Precedence: bulk SURAT PEMBACA: TENTANG "PENGANIAYAAN USTADZ" Saya rajin mengikuti perkembangan politik nasional melalui website Apakabar, terutama berita-berita yang dilansir mailinglist SiaR. Akhir-akhir ini saya menangkap adanya trend di Apakabar, yakni membanjirnya mailinglist yang menyerang --ma'af saya tak melihatnya sebagai kritik an sich-- tokoh-tokoh yang memiliki pendukung massa riil, seperti Megawati Soekarnoputri, dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Entah kebetulan atau tidak, bahwa dua tokoh tersebut, fakta historisnya adalah orang-orang yang pernah mengalami penganiayaan politik oleh rezim oligarki militernya Soeharto. Meskipun begitu, saya menangkap kesan, bahwa SiaR hingga kini konsisten untuk menampilkan berita-berita yang konstruktif tentang kedua tokoh tersebut. Dan sebaliknya tetap kritis terhadap sisa-sisa antek rezim oligarki militer-nya Soeharto. Oleh karena keyakinan saya tersebut terhadap komitmen SiaR, maka saya mengirimkan surat ini ke alamat redaksi dengan harapan agar dimuat apa adanya. Adapun berita yang ingin saya tanggapi adalah tentang adanya penganiayaan sejumlah ustadz seperti yang dilansir di beberapa media, seperti majalah "Sabili", tabloid "Tekad", majalah "Gamma", dan tabloid "Adil". Ternyata berita tentang penganiayaan ustadz tersebut, juga muncul dalam bentuk komentar di website Apakabar. Mengapa saya mengomentari berita itu? Karena saya adalah saksi mata peristiwa yang menurut laporan media-massa tadi sebagai "penganiayaan ustadz oleh satgas PDI Perjuangan". Berita-berita itu juga mengutip keterangan pers Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memberi interpretasi sejenis, bahwa "telah terjadi penganiayaan sejumlah ustadz oleh satgas PDI Perjuangan". Benarkah demikian? Sebagai saksi mata, saya ingin menyampaikan kronologi peristiwa sebenarnya demikian: Pada malam tanggal 5 Juni 1999, saya sedang berada di salah satu posko PDI Perjuangan yang berlokasi di kawasan Warakas, Tanjungpriok. Di situ, selain saya, ada juga sejumlah anggota dan simpatisan PDI Perjuangan, serta tiga orang anggota satgas PDI Perjuangan. Tak lama kemudian datang dua orang anggota PDI Perjuangan yang mengabarkan, bahwa di kawasan Kampung Bahari, Tanjungpriok tertangkap dua orang pembawa selebaran gelap yang mendiskreditkan PDI Perjuangan. Dengan menggunakan kendaraan Suzuki Carry, kami pun segera meluncur ke Kampung Bahari. Ternyata si pembawa selebaran gelap sudah dibawa ke rumah Ketua DPC PDI Perjuangan Jakarta Utara yang juga terletak di kawasan tersebut. Setiba di rumah Ketua DPC telah ramai orang, jumlahnya puluhan, sebagiannya tukang becak, dan pengojek sepeda. Mereka berteriak-teriak antara lain, "hajar itu orang yang telah mengotori agama Allah", "jangan bawa-bawa agama yang suci untuk mengadu-domba umat", "sudah biar rakyat yang memberi pelajaran bagi penjual agama", "saya juga Islam tapi tidak sekotor kamu", dan sebagainya. Kedua orang itu nyaris menjadi bulan-bulanan massa yang marah, dan Ketua DPC PDI Perjuangan Jakut nyaris tak dapat mengendalikan emosi massa. Untunglah, ketiga satgas yang datang bersama kami dapat meredakan amarah massa. Kami pun memberi pengertian kepada orang-orang itu, bahwa kedua orang ini akan kami bawa ke kantor polisi. Akhirnya kami membawa kedua orang itu ke Kantor Polsek Tanjungpriok, sehingga kedua orang tersebut terhindar dari amarah massa. Dari barang bukti yang kami peroleh ternyata, kedua orang ini tak hanya menyebarkan selebaran yang berisi imbauan MUI, tapi juga selebaran-selebaran lain yang berisi daftar caleh PDI Perjuangan yang disebutkan mayoritas adalah caleg non-muslim. Dan juga sebuah spanduk besar yang bertuliskan: "Masya Allah Ternyata PDI Perjuangan itu Partainya Orang Kristen… Calegnya 90% Non-Muslim". Dari tulisan yang tertera, kelihatan sekali bahwa spanduk tersebut dipersiapkan, karena penyablonannya tampak rapih. Untuk barang bukti, bukti-bukti tersebut kini disimpan di Kantor DPC PDI Perjuangan Jakarta Utara. Setelah diproses verbal di kantor Polsek Tanjungpriok, ternyata pihak Polsek mengusulkan --karena berbagai pertimbangan--, agar kedua orang itu dibawa ke kantor Polres Jakarta Utara di Jl. Yos Sudarso. Sesampainya di kantor Polres Jakut ternyata telah ada Komandan satgas PDI Perjuangan Jakut beserta sejumlah anggotanya, dan belasan anggota PDI Perjuangan. Ternyata mereka juga membawa lima orang penyebar selebaran gelap dan pemasang spanduk serupa dari wilayah Cilincing, serta seorang dari kawasan Semper. Kami pun saling tukar menukar informasi, ternyata seluruh bangunan ceritanya hampir sama, yakni bahwa para penyebar selebaran gelap itu diciduk masyarakat (ditegaskan lagi: diciduk masyarakat!) sekitar dimana mereka menjalankan aksinya. Mereka pun nyaris menjadi bulan-bulanan masyarakat, kalau tidak diselamatkan para kader dan anggota satgas PDI Perjuangan, yang segera mengambil inisiatif untuk menenangkan massa. Di hampir tiap pemukiman di wilayah Jakarta Utara memang menjadi basis PDI Perjuangan, sehingga kehadiran satgas dan anggota PDI Perjuangan yang cepat menenangkan massa, merupakan sesuatu yang logis. Lima orang diantara penyebar selebaran gelap itu sempat diamankan ke Kantor DPC PDI Perjuangan Jakut di Cilincing, sebelum dibawa ke Kantor Polres Jakut. Di kantor DPC PDI Perjuangan Jakut inilah, mereka mengeluarkan pengakuan, bahwa perencanaan penyebaran selebaran gelap, dan pemasangan spanduk merupakan "order" dari seorang tokoh Partai Golkar, dengan tujuan untuk menggembosi PDI Perjuangan. Pengakuan ini mereka ucapkan seraya meminta-minta ma'af, dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Sedangkan cerita yang tertangkap di Semper lain lagi. Penyebar selebaran itu tertangkap, setelah ia memberikan selebaran tersebut kepada kumpulan orang seusai mengaji di salah satu musholla di kawasan Semper. Ternyata orang-orang di musholla yang diberikan selebaran gelap itu merupakan anggota dan simpatisan PDI Perjuangan! Orang itu pun nyaris dihujani pukulan, kalau tidak diamankan seorang pengurus ranting PDI Perjuangan. Di kantong plastik yang dibawa penyebar selebaran tersebut, setelah diperiksa ternyata berisi bermacam jenis selebaran gelap (tak hanya seruan MUI) yang pada pokoknya mendiskreditkan PDI Perjuangan, dan Megawati. Selebaran-selebaran itu kini disimpan di kantor DPC PDI Perjuangan Jakut. Dalam pemeriksaan di kantor Polres Jakut terbukti, bahwa para penyebar selebaran gelap tersebut tak semuanya berprofesi sebagai ustad, tapi dari berbagai profesi, yakni ada yang karyawan swasta, pelajar, mahasiswa, guru, dan pengangguran. Demikianlah surat saya ini, semoga redaksi mau bermurah hati untuk memuatnya. Allah SWT membalas budi baik redaksi. Jakarta 13 Juli 1999 Hormat saya, Oji Warakas, Jakarta Utara. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html