Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 24/II/18-24 Juli 99
------------------------------

RAHASIA KUNJUNGAN 14 MENTERI

(PERISTIWA): Tiba-tiba saja 14 menteri kabinet Habibie berkunjung ke Timtim.
Karena tekanan  internasional? Tetapi, beberapa diantara mereka melakukan
tekanan terhadap staf di kanwil Dili.

Indonesia sampai saat ini masih mengklaim bahwa persiapan jajak pendapat di
Timtim boleh dibilang mendekati beres. Mereka ingin menunjukkan kepada dunia
bahwa telah berusaha keras untuk menciptakan kondisi keamanan, agar jajak
pendapat dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Dan kunjungan ke-14 menteri itu
juga menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia tidak ingin terjadi penundaan
jajak pendapat.

Sumber Xpos di Deplu mengatakan kunjungan ke-14 menteri itu berkaitan dengan
gencarnya tekanan dari dunia internasional terhadap situasi keamanan di
Timtim yang semakin tak menentu. Akibat tekanan dari Australia dan Amerika,
kabarnya Presiden Habibie, menurut sumber itu, marah besar, karena aparat
keamanan tidak bisa mengendalikan para milisi di Timtim. 

Sebelum berangkat ke Timtim, 14 menteri yang dikoordinir Menko Polkam Feisal
Tandjung itu  sempat dikuliahi Habibie. Dalam kesempatan tersebut presiden
mengatakan tak mudah untuk menyelesaikan masalah Timtim, kalau para milisi
itu tetap mengintimidasi dan menteror petugas PBB di Timtim. 

"Gara-gara tindakan para milisi itu, kita terus mendapat tekanan dari dunia
internasional. Saya minta supaya para milisi itu dikendalikan, kalau mereka
tetap nekat bila perlu ditindak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,"
kata sumber itu mengutip pernyataan Habibie kepada para menterinya.

Ke 14 menteri Habibie itu, setibanya di Dili langsung bertatap muka dengan
seluruh pejabat serta tim PBB. Mereka mencari masukan-masukan dari pejabat
di Timtim serta UNAMET untuk dilaporkan kepada Presiden Habibie. Bahkan
Wiranto sempat memarahi Mayjen Zacky Anwar Makarim dan  Mayjen Gleny
Kairupa, sehubungan dengan kekerasan yang terjadi Timtim. 

"Wiranto marah-marah karena anak buahnya tidak bisa mengendalikan para
milisi, sementara Wiranto sendiri terlanjur menjanjikan kepada dunia bahwa
TNI dan Polri akan bersikap netral dalam jajak pendapat nanti," kata sumber itu.

Kabar lain yang dihimpun Xpos adalah bahwa munculnya kekerasan yang
dilakukan oleh milisi di Timtim, karena adanya dualisme di tubuh TNI, yakni
kelompok Wiranto dan kelompok Subagyo HS. Kabarnya kelompok Subagyo ini
mendapat dukungan yang kuat dari para purnawirawan TNI, seperti Benny
Moredani, Try Sutrisno dan Edi Sudrajat. "Karena para jenderal itu tidak
setuju dengan opsi yang ditawarkan oleh Habibie, sehingga mereka mendukung
langkah Subagyo untuk mempersenjatai para milisi itu. Sedangkan kelompok
Wiranto menerima opsi yang ditawarkan oleh Habibie, sehingga muncul
keretakan dalam tubuh TNI soal Timtim. Akibatnya, setiap operasi yang
dilakukan oleh milisi dan TNI di Timtim, kadang-kadang tidak dilaporkan
kepada Wiranto," kata sumber di Dephankam.

Diceritakan oleh sumber itu, sejak penyerangan terhadap kantor UNAMET di
Maliana dan penyerangan milisi BMP kepada tim relawan kemanusiaan di
Liquisa, Deplu terus-menerus menerima tekanan dan keprihatinan dari berbagai
negara tentang situasi keamanan di Timtim. "Semua negara menyesalkan
tindakan milisi yang didukung oleh aparat keamanan di Timtim. Bahkan
negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika secara terang-terangan
mengancam kalau TNI dan Polri tidak netral maka mereka desak Dewan Keamanan
PBB untuk mengirim pasukan perdamaian di Timtim," tambah sumber itu.

Akibat kebijakan-kebijakan yang diambil TNI yang terlihat berseberangan
dengan kebijakan yang diambil Deplu tentang masalah Timtim itulah, sering
Menlu Ali Alatas menjadi bulan-bulanan  rekannya sesama Menlu dari Uni
Eropa, Amerikan dan Australia. "Saya kasihan dengan Alatas, karena apapun
yang dilakukan oleh militer Indonesia dan milisi di Timtim, justru yang
menanggung akibatnya secara langsung adalah Alatas. Sebenarnya Alatas marah
dengan perbuatan militer dan milisi, namun sebagai seorang pejabat Indonesia
dan sebagai seorang diplomat Alatas tentunya punya tanggungjawab moral untuk
mengutamakan kepentingan negara, yakni mengharuskan Alatas harus pandai
berbohong kepada dunia internasional," kata Ramos Horta.  

Apapun diplomasi yang dilakukan oleh Jakarta, tapi satu hal yang bisa
dipetik dari kunjungan 14 menteri itu adalah bahwa Jakarta sudah mulai
kehilangan kesabarannya berkaitan dengan kekerasan yang dilakukan oleh
milisi di Timtim. Kunjungan ke-14 menteri itu, merupakan bagian dari
kampanye Indonesia untuk memperbaiki citranya: menunjukkan kepada dunia
bahwa Jakarta sangat peduli dengan masalah keamanan di Timtim. "Tapi
sayangnya, dunia internasional sekarang ini sudah semakin kehilangan
kepercayaan kepada Indonesia. Apapun yang dilakukan oleh Indonesia atas
Timtim dunia internasional tidak akan percaya begitu saja. Mereka lebih
percaya dengan laporan-laporan dari tim PBB yang bertugas di Timtim," tambah
Ramos Horta.

Konsekuensi dari perbuatan milisi dan TNI itu adalah ditundanya jajak
pendapat di Timtim. Dengan alasan keamanan yang belum kondusif di Timtim,
beberapa waktu lalu Sekjen PBB Kofi Annan telah menuda jajak pendapat dari
tanggal 8 diundur menjadi tanggal 22 Agustus. Penundaan itu menandakan bahwa
Indonesia tidak memegang komitmennya untuk menjaga stabilitas keamanan di
Timtim. Dan Alatas pun mulai bereaksi dengan mengatakan, "Jangan diadakan
penundaan lagi, karena hal itu hanya akan menyengsarakan masyarakat." 

Tapi, Kepala Tim Misi PBB untuk Jajak Pendapat Rakyat Timor Timur (UNAMET)
Ian Martin, menanggapi pernyataan Alatas di Dili, menjelaskan bahwa Sekjen
PBB Kofi Annan akan membuat keputusan final mengenai hari 'H' pelaksanaan
jajak pendapat jika ada laporan mengenai tindakan konkret di bidang keamanan
termasuk di dalamnya menindak para pelaku kerusuhan Maliana dan Liquica
sesuai hukum yang berlaku. 

Nah, untuk yang terakhir ini, Indonesia belum melakukannya. Buktinya sampai
saat ini pelaku pengrusakan Kantor UNAMET di Maliana dan milisi BMP yang
menyerang tim relawan kemanusiaan di Liquisa masih berkeliaran di Timtim.
Dengan begitu, tidak tertutup kemungkinan bahwa jajak pendapat bisa ditunda
lagi. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to