menerima informasi yang tiba dari posko informasi sosialisasi hasil dialog nasional (posko sosialisasi) daerah Tangma, maka Yafet Yelemaken langsung mengirim surat pemberitahuan dan sekaligus pembatalan rencana tersebut dan upaya tersebut sangat berhasil menenangkan massa dan dibatalkan. Namun satu Minggu kemudian masyarakat Kurima kembali diprovokasi rencana aksi serupa bahwa pada tanggal 13 Juni akan dikibarkan Bendera Papua Barat dan demonstrasi massal di kota Wamena. Sekali lagi Bapak Yelemaken secara tertulis membatalkan rencana aksi tersebut dan menghimbau warga masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpancing dengan isu tersebut. Sejak mendengar isu tersebut Masyarakat Adat Tangma yang dikendalikan oleh beberapa posko sosialisasi di Kecamatan Kurima yang telah terbentuk sejak sosialisasi hasil Dialog Nasional yang lalu mengendalikan massa rakyat untuk melakukan berbagai persiapan mulai dari Kecamatan Kurima dalam rangka rencana aksi pengibaran Bendera Bintang Kejora dan demonstrasi yang diprakarsai WR, seorang pendeta yang terkenal cukup dekat dengan mantan Komandan Kopassus yang sudah dipecat (Prabowo Subianto) ketika krisis penyanderaan atas para ilmuwan terjadi di Mapnduma 1996 lalu. Karena kebingungan masyarakat Kurima menyarankan agar WR bertemu langsung dengan Yafet Yelemaken sebelum mereka bisa memutuskan mendukung atau tidaknya aksi tersebut. Yelemaken mengaku bahwa WR yang tak dikenal itu malah mengajaknya untuk terlibat langsung dalam rencana aksi baru yang akan dilaksanakan pada hari Selasa 22 Juni 1999 dan juga meminta Yelemaken untuk memobilisasi massa Papua yang ada di Tangma dan kecamatan Kurima untuk menduk WR yang pada bulan Mei 1999 lalu berkunjung ke Belanda juga mengatakan kepada Yelemaken bahwa dia baru pulang dari negeri Belanda dan Geneva (padahal WR hanya ke Belanda) dan telah bertemu dengan sejumlah tokoh-tokoh OPM di Luar Negeri termasuk Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Sekjen PBB, Kofi Annan untuk mendukung rencana aksi pengibaran bendera Bintang Kejora. WR yang sehari-harinya adalah pendeta Pantekosta itu mengaku dari hasil kunjungannya dia ada membawa sejumlah dokumen lengkap tentang Papua Barat. Salah satu dokumen yang dia sebutkan seperti pengakuan PBB terhadap bendera Bintang Kejora alias kedaulatan Papua Barat. (Kenyataannya PBB sampai sekarang mengakui bahwa Irian Jaya adalah bagian yang integral dari Indonesia). Apabila aksi tersebut jadi terlaksana sesuai dengan rencana yang dibuatnya (22 Juni ) maka dia (WR) akan berbicara langsung dengan Bill Clinton di Washington DC untuk mengirim pasukan AS ke Wamena yang akan bertindak sebagai tentara perdamaian. Pasukan perdamaian AS itu Akan tetapi Yafet Yelemaken yang sebelumnya telah mengetahui latar belakang WR yang dulunya adalah tahanan politik (tapol) di penjara Kali Sosok Surabaya dan setelah bebas sangat dekat dengan aparat keamanan tidak terpancing dengan bujukan WR maka pada hari Minggu (21/6) Yelemaken mengundang masyarakat Tangma dan Kurima pada umumnya untuk datang ke kali Yetni dekat pinggiran kota Wamena agar dapat berdialog dan bertemu langsung dengan seorang dari Tim Seratus (sebutan untuk 100 wakil yang pada 26 Februari bertemu dengan Presiden Habibie), Agus Alua, untuk mendengar penjelasan yang sesungguhnya tentang situasi akhir yang sedang berkembang agar tidak terpancing provokator. Pertemuan itu dilakukan karena menurut laporan dari Kurima WR melakukan provokasi melalui beberapa anggota jemaatnya (Pantekosta) di Kurima dan mengaku diri sebagai salah seorang peserta 'Dialog Nasional' dan anggota FORERI (Forum Rekonsiliasi Masyarakat Irian Jaya) -- padahal kenyataan dia bukan peserta dialog nasional dan juga Hasil pertemuan antara Yafeth Yelemaken dan Agus Alua dengan masyarakat menyepakati untuk membatalkan rencana aksi konyol tanggal 22 Juni 1999 itu dan masyarakat diingatkan untuk kembali kepada kehidupan sehari-hari dan jangan cepat terpancing isu-isu yang dikembangkan provokator. Untuk itu Bapak Yelemaken juga secara khusus megirim surat ke Tangma agar masyarakat dapat kembali tenang. Meskipun Bapak Yafet Yelemaken bersama tokoh masyarakat lainnya berusaha membatalkan rencana aksi provokasi tersebut namun pihak intelijen Polisi Jayawijaya di Wamena membuat laporan tak benar bahwa bapak Yelemaken memprovokasi masyarakat untuk melakukan beberapa aksi massa pro kemerdekaan Papua Barat di Kurima, termasuk rencana pengibaran bendera Bintang Kejora pada 22 Juni 1999. Atas laporan tak benar tersebut sehingga Selasa 22 Juni Yafet Yelemaken di panggil Kepala Polisi Resort (Kapolres) Jayawijaya untuk dimintai keterangan. Di ruang kerja Kol.Pol.Drs.I Nyoman Rubrata (Kapolres), Yelemaken mengatakan pihak polisi (Polres) Jayawijaya harus berterimakasih kepadanya karena dia telah mengatasi situasi yang dirancang oleh seorang provokator (maksudnya WR) untuk mengganggu ketertiban umum dan menjebloskan masyarakat sipil untuk menjadi korban. Yelemaken melaporkan seluruh aktivitas dari sang provokator alias WR yang seharusnya dipanggil oleh polisi untuk dimintai keterangan. Namun pihak polisi secara diam-diam menyembunyikan rencana ini karena skenario tersebut merupakan bagian dari "blue-print"-nya aparat keamanan. Tiga menit kemudian(10:33) Yafet Yelemaken nyaris digilas sebuah mobil angkutan umum ( taxi ) yang dikendarai oleh sopir anak Lani/Dani dari Lembah Baliem. Musibah yang menimpa Yelemaken setelah keluar dari pos Polres Jayawijaya adalah murni kecelakaan lalu lintas biasa. Walaupun pihak keluarga Yelemaken mendatangi ruang inap Ruang Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Jayawijaya untuk membalas perbuatan sopir tersebu Sementara itu sumber ELS-HAM di Wamena mengatakan bahwa WR telah mengirim sejumlah dokumen kepada masyarakat di Kurima dan uang tunai Rp 2 juta untuk biaya persiapan pelaksanaan aksi tanggal 22 Juni 1999. Belum jelas siapa penerima uang tersebut dan dokumen apa yang diberikan WR,dimana dan kapan serta apa isi dokumen tersebut (informasi ini sedang dilacak). Tetapi upaya Yafet Yelemaken dan tokoh masyarakat untuk menghalau rekayasa para pihak provokator yang terus-menerus menggempur emosi rakyat Papua di Jayawijaya yang "labil" karena berbagai penindasan yang dialami selama lebih 30 tahun itu belum bisa mampu meyakinkan masyarakat. Masyarakat Jayawijaya kembali dilanda isu santer serupa bahwa pada tanggal 26 Juni akan dilancarkan aksi pengibaran bendera Papua Barat dan demonstrasi damai. Sumber ELS-HAM malah menginformasikan bahwa sejumlah anggota OPM pimpinan Daniel Yudas Kogeya juga turun ke Wamena kota untuk bergabung dengan massa - persis seperti aksi pengibaran bendera Papua Barat pada 7 Juli 1998 yang lalu yang menyebabkan 10 warga sipil sekarang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Jayawijaya. Namun rencana aksi ini kembali digagalkan oleh sejumlah tokoh gereja dan masyarakat. Sementara itu jumlah pasukan bertambah, patroli ditingkatkan dan intimidasi sudah mulai dilakukan seperti yang dialami Yafet Yelemaken. Seorang tokoh agama di Wamena Kota menyebutk Sumber: Hasil Monitoring ELS-HAM di Wamena, Jayawijaya ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html